Part 50

6.7K 427 84
                                    

Hari berlalu. Suasana lapangan sekolah tampak sangat ramai dengan murid dengan seragam putih-hitam berbaris di lapangan. Beberapa lainnya yang mengenakan seragam SMA normal tampak melihat dari koridor, namun kebanyakan mereka terlihat cuek dengan keributan yang terjadi di lapangan. Kegaduhan pun terdengar keras memenuhi lapangan.

Seorang gadis dengan ekspresi datarnya berjalan melewati kerumunan. Sebagian wajahnya tertutupi masker. Telinganya pun tersumpal airpods. Ia mengenakan rok span hitam dengan kemeja putih polos. Nametag bertuliskan Shania Gracia menempel di dada kanan kemeja seragamnya. Ia tidak memakai dasi, juga ikat pinggang. Kakinya tertutupi kaos kaki pendek dan hanya mengenakan sandal jepit.

Disampingnya ada remaja dengan kemeja merah dan rok span hitam. Kacamata bertengger di wajahnya yang sebagian juga tertutupi masker. Langkahnya terhenti di sudut lorong. Ia menarik pelan kerah belakang sosok yang sedang dilanda badmood disampingnya.

"Mau kemana?" tanya Shani. Ia sadar, melibatkan pacarnya menjadi tamu di kegiatan mos bukanlah hal yang baik. Tetapi, bagaimana lagi? 80% panitia setuju dan ingin mengetahui bakat Gracia. Sebagai adik seorang Shania Junianatha, setidaknya, Gracia pasti memiliki beberapa skill tersembunyi selain merusuh.

"Yang paling rusuh kelas IPA 1 kan?" tanya Gracia. Shani mengangguk diam sebelum memberikan ponsel Gracia yang sebelumnya dititipkan kepadanya.

"Kamu ke kelas gih. Aku nanti kesana,"

"Apa maksud kamu kalo kamu sendiri gak berkunjung? Kenapa gak sekalian aja nyuruh aku ngehandel semua urusan bentak-bentak," sarkas Gracia sebelum pergi begitu saja.

Shani menatap punggung Gracia yang semakin menjauh dalam diam. Kemarin, sebelum memberi tahu Gracia, dirinya memberi tahu Shania terlebih dahulu. Rivalnya ini setuju dan berjanji akan membantunya membujuk sang adik karena sosok tamu special di mos kali ini telah diputuskan. Ini berbeda dari tahun lalu yang tidak memiliki sosok tamu.

Hasilnya? Gracia marah. Ini mengejutkan seisi aula karena selama ini yang mereka ketahui tentang Gracia hanyalah remaja biang onar yang selalu santai. Jika bukan karena Naomi yang akhirnya turun tangan untuk menenangkan Gracia, hubungan Gracia dengannya ataupun Shania pasti akan merenggang.

"Nom, lo gak mau ngebujuk Gracia apa?" tanya Shani pada Naomi. Walaupun ia sedikit cemburu karena Gracia lebih mendengarkan Naomi dibanding dirinya, kemarahan Gracia jauh lebih penting untuk diatasi.

"Lo yakin minta ke gue? Lo gak takut gue tikung?" tanya Naomi. Niat awalnya menghampiri Shani adalah mengajak ketua koordinator lapangan ini pergi dan mengamati dari kejauhan.

"Tikung aja kalo berani. Gue depak lo dari kamar. Gue blacklist juga lo dari list temen gue,"

"Gak usah serem-serem kenapa sih. Kaya Gracia selera gue aja," gerutu Naomi. Ia tidak lagi berbasa-basi dan langsung menarik sahabatnya ini untuk pergi. Shania melotot kearah mereka sejak tadi. Mungkin jika mereka tetap disana, akan ada sepasang pantofl melayang kearah mereka.

Gracia sendiri sudah duduk di bangku yang dahulu ia tempati. Sumber utama kekesalannya kepada panitia mos adalah rencana tidurnya yang terganggu. Selama mos, selain panitia dan murid baru memang tidak diwajibkan untuk masuk. Setelah mengambil buku pelajaran, mereka dapat kembali ke asrama. Terserah mereka mau melakukan apa, tidur, belanja, SPA, atau bahkan pulang kembali.

Gracia menelungkupkan kepalanya di atas mejanya yang berada di barisan paling belakang. Lihat saja nanti. Ada harga yang harus dibayar Shania dan Shani untuk membuatnya ikut di kegiatan tidak penting seperti ini. Dan itu tidak akan murah.

"Gue duluan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki kelas. Suara gaduh mengikuti kedatangannya.

"Bukan lo yang duluan, Zee," kekeh seseorang yang memilih duduk didepan bangku yang Gracia tempati, "Woy woy, lo gak ikut upacara tadi?"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang