Aurora POV
Matahari telah terbit. Jam beker pun sudah berbunyai. Namun, selimut ini sangatlah lembut hingga membuatku tak bisa melepaskannya.
Suara shower berhenti. Hening. Sesaat kemudian, terdengar pintu kamar mandi terbuka.
"Tsk! Bagung!" Selimut yang menutupi tubuhku ditarik paksa. Membuatnya terhempas entah kemana. "Bangun!" Selesai dengan selimut, tangan itu beralih menarik salah satu tanganku. "Kalau nggak mau bangun aku cium nih."
"Iya-iya, aku bangun." Dengan sedikit rasa kantuk, aku mengambil posisi duduk. Mengedipkan mata dan memandangi sekeliling.
"Mandi!" Belum selesai mengumpulkan kesadaran, sebuah handuk kimono mendarat di pangkuanku. Pria itu dengan santainya menyuruhku untuk berkemas cepat. Padahal, dia sendiri yang membuatku bergadang hingga bangun kesiangan seperti ini.
Dengan kesadaran yang belum penuh, akhirnya aku berjalan sempoyongan menuju kemar mandi. Menuruti perkataan pria satu itu.
Lima belas menit berlalu. Ritual mandiku selesai. Aku yang membuka pintu, langsung di sambut oleh pria dengan setelan jasnya. Berdiri dengan jari telunjuk menyentuh jam di tangan kirinya.
Tak memperdulikan pria itu, dengan percaya diri aku berjalan melewatinya. Sembari menggosok rambut dengan handuk.
Hari ini kami akan kembali ke pack hous. Yha, saat ini kami tidak sedang berada di sana. Satu minggu yang lalu aku pergi berlibur ke Maldives bersama dengan Devan dan hari ini kami akan pulang.
"Kalau kayak begitu kapan mau selesainnya?" Devan mendekat dengan hair dryer di tangannya.
"Nanti kalau rambutku kasar gimana?" tolakku memberi alasan. Aku memang tak pernah memakai hair dryer untuk mengeringkan rambut demi menjaga kelembutannya.
"Dari pada nanti nggak kering," jawab pria di belakangku itu singkat. Dengan teleten, Devan mengeringkan rambutku. Harus kuakui pria itu semakin lama semakin romantis. Apalagi setelah melepaskan jabatannya sebagai Alpha.
"Sudah," ucapnya mematikan hair dryer. Pria itu langsung mengambil koper dan kami pun segera bergegas menuju parkiran.
Tidak ada penjaga ataupun maid yang kami bawa. Kami memang sengaja tidak membawa mereka. Ingin menikmati liburan seperti wisatawan pada umumnya.
Setelah beberapa jam perjalan di pesawat, akhirnya kami sampai. Pukul sebelas pasawat telah mendarat di bandara.
Tak butuh waktu yang lama, Bara sudah terlihat di depan sana. Pria itu berdiri di sana dengan menoleh kesana-kemari, mencari keberadaan kami. Tak menunggu lama, Aku dan Devan berjalan menghampirinya.
"Salam Alpha, Luna," ucap Bara sangat sopan. Pria itu tetap saja bersikap formal. Padahal, sudah aku dan Devan katakan kepadanya agar tidak terlalu bersikap terlalu formal, tapi di tetap saja seperti itu.
"Kita langsung pulang?" tanya Devan dan aku menganggukkan kepala. Walaupun hanya duduk saja, badan terasa sangat lelah.
Suasana tenang menyelimuti Blue Moon Pack. Setelah perang beberapa tahun yang lalu, tak ada masalah besar yang terjadi lagi.
Pintu terbuka, membuat Rora tersentak kaget. "Rora!" panggil sang empu dengan suara khasnya. Wanita itu langsung memeluk Rora.
"Aku kira kau betah di sana." Tidak menyilakan masuk, Nesya malah berjalan keluar kamarnya.
"Sebenarnya pemandangan di sana sangat bagus, tapi aku juga nggak bisa tinggal jauh dari Pack. Rasanya tidak tenang," jelas Rora memberi alasan. Selain itu ia juga tidak dapat meninggalkan kedua anaknya yang masih sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Luna (Slow Update)
Werewolf"Aku bisa memenuhi semua keinginanmu selain keinginan untuk pergi dariku, karena satu hal yang perlu kamu tau. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sisiku." --Darrel Erenio Alexandro-- "Apakah dia hantu? Bukan! Dia bukan hantu, tapi siluman yan...