7

54 6 0
                                    

Sejak acara makan malam itu, aku merasa seperti tinggal di neraka. Batinku tersiksa setiap melihat kemesraan mereka. Jadi setiap Eiji sensei datang ke rumah, aku selalu mencari alasan untuk bisa keluar rumah.

"Mau ke mana?" tanya Okaa-san saat memergokiku sedang mengambil sepatu bepergian di rak depan pintu. "Apa ada urusan sepenting itu sampai harus pergi sekarang?"

"Ada tugas kelompok, Okaa-san. Besok sudah harus dikumpulkan atau aku akan kena hukuman," karangku sambil mengikat tali sepatu. "Gomenasai, Okaa-san. Aku sudah telat sekarang. Aku berangkat."

"Hiroshi-kun," panggil Eiji sensei menghentikan gerakan tanganku yang hendak membuka pintu. "Aku bisa antar kamu ke rumah temanmu."

Tanpa sadar, aku mengumpat pelan. Kalau aku biarkan lelaki itu mengantarku, dia pasti tahu soal tugas kelompok itu bohongan. "T-tidak usah, sensei. Aku bisa sendiri, kok. Toh, rumahnya juga dekat. Lagipula, anda kemari untuk bertemu ibuku, kan? Aku hanya akan menganggu kalian saja kalau tetap berada di rumah."

Okaa-san tergelak mendengar alasan konyolku. "Kau bicara apa sih, Hiro-kun? Tentu saja itu tidak benar. Kami senang kok, kalau ada kamu di rumah."

Eiji sensei mengangguk setuju. "Sebagai keluarga kita harus saling berbagi dan mengasihi. Dan mulai sekarang, kamu harus membiasakan diri memanggilku Otou-san. Sebulan lagi aku bukan saja gurumu, tapi juga akan menjadi ayah barumu."

Kepalaku menunduk saat lelaki itu mengacak-acak rambutku dan tanpa izin segera menarik tanganku. Dadaku masih terasa sesak setiap kali melihat cincin emas di jari manis Eiji sensei. Bukti bahwa dia sudah menjadi milik orang lain.

"Jadi di mana rumah temanmu?" tanya Eiji sensei sambil menoleh ke kanan-kiri. "Dari tadi kita hanya berputar-putar saja. Jangan-jangan kita sudah kesasar lagi."

Kuangkat kepalaku dari punggung lebar dan hangat lelaki itu. Lantas mengedar pandangan ke setiap barisan rumah di kedua sisi jalan yang kami lewati. "Sepertinya kita sudah kelewatan jauh, deh."

Eiji sensei menggeram menahan kesal. Tapi bukan merasa takut, aku malah bergairah mendengar suara geraman jantan itu. "Kenapa kamu tidak bilang saat motor kita melintas di depan rumah temanmu?"

Aku terkekeh sambil menggaruk tengkuk dengan pipi merona. "Aku ... ketiduran, Otou-san," sahutku separuh berbohong dan dari pantulan kaca spion motor, kulihat seulas senyum di bibir Eiji sensei.

"Kita balik ke rumah saja. Lagipula percuma belajar kelompok kalau kamu sedang mengantuk," saran lelaki itu sambil memutar arah.

"Tapi, aku tidak mau kena hukuman besok," protesku sambil memasang wajah cemberut.

"Siapa sensei yang sudah kasih tugas kelompok itu? Ayah akan coba bicara untuk memberikan keringanan hukumanmu," sahut Eiji sensei sambil menengok ke arahku saat motor kami berhenti di depan zebracross di mana banyak orang sedang menyeberang jalan.

"Apa anda sedang merayuku untuk memberikan restu agar bisa menikah dengan ibuku?" tuduhku dengan perubahan sikap lelaki itu.

Eiji sensei terbahak. "Apa aku tampak seperti itu? Sedang berusaha merayumu?"

Kukedik bahu. "Aneh saja. Kenapa anda baru berusaha ingin menolongku sekarang? Bukan dari dulu saat anda belum bertunangan dengan ibuku. Sangat mencurigakan tahu."

"Kupikir, ayah sudah bersikap baik kepada siapa pun sepanjang waktu," timpal Eiji sensei sambil kembali melajukan motor saat lampu lalu lintas sudah berganti warna. "Jadi siapa nama sensei itu?"

Bibirku mencebik. "Anda tidak perlu tahu. Aku tidak butuh bantuan yang hanya ingin mengambil keuntungan dariku."

Eiji sensei mengedik bahu. "Oke, kalau itu maumu. Ayah jadi tidak sabar ingin menontonmu pingsan besok pagi setelah lari memutari lapangan sebanyak sepuluh kali putaran."

Perlahan, kugerakkan tanganku memeluk perut Eiji sensei. Kemudian kusandarkan kepala ke punggung lebar dan hangat itu saat kurasakan dia tidak keberatan dengan perbuatanku. Oh, betapa nyaman kalau bisa tidur dalam pelukan hangat lelaki itu.

*tbc*

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen. Makasih udah mampir^^

LIMERENCE [BL] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang