Jam lima sore lewat semenit aku tiba di rumah. Memarkir sepeda di garasi samping rumah. Setelah mengambil kunci dari bawah pot tanaman bunga di atas pagar pembatas kayu beranda, aku pun bergegas masuk begitu pintu terbuka.
Setelah menaruh sepatu di rak, aku segera menuju dapur. Mengambil sebotol air mineral dingin. Meneguk habis setengah isi botol itu dan menaruhnya kembali di kulkas.
Sehabis mandi dan berganti baju, aku pun segera memasak ramen karena perutku sudah keroncongan. Lagipula memang sudah tiba jam makan malam. Aku bisa mati kelaparan kalau harus menunggu Okaa-san pulang.
Setelah perut kenyang, aku pun kembali ke kamar dan mengerjakan PR yang diberikan Hajime sensei. Lebih tepatnya semua buku PR milik Daiki. Sedangkan punyaku dia yang mengerjakan. Bahkan saat mengikuti ujian sekali pun.
BRUUUM!
Derum motor di depan rumah membuyarkan konsentrasiku. Karena penasaran, aku pun bangkit dari meja belajar dan menuju ke jendela kamar tidurku yang menghadap ke arah jalan depan rumah Okaa-san.
Sreeet...
Kusibak tepi gorden dan dengan hati-hati mengintip ke luar. Di bawah sana, kulihat Okaa-san sedang berdiri di samping pengendara motor. Karena memakai helm berkaca gelap, aku tidak bisa melihat wajah pengendara motor itu.
Mungkin hanya rekan kerja Okaa-san yang kebetulan arah rumah mereka sejalur. Karena itu, mereka pulang ke rumah berboncengan karena Okaa-san tidak punya motor. Biasa naik kereta saat berangkat maupun pulang dari tempat kerja.
Setelah Okaa-san masuk, aku bergegas turun ke bawah karena tidak sanggup membendung rasa penasaran. Aku pun segera bertanya begitu bertemu Okaa-san di dapur soal identitas pengendara motor misterius itu.
"Cuma pelanggan toko yang baik hati," jawab Okaa-san dengan nada lelah setelah meminum segelas air mineral. "Kenapa, Hiro-kun? Kamu tidak senang melihat Ibu dekat dengan seseorang?"
Aku mengedik bahu. "Tentu aku senang. Sudah cukup lama Okaa-san tidak pernah dekat dengan siapa pun."
Sejak kematian Otou-san 5 tahun silam, Okaa-san memutuskan kembali bekerja setelah 17 tahun hidup sebagai ibu rumah tangga karena uang asuransi dari perusahaan Otou-san tidak cukup untuk menunjang kelangsungan hidup kami.
Aku pernah mencoba ikut bekerja part-time sebagai penjaga toko buku. Alih-alih mendukung, Okaa-san malah melarangku. Okaa-san bilang tugasku hanya sekolah dan belajar. Sementara soal memenuhi kebutuhan hidup merupakan tanggung jawab beliau.
Okaa-san menghela napas panjang, lantas tersenyum senang. "Sudah makan malam, Hiro-kun?"
Aku mengangguk. "Makan Ramen. Okaa-san mau?"
"Ibu bisa bikin sendiri. Kamu belajar saja. PR-mu belum selesai semua, kan?"
"Masih kurang lima soal. Tapi..."
Okaa-san sontak mendongak dari halaman koran yang dia bawa dari tempat kerja. Okaa-san selalu membaca koran setiap baru pulang kerja. Bukan ketika sarapan pagi sebelum berangkat kerja.
"Hiro-kun, apa mereka masih suka menganggumu?" tanya Okaa-san geram saat aku menjeda ucapanku.
"B-bukan masalah itu, Okaa-san."
Okaa-san bergumam sambil mengamati wajahku. "Hmm ... pasti ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dari Ibu. Jadi apa itu, Hiro-kun?"
"A-apa Okaa-san pernah jatuh cinta?" jawabku bingung harus mulai dari mana menjelaskan perasaan ganjilku. "Maksudku, bagaimana perasaan Okaa-san saat sedang jatuh cinta?"
Senyum jenaka mengintip di sudut bibir Okaa-san. "Apa jantungmu berdegup kencang setiap kali bertemu orang itu?"
Aku mengangguk.
"Pipimu terasa panas saat dia menatap matamu?"
Aku kembali mengangguk.
"Kala dia menyentuh kulitmu, kamu merasa seperti ada ribuan kupu-kupu beterbangan di perutmu?"
Kali ini anggukanku makin cepat karena memang benar begitu yang kurasakan ketika berada di dekat Eiji sensei.
"Begitulah apa yang Ibu rasakan saat pertama kali bertemu ayahmu," tutup Okaa-san dengan nada penuh rindu mengenang masa indah itu.
Karena tidak ingin melihat Okaa-san sedih, aku pun tidak lagi membahas masalah itu dan segera kembali ke kamar tidurku setelah pamit untuk melanjutkan mengerjakan PR-ku.
Tapi masih ada satu hal yang mengganjal benakku. Okaa-san tidak tahu--atau belum tahu--kalau orang yang sudah menjerat hatiku adalah seorang pria.
Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Okaa-san seandainya tahu kalau aku sedang jatuh cinta dengan Eiji sensei. Guru olahragaku.
*tbc*
Jangan lupa vote dan komen, ya. Makasih udah mampir^^
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE [BL]
Short Story21+ Boyslove . . . Kupikir, Eiji sensei menyukaiku. Akan tetapi aku salah, dia mencintai Okaa-san dan mereka akan segera menikah. Apakah aku harus menyerah? Atau tetap berjuang menaklukan hati lelaki itu? Namun, bagaimana dengan perasaan Okaa-san...