Part 46

5.5K 454 79
                                    

Matahari perlahan mulai terbenam. Langit biru kini berubah menjadi jingga dengan semburat kemerahan. Awan tampak berkumpul di sisi barat, membuatnya mirip dengan gula-gula kapas berwarna putih. Angin sesekali berhembus, membawa aroma laut yang khas.

Beberapa remaja duduk beralaskan pasir putih disamping 4 remaja yang duduk santai beralaskan kain dengan sejumlah makanan ringan dan sebuah kantong kresek berisikan sampah. Sebagian masih berjalan-jalan menyeret papan seluncur di bibir pantai. Dua remaja lainnya sibuk mengobrol dengan pelancong.

"Gre, ayo balik!" panggil seorang remaja yang duduk kelelahan di atas pasir, Shania.

"Ntar!" balas Gracia sebelum mengobrol lagi bersama turis asal Inggris yang sangat ramah. Keberuntungannya cukup baik kali ini.

Melihat Gracia dan Nabilah yang cuek dan tidak peduli membuat Shania pasrah. Ini adalah hari keenam liburan mereka. Besok mereka harus kembali ke Jakarta. Shania mengalihkan pandangan padaa Naomi yang berbincang dengan Veranda. Setelah beberapa pertimbangan, dirinya memilih bergabung dengan mereka.

"Nom, temen lo kapan balik?" tanya Shania, memotong percakapan santai kakak dan sahabat rivalnya.

"Terus lo tanya gue itu lo kira gue tau? Lo mestinya tanya adek lo," cibir Naomi, "Tapi, kayanya Gracia gak tau juga deh. Abis dan bakal ribut lagi mereka. Shani gak bisa dihubungi sejak dia berangkat ke Jepang. Gracia sendiri jadi uring-uringan,"

"Jangan-jangan, dia dikurung atau dijual," horror Shania, menyuarakan spekulasi yang tiba-tiba saja ia pikirkan.

"Shania," tegur Veranda dan Naomi. Mereka tahu jika ucapan ngawur Shania hanya candaan, namun, jika Gracia tahu, perang saudara akan pecah seketika.

"Lo kapan sih bisa beneran damai sama Shani? Emang sih Shani kadang nyebelin, tapi harusnya gak seburuk itu buat jadi rival abadi lo," lanjut Naomi.

"Sorry, calon adek ipar harus patuh sama kakak iparnya," kekeh Shania, berhadiah sebuah pukulan dari Veranda, "Tapi kalo dipikir-pikir, Shani gak sebad itu sih. Pilihan Gracia gak salah emang kalo jailin Shani tuh, surga dunia,"

"Oh, jadi, selain Bigi, lo juga mau nikung gue?" balas remaja yang berkacak pinggang di belakang mereka, "Ambil aja ambil,"

"Nah, kan. Lo sih. Kalo gini jadi gue yang repot," sebal Naomi saat Gracia berbalik.

"Kenapa?"

"Ya menurut lo siapa yang disuruh Yang Maha Sempurna buat ngawasin tuh bocah?"

Gracia melamun sesaat setelah dirinya duduk di antara Gaby dan Elaine. Ia sebenarnya tidak keberatan atas candaan Shania, namun moodnya yang sedang buruk belakangan membuat hal spele saja dapat menyulut emosinya. Semuanya hanya karena satu manusia bernama Shani. Ekspresi Gracia semakin buruk saat dirinya ingat sedikit masalah yang membuat Shani marah kepadanya terakhir kali.

"Lo kenapa sih, Gre?" tanya Gaby saat Gracia menghela napas berulang kali, "Lo abis putus? Atau diselingkuhin? Atau diduain? Atau gak dinafkahin? Atau..lo hamil ya? Eh tapi gak mungkin sih,"

"Kaaakkk, bahasa lo gak enak," tegur Elaine.

"Lo hamil, Gre? Seriusan? Kok bisa sih?" tanya Anin.

"Ya bisa lah. Namanya juga cewek," balas Eve yang sibuk tiduran berbantalkan kaki Okta. Anin yang mendengar balasan Eve memutar matanya, "Bener kali. Gak ada ya cowok hamil. Tapi serius, Gre, lo hamil? Kapan lahiran? Berapa bulan? Jadi ibu muda dong lo ntar?"

"Tenang ya adik-adikku. Gracia gak hamil dan gak mungkin dia dihamilin Shan.."

"Shan? Shan siapa? Shandi? Shani?" beo Zara saat Gaby memotong ucapannya, "Lo pacaran sama Kak Shani, Gre?"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang