Chap 20

557 65 7
                                    

Mean tidak pernah merasakan rasa sakit seperti yang dia alami sekarang. Tangannya mencoba membuka pintu mobilnya. Kenangan-kenangan bersama Plan bermunculan di benaknya. Mean memandang dirinya sendiri di kaca jendela mobilnya. Lalu dia menyadari sesuatu. Dia bisa meninggalkan mimpinya sebagagai perancang perhiasan walaupun dia akan menderita kalau sampai melakukannya. Tapi dia tidak bisa meninggalkan Plan. Dia tidak akan mampu bertahan. Kalau Plan tidak menyukainya, Mean akan membuat Plan menyukainya lagi.

Mean menyadari satu hal penting. Kalau harus memilih antara mimpinya dan Plan, dia tidak akan ragu memilih Plan. Dengan tekad baru, Mean bergegas kembali ke restoran.

Mean kaget melihat kerumunan orang di tempat dia meninggalkan Plan sebelumnya. Lalu dia melihat Plan tergeletak di lantai. “Minggir!” teriaknya pada seseorang di sebelah Plan.

Mean mengecek denyut nadi di leher Plan. Masih berdenyut, tapi sangat lemah. “Telepon ambulans!” teriaknya pada Maya.

Maya langsung berlari menuju telepon.

“Plan, bangunlah,” kata Mean panik sambil berusaha menepuk-nepuk kedua pipi pria itu perlahan  untuk menyadarkannya. “Jangan lakukan ini padaku, Plan.... Bangunlah!”

“Ambulans sedang dalam perjalanan,” kata Maya yang juga khawatir.

Mean sedikit lega mendengar pemberitahuan dari Maya. Tiba-tiba pandangannya terpaku pada rembesan darah di bagian kaki kanan Plan. Dengan cepat Mean menyibakkan celana Plan dan melihat luka panjang disana. Dari luka tersebut darah mengalir keluar. Mean mencari-cari sesuatu. Dia bangkit berdiri dan mengambil serbet putih di meja makan, kemudian mengikatkanya ke bagian kaki Plan yang berdarah untuk menghentikan pendarahan sementara.

Mean syok melihat kaki Plan yang berdarah dan bekas lukanya. Tatapannya menelusuri wajah

Plan. Ia bertanya-tanya dalam hati, sudah berapa lama Plan memiliki luka tersebut. Apakah Plan pernah mengalami kecelakaan? Apa pun itu tampaknya luka itu cukup parah. Cukup parah sampai Plan tidak berani mengatakannya.

Ketika mobil ambulans datang, Mean membiarkan petugas paramedis merawat Plan. Mean ikut di mobil ambulans yang akan membawanya ke rumah sakit. Dia menelpon Chao dalam perjalanan dan memberitahukan keadaan Plan.

Chao benar-benar kaget dan mengatakan akan ke rumah sakit secepatnya. Mean menggenggam tangan Plan dengan khawatir. “Tolong, jangan tinggalkan aku, Plan...,” bisiknya perlahan.

Kedua tangan Mean gemetar tak terkendali. Segera setelah Plan masuk rumah sakit, seorang dokter langsung membawanya ke ruang operasi. Tak lama kemudian, staf Restoran Antonio dan keluarga Plan datang dengan muka yang sama pucatnya dengan Mean.

“Apa yang terjadi?” tanya Chao gusar.

“Dokter sedang mempersiapkan operasi,” jelas Mean. “Plan pingsan di restoran. Kakinya berdarah. Dokter bilang padaku kakinya harus dioperasi.”Chao melihat bekas darah di pergelangan tangan Mean.

“Dokter Riswan melakukan operasi?” tanya Chao lagi.

Mean mengangguk. Tadi seorang dokter ortopedi yang menangani kasus Plan mengenalkan dirinya pada Mean.

Mama dan papa Plan berpelukan menahan tangis di belakang Chao. Saat Dokter Riswan akan memasuki ruang operasi, Mario maurer menghentikannya.

“Apa yang terjadi pada putraku?” tanya Mario bingung. “Bukankah lukanya sudah sembuh?”

Dokter Riswan berkata terus terang, “Plan belum mengatakan padamu tentang luka infeksi barunya?”

Mario menggeleng. “Dia tidak mengatakannya.”

1000 Musim Mengejar Bintang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang