Chapter 3

1.6K 144 0
                                    

Sore itu, dengan sedikit bekal dan keyakinan. Kaleyma meninggalkan kampung kelahirannya dengan membawa Tsurayya. Hatinya merasa ngilu saat memandang bulek Arumi yang terisak di pintu rumah. Ia tak akan menemukan perempuan itu lagi ketika ia bangun dari tidur, ia tak akan menemukan perhatian dan sikap hangat layaknya seorang ibu dari bulek Arumi untuk waktu yang panjang

.

Sekali lagi ia pandangi bulek Arumi sebelum memasuki mobil pick up milik pakde cipto, tersenyum lembut untuk meyakinkan perempuan paruh baya itu lalu melambaikan tangan tanda ia pamit. Saat itu pula Kaleyma berjanji, akan kembali untuk bulek Arumi.

Perjalanan dari desa menuju kota dimana Gentaru tinggal memang butuh banyak waktu. Tsurayya berkali kali merengek karena hawa dingin malam yang begitu menyengat dan macet sore tadi. Beruntungnya Kaleyma sangat dekat dengan pakde Cipto. Setidaknya ada seseorang yang mengajaknya mengobrol sedari tadi meski kadang, ia sedikit merasa tak enak hati jika mengingat dulu pernah menolak mas Dimas, putra pakde Cipto.

"Tadi kata bulekmu turunnya ditempat kerjamu dulu ya nok?"

"Iya pakde. Pakde masih ingat ndak?"

"Masih to nok,,pakde Cipto ini juara kalo masalah nginget jalan." Bangga lelaki paruh baya itu, Kaleyma terkekeh sembari mengangguk mengiyakan.

"si nok masih ingat jalan ke rumah nak Gentaru?"

"Kalo dari tempat kerja Leyma,,Leyma masih inget banget pakde"

"Syukur kalo begitu. Kalo ndak ingetkan, pakde bantu nyari gitu lho nok"

"Ndak usah pakde. Kaleyma ndak mau banyak ngrepotin"

" Loh ndak sama sekali. Si nok Leyma sudah pakde anggap seperti anak sendiri." Kaleyma tersenyum lalu mengucap banyak Terimakasih untuk lelaki baya yang sekarang duduk mengemudi disampingnya. Ia ingat 4 tahun lalu saat dirinya berumur 19 tahun, pakde Cipto juga yang mengantarnya ke kota, lelaki itu begitu baik dan sabar.

Terkadang ia heran. Orang orang di desanya begitu baik dan sopan. Ia beruntung ibunya menitipkan pada bulek Arumi sebelum meninggal. Ia merasa dihargai meski usianya masih sangat muda. Kebaikan bulek Arumi, ketabahan dan perhatian mas Dimas mirip sekali dengan bapaknya, pakde cipto. Lalu kesabaran inasa ibunda raffa dan kerukunan satu desa. Dimana ia bisa menemukan semua itu jika bukan di desanya sendiri? Kondisi saat Kaleyma tinggal dikota sangat jauh berbeda. Jarang ia menemui orang yang benar benar baik dan sopan dalam bertingkah. Mereka lebih condong ke sikap saling acuh. Mungkin kecuali suaminya, mas Gentaru dan ayah lelaki itu.

Lamanya perjalanan membuatnya tertidur dari beberapa jam lalu. Ia membuka mata saat tangan pakde Cipto mengguncangnya pelan. Sedikit silau karena terik matahari tembus jendela mobil pakde. Dengan setengah sadar, perempuan itu menegakkan badan sembari mengucek mata pelan lalu menoleh menoleh ke luar jendela. Alangkah terkejutnya saat ia mendapati bangunan tempat dulu Kaleyma bekerja. Mereka sudah sampai.

"Pakde ini sudah sampai? Maaf ya pakde Leyma  ketiduran."

"Iya. Maaf pakde terpaksa bangunin sekarang ya nok."

"Ndak papa pakde. Makasih pakde Leyma turun sekarang." Pamitnya pada lelaki itu. Namun panggilan pakde Cipto membuat Kaleyma urung membuka pintu. Pakde Cipto hanya diam lalu lelaki paruh baya itu menarik pelan tangannya untuk diberi beberapa lembar uang.

"Ini simpan buat si nok sama dek Tsurayya" perempuan itu hendak menolak namun pakde Cipto lebih dulu menghindar. Sekali lagi ia cium tangan keriput lelaki itu lalu pamit sembari menggendong Tsurayya yang masih tertidur.

Perjalanannya memakan waktu hampir satu hari. Namun Kaleyma sama sekali tak merasakan pegal karena terlalu lama di dalam mobil. Perempuan itu malah merasa senang. Merasa lebih semangat. Ia menatap Tsurayya yang masih tertidur dalam gendongannya lalu di kecup pelan dahi putrinya. Ia akan membawa anaknya bertemu sang ayah.

KaleymaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang