Karena semalam baru bisa tidur saat menjelang fajar, aku pun ketiduran di kelas dari pagi dan baru bangun saat bel jam istirahat makan siang. Dengan tampang masih mengantuk berat, kukunyah bento--meski kadang sambil menguap--karena aku tidak mau jatuh sakit karena telat makan.
"Semalam ke mana saja? Tumben dari pagi sudah tidur di kelas," kata Kaoru sambil menatapku dengan sorot khawatir. "Tapi ada untungnya juga sih, kau jadi tidak dihukum sensei mengerjakan PR di luar."
Aku mengangguk setuju. "Nanti sepulang sekolah aku pinjam buku catatanmu, ya."
"Boleh. Sekalian kerjakan PR-ku," tawar Kaoru sambil terkekeh begitu melihat mataku melotot dengan mulut mendengus kasar. "Aku hanya bercanda, oke? Jangan serius begitu."
"Pergi ke taman hiburan dan baru pulang ke rumah menjelang tengah malam," jawabku jujur setelah memutar bola mata mengabaikan kelakar Kaoru.
Kaoru segera menelan bento-nya dengan cepat tanpa dikunyah halus. "Pergi bersama Eiji sensei?" tanya Kaoru penasaran.
"Yah dan dua gadis kecil putri mantan pacar calon ayah tiriku. Mengejutkan sekali, bukan?"
"Mereka masih berteman meski sudah putus?"
"Mungkin saja. Mereka kelihatan cukup akrab semalam," sahutku sambil mengedik bahu. "Tidak seperti kebanyakan mantan pasangan yang pura-pura tidak saling mengenal saat bertemu di jalan."
Tiba-tiba sebuah suara menimbrung dalam obrolan kami. "Kalian sedang membicarakan siapa?"
Aku dan Kaoru sontak menoleh ke sumber suara itu dan terpekik kaget begitu mendapati Eiji sensei sudah berdiri di samping bangku kami.
"Boleh bergabung?"
Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu langsung menarik satu kursi mendekat ke meja kami dan memilih duduk tepat di hadapanku.
"T-tentu, mari silakan," sambut Kaoru dengan suara gagap seperti Matsuo yang tertangkap basah sedang memutar video anime hentai Boku no Pico di ponsel saat jam pelajaran berlangsung. "S-sensei tidak makan di kantin?"
"Semua meja penuh. Pasti akan butuh waktu lama kalau harus menunggu ada meja kosong," sahut Eiji sensei mengabaikan gelagat gugup Kaoru. Memilih beralih memandangku yang masih duduk santai. Lagipula, kami sudah cukup umur untuk melakukan apa pun yang kami suka.
"Lantas kenapa sensei memilih makan di sini?"
"Karena ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Hiroshi-kun," kata lelaki itu masih terus memaku mata ke arahku.
"Oh, oke. Aku bisa makan di bangku lain. Permisi," pamit Kaoru sambil mengangkat kotak bekalnya dan pindah duduk ke bangku di barisan belakang.
"Jadi, apa itu?" tanyaku setelah mengedar pandang ke sekitar ruang kelas dan menangkap beberapa pasang mata segerombolan siswi yang menatap curiga ke meja kami. Huh, sial. Pasti akan jadi bahan gosip mereka.
"Onigiri," sahut Eiji sensei sambil menyodorkan satu potong nasi kepal berselimut lembaran rumput laut ke seberang meja. "Kau mau?"
Aku lekas menggeleng. Mulai risih dengan tatapan jijik para siswi di bangku pojok depan dekat pintu masuk, seolah baru melihat kotoran sambil sesekali menunjuk ke arahku. "Maksudku, alasan sensei datang ke kelasku."
Eiji sensei berdeham. Lantas menarik kursi merapat ke meja dan mencondongkan badan mendekat ke arahku. Membuatku harus berjuang keras menahan dorongan agar tidak berjengit mundur. Huh, apa ini tidak terlalu dekat?
"Hiroshi-kun? Hoi, kau di sana?" panggil Eiji sensei sambil mengibas-ibas tangan di depan mataku yang mengedip spontan seperti baru tersadar dari pengaruh hipnotis. "Kau melamun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE [BL]
Short Story21+ Boyslove . . . Kupikir, Eiji sensei menyukaiku. Akan tetapi aku salah, dia mencintai Okaa-san dan mereka akan segera menikah. Apakah aku harus menyerah? Atau tetap berjuang menaklukan hati lelaki itu? Namun, bagaimana dengan perasaan Okaa-san...