Part 49

5.6K 433 105
                                    

Malam menjelang saat 2 remaja duduk bertopang dagu di meja makan. Keduanya saling diam dengan mata tertuju pada seorang wanita yang sibuk berkutat di dapur dibantu seorang remaja lain. Aroma harum masakan tercium kuat. Senyum lebar terpatri di wajah remaja laki-laki yang duduk dengan lemas. Ia mengenali aroma ini, aroma masakan khas China yang menjadi favoritnya.

Deru mesin kendaraan terdengar cukup keras. Derap langkah tegas terdengar seolah memenuhi rumah 3 lantai itu. Tatapan yang berbeda-beda jatuh pada seorang pria paruh baya yang datang dengan setelan jasnya.

Wajah bersih dengan rahang kokohnya memberikan kesan intimidasi yang kuat. Rambut hitamnya dipotong pendek dan rapi. Pria 175 senti itu melembutkan tatapannya saat melihat aktivitas di dapur dan ruang makan. Senyumannya timbul saat melihat wanita yang 16 tahun ini menjadi istrinya berkutat di dapur.

"Gak usah senyum-senyum kaya orang gila. Buruan mandi!" tegur Yona yang masih fokus pada penggorengan didepannya, "Gracia mana?"

"Tadi dia beli bensin dulu katanya," jawab Davy yang membuka kulkas, mengambil air dingin yang selalu ada disana. Walau kadang mengabaikannya, Yona masih memperhatikan kebutuhannya. Air dingin ini contohnya. Dingin yang tidak terlalu menyengat membuktikan jika air ini baru menghuni kulkas 1-2 jam lalu. Perlahan, dituangnya air botolan itu kedalam gelas.

"Kalian gak balik bareng?" todong Yona yang digelengi suaminya dengan jujur, "Shani, kamu lanjutin ya. Bentar lagi udah mateng kok. Tinggal angkat,"

Tatapan Daviant jatuh pada remaja yang membantu Yona memasak. Perasaan aneh memenuhi hatinya saat ia melihat Shani yang sangat mirip dengan mendiang ibunya, Sandra. Ia tidak bisa melakukan apapun pada Shani karena jauh sebelum ini Yona sudah memperingatkannya. Ditambah lagi kedatangan anak biologisnya yang sedari tadi menunduk takut di meja makan. Kehadiran mereka berdua sangat tidak ia duga dan ia harapkan di kehidupannya.

Daviant menggeleng pelan. Ia tahu betul jika Yona yang senang dengan kehadiran keduanya, karenanya, dirinya tidak mempermasalahkan ini. Ia sadar jika Yona kesepian di rumah mereka karena dirinya yang sering mengurus pekerjaan di luar kota. Mungkin, beberapa rencananya harus berubah jika ia tidak ingin statusnya berubah menjadi duda.

Daviant pergi menuju kamarnya. Ia baru saja selesai melepas jasnya saat pintu kamar terbuka. Yona dengan kemeja putih dan celana kain hitam panjangnya masuk ke dalam kamar membawa segelas air yang tadi belum ia minum. Hanya dari pakaian Yona saja, dirinya bisa menebak jika istrinya ini baru saja tiba dirumah dan belum sempat beristirahat.

"Kenapa gak istirahat aja sih biar ART yang masak?" tanya Daviant. Sorot tajamnya benar-benar menghilang saat ia menatap Yona yang kini membantunya melepaskan dasinya, "Aku bayar ART full buat ngehandel semua kerjaan rumah, biar kamu gak kecapean,"

"Gak usah cerewet. Aku masak aja kamu jarang dirumah, apalagi yang masak ART. Bisa-bisa seisi rumah pada makan diluar semua," gerutu Yona, "Gracia gimana? Udah aku bilang jangan suruh dia ngerjain urusan kantor dulu, tapi masih aja! Aku gak mau ya dia masuk ICU lagi kaya kemaren,"

"Kemaren udah aku jelasin semuanya, Yon. Gak ada yang bisa aku percaya buat urusan-urusan penting selain Gracia. Cuma dia yang mampu ngehandel masalah itu," bela Davy. Ia duduk di tepi ranjang sebelum melepas fantofl hitam yang ia kenakan.

"Sama aja. Kamu suruh atau enggak, kalo ujung-ujung masuk rumah sakit ya itu jadi tanggung jawab kamu!" sewot Yona. Bicara dengan Daviant sedikit banyak mirip dengan bicara dengan Gracia. 70% kemungkinan akan berakhir dengan dirinya yang emosi, "Jangan buat aku harus ngobatin dan ngeliat anak-anak aku di rumah sakit aku sendiri, Vy,"

"Udah aku tawarin ke kamu juga kan? Keluar dan berhenti jadi dokter, Yon. Serahin rumah sakit ke aku, biar aku handel sekalian," jawab Daviant. Ditariknya Yona hingga istrinya duduk di pangkuannya. Tatapan Daviant sendu seketika. Ini menyulut rasa bersalah Yona.

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang