Seminggu sebelum pesta pernikahan Okaa-san dan Eiji sensei, Ojii-san dan Obaa-san serta semua paman dan bibiku datang ke rumah. Meski kami sudah mengatur semuanya dengan cermat seperti memakai jasa katering untuk keperluan konsumsi maupun menyewa gedung resepsi setelah acara pemberkatan di kuil. Tapi tetap saja mereka ingin membantu mempersiapkan pesta pernikahan.
"Kamu bisa pindah ke rumah ayah saja kalau merasa terganggu di sini," usul Eiji sensei sambil tersenyum geli saat melihat mata pandaku. "Tidak bisa tidur lagi semalam?"
Aku menguap. "Yah, berisik sekali di sini seperti kandang sapi. Kenapa mereka tidak datang saja saat hari pernikahan kalian? Tidakkah mereka sadar rumah terlalu kecil untuk menampung mereka semua."
Eiji sensei tertawa. "Mau pergi ke dokter? Barangkali mereka bisa membantumu tidur nyenyak. Kamu tampak seperti kurang cukup istirahat belakangan ini."
Bukankah itu tujuan dari aku begadang setiap malam sejak kami selesai mengantar kartu undangan itu. Yah, bukan karena aku sedang mengejar materi pelajaran sebab sering izin tidak masuk. Tapi, aku kasih tahu nanti saja. Sekarang bukan waktu yang tepat.
Aku pun setuju dan kami segera berangkat ke klinik terdekat naik motor. Karena sedang sepi, jadi aku bisa cepat masuk tanpa menunggu lama.
Setelah berkonsultasi, dokter pun memberikan resep obat padaku. Keluar dari ruang periksa, Eiji sensei segera menghampiriku dan menanyakan hasil diagnosa kesehatanku.
"Masih cukup aman. Meski bisa bertambah parah kalau terus dibiarkan," jawabku sambil menunjukan resep obat itu ke Eiji sensei. "jadi, aku harus memperbaiki pola tidur dan mengkonsumsi obat terkutuk ini."
Eiji sensei tertawa melihatku memasang wajah ingin muntah. "Oke, kita langsung ke apotek?"
Kukedik bahu. "Langsung ke apotek saja. Aku ingin bisa segera pulang dan tidur ke rumah. masih agak mengantuk, nih."
Setelah menebus resep obat itu di apotek, kami segera meluncur pulang. Aku pamit pergi ke kamar begitu kami sampai di rumah.
Dari jendela kamar tidurku, bisa kulihat Eiji sensei sedang sibuk mendekor halaman samping rumah dengan lampu hias. Lalu mengirim pesan dengan memakai akun milik ayano yang sudah berhasil kuretas.
Di bawah sana, lelaki itu tampak tidak peduli dengan dering notif pesan yang kukirim. masih tampak sibuk memasang lampu kecil warna-warni di sepanjang pagar bagian samping rumah kami.
Aku pun tidak menyerah. Kali ini kutelepon nomor kontak lelaki itu. namun sama saja, tidak diangkat. Dia tuli atau apa? Oke, mungkin dia hanya sedang tidak ingin diganggu.
"Siapa yang menelepon?" tanya Okaa-san yang dari arah pintu geser samping rumah sambil membawa sepiring irisan semangka segar.
Eiji sensei mengedik bahu. "Orang iseng mungkin. Tidak tahu apa kalau aku sedang sibuk mengurus persiapan pernikahan kita."
"Kau bisa santai sebentar. Banyak bala bantuan kita di sini. Jadi, kenapa tidak kau angkat panggilan itu? Bisa jadi ada kabar penting yang harus segera kamu tahu," sahut Okaa-san sambil menyodorkan satu iris buah semangka ke mulut Eiji sensei yang langsung melahap tanpa ragu.
"Bagaimana?" tanya Okaa-san sambil menunggu Eiji sensei menelah buah semangka itu.
"Sugoi!" puji Eiji sensei dengan senyum lebar dan acungan satu jempol tangan.
Okaa-san menggeram lantas mencubit keras lengan Eiji sensei. Meski lelaki itu tampak kesakitan, tapi malah kegelian. "Bukan soal semangka itu. Tapi panggilan dari ponselmu. Semoga bukan kabar buruk."
"Cuma ajakan makan siang bersama," sahut Eiji sensei setelah melirik sekilas ke layar ponselnya.
"Dengan?"
Eiji sensei menghela napas berat. "Mantan pacarku."
Setelah jeda hening cukup lama, Okaa-san pun berkata. "Ada perlu apa dia denganmu?"
"Dia cuma kirim pesan ajakan makan siang saja," balas Eiji sensei menunjukan layar ponselnya ke depan Okaa-san. "Aku tidak akan pergi kalau kau melarang."
Okaa-san tertawa. "Kau bebas pergi ke mana pun dan dengan siapa pun selama kau terus mengingat janjimu untuk selalu setia padaku. Jangan terlalu mengekang sesuatu kalau kita tidak ingin mereka kabur."
"Aku segera kembali," pamit Eiji sensei sambil mengecup kening Okaa-san. "Aku akan pulang sebelum jam makan malam. Jadi pastikan kau sisakan satu porsi untukku."
Aku segera turun ke lantai bawah dan menuju garasi untuk mengambil sepedaku. Untung saja ban sepedaku sudah ditambal. Jadi sekarang bisa kugunakan.
"Mau ke mana, Hiro-kun?" tanya Obaa-san saat melihatku sedang menuntun sepeda sebelum kukayuh setelah keluar dari pintu pagar.
"Mengerjakan tugas kelompok, Obaa-san," sahutku sambil mengayuh pedal sepedaku sekuat tenaga. Berusaha mengejar motor Eiji sensei yang sudah melesat jauh di depan sana.
*tbc*
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE [BL]
Short Story21+ Boyslove . . . Kupikir, Eiji sensei menyukaiku. Akan tetapi aku salah, dia mencintai Okaa-san dan mereka akan segera menikah. Apakah aku harus menyerah? Atau tetap berjuang menaklukan hati lelaki itu? Namun, bagaimana dengan perasaan Okaa-san...