Part 37

7K 453 122
                                    

Malam berlalu dengan cepat. Bulan yang sebelumnya menaungi langit kini berganti dengan matahari. Sebuah jam analog di dashboard sebuah mobil menunjukkan pukul 06.55 saat sebuah SUV hitam keluar dari sebuah gedung perkantoran. Didalamnya ada seorang gadis dengan seragam berupa kemeja putih rok kotak-kotak biru hitam selutut yang tampak sibuk mengutak atik ponselnya.

Seorang lelaki yang mengemudikan SUV itu sesekali melirik tingkah remaja dibelakangnya yang seperti gelisah karena terlambat mengikuti ujian. Keadaan jalan yang ramai membuat lelaki itu tidak berani mengalihkan fokus dari jalan didepannya. Kesal melihat tingkah anak bosnya yang seperti itu, lelaki itu memilih angkat suara.

"Gre, please, lo diem gitu gak bisa apa?" tanya lelaki di balik kemudi, Lukas.

"Lo diem aja! Nyetir lo cepetan dikit gitu gak bisa apa? Gue udah telat ini," sembur Gracia yang kini sibuk memasang dasi seragamnya, walau hasil akhirnya jauh dari kata baik. Ya. Gracia tidak bisa memasang dasi.

"Salah lo sendiri jam segini baru keluar kantor! Lo lupa kalo kita ada di Jakarta?" sembur Lukas yang berujung pada pukulan yang cukup keras di kepalanya dengan ponsel Gracia, "SAKIT BEGO!"

"Gue anak bos lo, Lukas! Lo mau gue pecat pake ngata-ngatain gue, hah?!" kesal Gracia yang tidak terima dengan kata terakhir yang keluar dari mulut Lukas.

"Lo lupa gue juga asisten kepercayaan bokap lo?!" Kesal Lukas yang menghela napas sebelum akhirnya mempercepat laju mobil yang ia kemudikan. Bombardier klakson terdengar mengiringi laju mobil hitamnya itu, "Sekolah lo masuk jam berapa sih emangnya?"

"Ngapain lo tanya-tanya?" sinis Gracia yang memilih memakai blazernya setelah selesai memakai ikat pinggangnya.

Lukas yang sadar jika ini adalah kesalahannya langsung mengeluarkan ponsel berwarna chrome dari saku kemejanya. Ia sadar jika Gracia emosi karena dirinya. Untungnya, ia menyimpan kontak kekasih bosnya ini, Shani. Tanpa menunggu, ia langsung menelpon gadis yang 8 tahun lebih muda darinya itu.

"Halo, ini gue, Lukas. Gue mau tanya nih, sekolah lo masuk jam berapa?" tanya Lukas yang masih mempertahankan kecepatan mobilnya di angka 70 km/jam di jalanan yang lumayan ramai.

"..."

"Hah? 7.30? Ada acara apa kok masuknya pagi banget?" tanya Lukas yang merasakan kepalanya berdenyut seketika saat tahu event yang membuat Gracia mencak-mencak sepagi ini, UAS.

"..."

"Masuk kok. Tapi telat kayanya. Ini dia lagi ngamuk dibelakang," balas Lukas yang melirik Gracia yang memberengut karena ulahnya.

"LO TELFON SIAPA HAH?! SELINGKUHAN LO?!" ucap Gracia dengan lantang yang tersampaikan pada Shani di sebrang, membuat Shani tertawa pelan.

Lukas mencoba bersabar dengan kebar-baran Gracia yang meningkat berkali lipat. Ia langsung melempar ponselnya ke Gracia yang membuat malaikat penyelamatnya meringis karena ponsel itu mengenai tepat di kepalanya. Sesuai permintaan Shani untuk membiarkannya menghandel Gracia dengan berbicara langsung kepadanya.

Gracia yang tidak tahu maksud Lukas dengan melemparinya dengan ponsel langsung membuka jendela disampingnya. Jika saja Lukas tidak menyadari ini dan tidak segera menutup jendela dari kontrol pusat di sampingnya, mungkin ia akan menangisi pagi ini karena kehilangan ponselnya.

"Ngapain lo tutup hah? Biar gue bantu buangin hp lo sini," kesal Gracia yang terus berusaha membuka jendela disampingnya.

"Daripada lo mencak-mencak kaya kuda lumping gitu, mending lo ngomong sama yang ditelfon. Dia mau ngomong sama lo," balas Lukas yang mencoba memaklumi sikap bosnya pagi ini. Sedewasa apapun ia dikantor, semenakjubkan apapun dia, Gracia tetap remaja yang juga memiliki fase-fase mood swing.

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang