Part 59

5.2K 423 142
                                    

Gue nulis part ini untuk orang yang spesial di hidup gue; senior seasrama gue dari sd sampe smp, sahabat gue, saudara gue. Gue kangen buat lo panik waktu gue nyasar di Tokyo gak bawa hp sama uang. Gue kangen lo pelototin waktu nyebut ore-sama wkwkwk. San-san, makasih karena pernah hadir di hidup gue yang monochrome ini 🖤

Sore menjelang saat Shani berjalan mengikuti Shania ke sebuah pemakaman. Suasana yang hening membuat hatinya semakin menggelap. Langkahnya terhenti saat langkah Shania juga berhenti. Ia menunduk dalam diam saat tiba di depan sebuah makam yang masih hanya ditandai dengan tugu kayu sederhana.

"Lo gak mau ngomong apa gitu?" tanya Shania, "Kita udah jauh-jauh ke sini loh,"

"Shan, salah apa gue sampe semuanya jadi kaya gini?" tanya Shani dengan lirih. Air matanya mengalir menuruni pipinya.

"Cengeng banget sih lo. Kalo Gre tau, ditabok gue karena ngebawa lo kesini cuma buat ngebiarin lo nangis di depan kuburan," pedas Shania. Walau ucapannya seperti itu, ia tidak dapat mengkhianati hatinya yang sama sakitnya dengan Shani.

"Gue kangen adek lo, Nju,"

Shani berjongkok di depan makam dan menangis di sana, membiarkan Shania menelpon Brandon yang sejak tadi menunggu di mobil. Belum begitu lama memang, tetapi ia sudah sangat merindukan kesayangannya itu. Rasanya terlalu sakit saat melihat semua hal didekatnya yang mengingatkannya dengan Gracia.

Gracia merengek padanya karena lapar. Itulah bayangan terakhir yang muncul dibenaknya sebelum semuanya berubah gelap. Mungkin, ini kali kedua ia terpuruk seperti sekarang setelah kepergian orang tuanya. Kedua kalinya juga hidupnya hancur.

Shani tersadar saat hari sudah gelap. Ia memejamkan mata saat merasakan usapan lembut di pipinya. Air matanya kembali keluar saat ia teringat pernah berada di posisi yang sama seperti sekarang. Waktu itu Gracia membiarkannya tidur berbantalkan kakinya dan mengusap pelan pipinya, persis dengan yang dilakukan Shania sekarang.

"Shan, sampe kapan lo gini?" tanya Shania dengan pelan. Beberapa hari lalu bahkan Shani sempat di rawat karena drop.

"Lo gak kasian sama Gracia, hm? Dia pasti gak tenang kalo keadaan lo kaya gini," lanjut Shania saat Shani hanya diam, "Van, langsung ke rumah sakit aja. Nih bocah panas lagi,"

"Lagi?" ulang Brandon. Entah berapa kali Shani harus mendapat perawatan karena drop.

"Lo tidur lagi gih. Masih lama kita sampenya," bujuk Shania dengan pelan. Ia tidak ingin ribut dengan Shani di suasana yang tidak baik seperti sekarang. Ia tersenyum saat Shani memejamkan mata dan terlelap. Dalam hati ia berdoa agar Shani tidak terbangun di tengah perjalanan, jadi, dirinya pun memiliki waktu untuk memejamkan mata sejenak.

Setibanya di rumah sakit, Shani langsung diseret Shania menuju meja resepsionis. Karena hari sudah malam, tidak ada banyak dokter yang tersisa. Umumnya, tidak ada rumah sakit yang menerima keadaan non-emergency saat malam, termasuk rumah sakit mamanya. Tetapi, jika ini menyangkut anak pemilik rumah sakit, mungkin saja, kan?

"Obatnya diminum waktu ada keluhan saja. Jangan lupa diminum vitaminnya," ucap dokter muda yang berjaga.

"Tuh dengerin. Jangan lo flush di kamar mandi mulu," omel Shania, "Makasih ya dok,"

"Iya, sama-sama,"

Shani langsung pergi meninggalkan Shania yang harus menebus obat. Langkahnya membawanya menuju sebuah ruangan yang ada di lorong ICU. Ia menghela napas saat melihat Gracia terbaring di sana. Sudah 2 minggu Gracia koma. Ya. Gracia masih hidup walau beberapa waktu lalu kesayangannya ini mengalami heart arrest. Inilah alasan yang membuatnya drop hingga sekarang.

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang