Bau anyir menusuk indra penciuman. Warrior-Warrior tergeletak tak bernyawa dimana-mana. Tanah telah merubah menjadi merah. Rembulan menutupi cahayanya. Seolah tak mau melihat apa yang terjadi sekarang sekarang.
"Jordan.!" Seorang wanita berlari mengampiri pria yang sudah tergeletak di antara mayat lainnya.
Menemukan seseorang yang ia cari, wanita itu bersimpuh dan meletakkan kepala pria yang ia panggil Jordan itu di pangkuannya.
Kedua mata Jordan terbuka. Melihat wanita yang saat ini tengah berada di sampingnya membuat kedua sudut bibiynya terangkat.
Tetesan air mengalir di pipi wanita itu. Ia tak habis pikir semua akan berakhir seperti ini. Apakah ini salahnya?
"Hai! kenapa kau menangis?" ucap Jordan lirih menahan rasa sakit atas luka-luka yang membalut di sekujur tubuhnya.
"Maaf," bahu wanita itu bergetar. Air matanya keluar semakin deras. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Semuanya telah hancur baginya.
"Jangan katakan itu. Kau tidak bersalah." Mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Matenya, wanita itu menggelengkan keras kepalanya. Jika bukan karena ayahnya mungkin perang ini tidak akan terjadi, dan kenapa ia harus terlahir sebagai vampir?
"Aku mohon bertahanlah, aku akan mengobatimu," ucap wanita itu melihat wajah Jordan merintih kesakitan.
Pria itu menggelengkan kepalanya samar. Luka-luka di tubuhnya sangatlah parah. Banyak darah dalam tubuhnya yang terbuang. Tak ada lagi yang dapat menyelamatkannya kali ini. Ia yakin ajal akan menyemputnya sebentar lagi.
"Aku mohon bertahanlah. Jangan tinggalkan aku sendirian," pinta wanita itu lirih. Ia tak tau apa yang akan dilakukan ayahnya yang arogan itu lagi kepadanya. Ia dapat bertahan sampai saat ini hanya untuk Matenya saja.
"Kau dengarkan aku," pinta Jordan kepadanya. "Kita tidak dapat bersama di kehidupan ini," ucap Jordan mengatakan fakta pahit. "Tapi percayalah, di kehidupan selanjutnya kita akan hidup bahagia bersama," lanjutnya sangat yakin.
"Tapi bagaimana jika kau melupakanku?"
"Aku akan selalu mengingatmu. Aku akan mengingat kejadian ini. Aku janji." Jordan mengembangkan senyumannya, mencoba menenangkan gadis di atasnya itu.
Perlahan pandangan Jordan memudar. Detak jantungnya melambat. Dadanya tarasa sesak. Dan akhirnya ia menutup kedua matanya dan menghembuskan napas terakhirnya.
"Jordan..!!" Tangisan wanita itu semakin kencang. Ia tak perduli lagi suara tangisannya yang terdengar di telinga orang lain, bahkan ayahnya sendiri. Di bawah bulan purnama yang telah menampakkan dirinya, biarkanlah ia menangisi kepergian Matenya.
.
.
.
.
.
.
______________________________________
Sedikit dulu yha prolognya. Soalnya mau ngelanjutin cerita sebelah.
Jangan lupa vote dan comment
Terima kasih
❤❤❤❤❤
21 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Luna (Slow Update)
Kurt Adam"Aku bisa memenuhi semua keinginanmu selain keinginan untuk pergi dariku, karena satu hal yang perlu kamu tau. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sisiku." --Darrel Erenio Alexandro-- "Apakah dia hantu? Bukan! Dia bukan hantu, tapi siluman yan...