Part 45

6.4K 426 49
                                    

Matahari belum muncul saat segerombolan remaja berjalan menyusuri koridor bandara yang sedikit lengang. Beberapa pengunjung bandara yang duduk di kursi bandara menatap mereka dengan sedikit aneh.

Bagaimana tidak? 2 dari 15 remaja itu ke bandara mengggunakan piyama. Muka bantal bereka jelas menjadi bukti jika keduanya diseret paksa ke bandara dari rumah sebelum melanjutkan tidur mereka di pesawat. Namun sayang, yang ditatap seperti itu tidak sadar atas perlakuan yang mereka terima.

Seorang pria dengan pakaian formal berjalan menghampiri mereka saat melihat salah satu remaja dengan mata setengah terpejam disana. Dengan sigap, pria itu menunjukkan dan memimpin jalan menutu pintu keluar dimana 3 buah SUV dan sebuah sedan menunggu.

"Naik sana. Serah kalian mau di mobil yang mana," ucap Gracia yang masuk kedalam sedan, meninggalkan teman-temannya yang tampak bingung. Gracia sendiri terlalu mengantuk jika harus mengurusi hal spele seperti ini.

"Udah kalian masuk sana. Nom, lo sama Gracia gih," ucap Shania yang memberikan kopernya pada seorang bodyguard untuk dimasukkan ke bagasi. Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati hanya ada 3 orang bodyguard yang bararti mobil Gracia tidak memiliki bodyguard.

"Ogah gue," balas Naomi yang masuk kedalam mobil yang sama dengan Elaine, Anin, Okta, Mario, dan Frans. Ia menghindari semobil bersama Zara, Ariel, dan Eve. Sementara Nabilah dan Gaby semobil dengan Dhiska dan Dhika.

"Dasar," gerutu Shania. Ia menatap datar pada pilihan mobil yang tersisa. Mengapa harus dirinya yang semobil bersama Zara, Ariel, dan Eve?

Setelah semuanya siap, keempat mobil itu melaju meninggalkan area bandara untuk selanjutnya menuju tempat tujuan mereka yang berada di daerah utara bandara. Namun, baru saja keempat mobil itu keluar bandara, mobil yang dinaiki Gracia berpisah. Ini sontak membuat Shania panik. Jika Gracia hilang, dirinya pasti dicincang Yona.

Gracia yang sudah berpesan kepada sang supir kini memejamkan mata, menikmati alunan lagu yang sejak tadi ia dengarkan. Namun, sebuah panggilan masuk di ponselnya membuat lagu yang ia dengarkan melalui airpodsnya terjeda.

"Halo,"

"Udah sampe? Gimana Bali?"

"Udah. Ya gak gimana-gimana. Kamu tau kan ini masih jam 3 pagi?" gerutu Gracia, menatap keluar jendela. Memang, masih cukup ramai untuk dini hari seperti sekarang.

"Gak usah sebel. Nanti kamu dibully lagi loh,"

"Ya bully aja. Langsung aku depak dari resort nanti," balas Gracia, "Kamu besok ke Jepang, nomer pesawatnya berapa?"

"CX 798 sama CX 520...Ge,"

"Hm?"

"Maaf,"

"Gak apa, santai aja. Salah aku juga sih ngeplannya dadakan,"

Gracia diam. Ia merasa bersalah. Karena dirinya, Shani justru tidak bisa ikut liburan bersamanya. Ia tersenyum saat menemukan apa yang ia cari. Telur gulung. Tanpa memutus panggilannya, ia turun dan menghampiri lelaki yang menjual telur gulung.

"Bang, telur gulungnya masih ada?" tanya Gracia, "Satu ya, bang,"

"Ge, seriusan? Telur gulung jam 2 pagi?!"

Gracia menerima telur gulung panas yang baru saja matang dari penjual. Setelah memakannya, ia diam ditempat. Ia diam mendengarkan Shani yang mengomelinya. Dirinya masih fokus pada telur yang ada dimulutnya sebelum menoleh pada penjual telur gulung yang ia makan.

"100 tusuk, ada? 100 ya, tapi dibuat agak asin dikit," ucap Gracia yang kembali memakan telur gulung ditangannya.

"Ge,"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang