Begitu masuk ke kelas pagi itu, Kaoru langsung berlari menghampiriku. "Hiro-kun, kau sudah dengar belum kabar soal pertunangan Eiji sensei?" tanya Kaoru begitu sudah duduk di sampingku.
Aku mengangguk tanpa minat. "Sudah dari seminggu lalu. Dan coba tebak, siapa calon tunangan wanita lelaki itu."
Koaru menggeleng. "Siapa?"
"Okaa-san," sahutku datar dan cukup puas saat kulihat Kaoru memekik kaget. Lantas segera membekap mulut dengan tangan ketika mendapati lirikan tajam para siswi yang ada di kelas kami.
"Pantas saja belakangan ini kau sering main ke rumahku," balas Kaoru dengan suara pelan. "Lantas bagaimana dengan perasaanmu? Rasanya pasti tidak nyaman tinggal serumah dengan lelaki itu sambil terus memendam perasaanmu."
Aku mengangguk setuju. "Sangat tidak nyaman, kau tahu. Hatiku selalu sakit ketika tanpa sengaja kupergoki mereka sedang berciuman. Mungkin hatiku akan hancur jika suatu saat kulihat mereka sedang asik bercinta di ranjang."
Kaoru mengusap lembut punggungku yang semakin merendah ke arah meja. Menaruh kepalaku di antara lipatan tangan yang menekuk rapi di atas meja. "Kau bisa menginap di rumahku sementara waktu sampai suasana hatimu membaik."
"Tapi, mereka pasti curiga kalau aku pergi dari rumah. Aku tidak mau membuat Okaa-san khawatir," tolakku sambil terus menyembunyikan wajah di lipatan tangan. "Aku tidak bisa terus melarikan diri dari mereka."
"Kau ini masokis sekali, Hiro-san. Jalan keluar dari masalah ini hanya satu, kau harus berani jujur ke ibumu atau utarakan perasaanmu pada calon ayah tirimu."
"Bagaimana kalau dia menolakku?"
"Mudah saja, lupakan lelaki itu. Lagipula tidak ada gunanya terus mempertahankan seseorang yang tidak mengharapkan kehadiranmu. Masih banyak lelaki baik hati di luar sana yang bisa menerimamu apa adanya."
Kuhela napas berat. "Akan kucoba saranmu, Kao-kun. Tapi jangan membenciku kalau aku tidak bisa mengusir Eiji sensei dari kepalaku."
"Terserah kau saja. Silakan kalau memang ingin terus hidup menderita, aku tidak akan melarangmu," putus Kaoru final mengakhiri obrolan kami pagi itu karena bel masuk sekolah sudah berdering.
Tanpa terasa hari sudah beranjak sore, bel pulang sekolah pun berdering. Entah kenapa firasatku jadi tidak enak saat kuingat ada satu jawaban PR milik Daiki yang salah. Karena aku teledor saat sedang menulis soal sehingga ada satu angka yang tertukar.
"Pasti ulah Daiki," tebak Kaoru sepemikiran denganku ketika mendapati ban sepedaku kempes. "Dasar berandal tidak tahu terima kasih. Selalu saja bikin masalah. Lain kali jangan mau mengerjakan PR milik dia, Hiro-san. Biar tahu rasa sekalian."
Aku tertawa dalam hati mendengar makian Kaoru yang hanya berani bicara di belakang. "Tidak apa-apa, Kao-kun. Aku bisa pulang jalan kaki."
"Tapi, jarak sekolah dengan rumahmu ja--"
"Kenapa dengan sepedamu, Hiroshi?" tanya Eiji sensei tiba-tiba sudah berdiri di belakang kami. "Bannya bocor?"
Aku mengangguk malas. "Sepertinya tanpa sengaja sepedaku sudah melindas paku saat berangkat sekolah tadi pagi."
"Hmm ... oke, kau bisa pulang bersamaku kalau mau," tawar Eiji sensei sambil mengangsurkan satu helm padaku.
Aku menatap Kaoru dengan sorot tidak enak hati karena kami biasanya pulang sekolah bareng sambil naik sepeda. Selain itu aku juga sedang menjaga jarak agar tidak begitu dekat dengan Eiji sensei. Tapi kenapa hatiku bersorak saat lelaki itu mengajakku?
"Gomenasai, Kao-kun. Kau tidak apa-apa kan, pulang sendiri?"
Kaoru mendengus sinis. "Aku bukan anak kecil, Hiro-san. Aku tidak akan diculik kalau pulang ke rumah sendirian."
Kuhembus napas lega meski tahu Kaoru sangat kesal dengan keputusanku. "Arigatou, Kao-kun. Kau memang teman paling baik dan pengertian."
"Jadi, kapan kita pulang?" tanya Eiji sensei ketika sepeda Kaoru sudah meninggalkan pelataran parkir sekolah.
"Bagaimana dengan sepedaku? Apa tidak akan hilang kalau kita tinggal begitu saja?"
"Di sini aman, kok. Lagipula ada CCTV di sebelah sana," sahut Eiji sensei sambil menunjuk ke satu sudut di atap pelataran parkir itu yang sudah mulai sepi. "Jadi kalau sepedamu hilang besok pagi, kita bisa periksa rekaman CCTV."
Karena sudah kehabisan alasan untuk mengulur waktu, aku pun segera naik ke jok belakang motor lelaki itu setelah memasang helm. Tak lama kemudian, motor kami pun segera meluncur pulang ke rumah.
*tbc*
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen. Makasih udah mampir^^
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE [BL]
Short Story21+ Boyslove . . . Kupikir, Eiji sensei menyukaiku. Akan tetapi aku salah, dia mencintai Okaa-san dan mereka akan segera menikah. Apakah aku harus menyerah? Atau tetap berjuang menaklukan hati lelaki itu? Namun, bagaimana dengan perasaan Okaa-san...