Part 48

6.1K 431 94
                                    

Matahari bergerak semakin meninggi. Suara klakson terdengar seolah saling bersahutan di jalanan yang tampak padat. Beberapa pengendara kendaraan roda dua dengan santai memotong jalan dan meliuk-liuk di sela kendaraan roda empat. Pemandangan yang sangat wajar di ibukota.

Dua orang remaja sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing di dalam mobil mewah yang terjebak macet di jalan protokol. Seorang lelaki yang duduk di sisi kanan sibuk memakai kaos kaki dan boots kulitnya. Sementara gadis disampingnya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti alunan music.

"Lo ngapain sih beli baju ginian? Lo sehat?" bingung Brandon saat ia salah ambil belanjaan Gracia. Niatnya adalah setelan jas yang ia letakkan didalam tas kertas bersama dengan belanjaan Gracia lainnya.

"Menurut lo kenapa gue beli baju gituan?" tanya Gracia dengan aneh sebelum menarik turun kerah pakaian yang ia pakai, menunjukkan kenang-kenangan dari Shani yang membuat style fashionnya terganggu kesekian kalinya.

Ekspresi Gracia berubah saat Brandon terbahak. Dengan kesal, ia menarik rambut buaya yang masih tertawa ini. Bagaimana bisa kakaknya ini tertawa di atas penderitaannya? Kakak macam apa ini?

Tidak butuh waktu yang lama, Gracia menghentikan mobilnya. Untungnya, Brandon telah memakai sepatu dan jas yang tadi ia belikan. Ia membawa satu tas belanjaannya yang berisikan blazer dan celana kainnya, tak lupa dus sepatunya. Gracia mengangguk saat mendapatkan sapaan dari petugas valet yang akan mengurus dan memarkirkan mobilnya.

"Ayo masuk," ajak Gracia saat Brandon terlihat canggung. Gracia bisa mengerti sedikit kecanggungan Brandon. Dengan santai, ia melangkah menuju resepsionis. Dirinya dengan status yang berada di bawah Daviant saja masih sering disalah kira sebagai bocah nyasar, bagaimana dengan Brandon?

"Ambilkan satu id card tamu," ucap Gracia yang menunduk, menggaruk kelingking kakinya yang tiba-tiba saja gatal.

"Siapa sih nyuruh-nyuruh," decak seorang pegawai resepsionis. Ia melihat seorang remaja dengan pakaian rumahan yang menunduk menggaruk kaki, "Security!"

"Natalia, ini anak buah lo kenapa gak bener mulu sih," gerutu Gracia yang masih menggaruk kakinya.

Gracia diam mendengarkan celetukan petugas resepsionis didepannya ini. Memang, petugas resepsionislah yang paling sering keluar masuk HRD dan paling sering diganti. Hanya Natalia yang masih setia mendiami counter resepsionis. Itupun karena Natalia adalah mantan manager divisi personalia yang ia mutasi ke bagian resepsionis untuk mengawasi pegawai resepsionis yang sering bermasalah.

"Pak, tolong bawa ini anak keluar,"

"Maaf, mbak, sep-"

"IKE! KE HRD SEKARANG!" tegur wanita dalam balutan pakaian formal berwarna kelabu, Natalia. Dalam hati ia menggerutu karena bisa saja calon bos kantornya ini menceramahinya karena tidak bisa mengajari petugas resepsionis dengan baik. Huh.

"Oh, biarin aja harusnya. Jadi, bisa langsung saya pecat," kekeh Gracia, "Kasih nih cowok id card tamu dan ajak dia keliling. Suruh Lukas ke ruangan saya 10 menit lagi,"

"Dan, lo. Gak usah godain nih tante-tante. Gue ada urusan sampe agak sorean. Tanya aja ke Natalia kalo ada tanya tentang struktur dan blablabla apapun itu," putus Gracia sebelum pergi menuju lift untuk pergi di ruangannya.

Gracia segera masuk kedalam ruangannya. Ia melihat meja Ikha yang tampak berantakan. Banyak berkas yang bertebaran disana. Pantas saja tugasnya hanya perlu tanda tangan dan hal-hal sederhana lain. Ikha telah menyelesaikan dan mengatur hal-hal tidak penting lainnya. Tidak salah ia memilih Ikha sebagai sekretarisnya.

"Miss Gracia?" linglung Ikha yang keluar dari kamar mandi.

"Kamu selesaikan pekerjaan kamu dulu. Kita akan pergi ke kantor sebelah habis ini," kekeh Gracia, "Oh ya, tanyakan pada Norman tentang rapat pemegang saham di Natio Group,"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang