8. Ketiga

3.2K 271 3
                                    

"Apakah aku adalah Matemu?" tanya Alice to the point.

"Yha," jawab Darren akhirnya. Entah akan baik atau tidak ia tak peduli tentang itu. Mungkin inilah saatnya ia memberi tahu Matenya yang sebenarnya.

Hening. Hanya deru napas yang terdengar. Alice terdiam, tak tau harus berkata apa. Begitu pun juga Darren. Pria itu menunggu reaksi Matenya setelah tahu semuanya. Apakah gadis itu akan menerimanya atau tidak.

Terlalu lama menunggu, Darren memilih berdiri dan keluar dari kamar Alice. Perasaannya sangat kacau. Tak baik baginya untuk berdekatan dengan Matenya saat ini. Kalau tidak, ia bisa saja hilang kendali.

'Darren, apakah Alice akan menerima kita?' guman Aron sayu.

'Entahlah,' ketus Darren asal.

'Dia menerimamu, tapi tidak denganku.'

'Diamlah!' bentak Darren di pikirannya. Serigala itu selalu menyalahkan diri. 'Dia pasti menerima kita. Tunggu saja,' ucap Darren yakin.

Dengan pikiran kalut, Darren langsung menuju ruang kerjanya. Menyendiri di sana untuk menenangkan pikiran.

Di dalam kamar, Alice masih terdiam. Mengetahui kebenaran itu membuat pikirannya kacau. Apakah ia harus marah? Tapi kepada siapa? Daren? Pria itu sudah sering membantunya. Apakah pantas baginya untuk menjauhi pria itu?

Alice mengangkat kepala. Tersadar akan kesalahannya, gadis itu langsung melangkah cepat keluar dari kamar. Ia harus menemuai seseorang sekarang.

*****

Seorang cowok menatap jam di tangannya. Memandangi jarum detik itu berputar. Menunggu jarum jam lain tertuju pada salah satu angka di sana.

Kedua sudut bibir Alvin terangkat. Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ini saatnya pergi dari kelas. Melarikan diri dari pelajaran yang membosankan itu.

Alvin mengalihkan pandangan kepada dua temannya sesama OSIS. Memberi kode kepada mereka untuk segera berdiri dan bergegas dari tempat duduk mereka.

"Bu, kita izin mau kumpul OSIS." Dengan memasang senyum lebarnya, Alvin menghadapi Bu Asih. Guru yang terkenal kiler dan sangat disiplin.

"Jam pelajaran disuruh kumpul," ucap Bu Asih menggerutu. "Ya sudah sana. Pasti senang kan bisa keluar saat pelajaran saja," lanjut Bu Asih yang disertai sindiran di belakangnya.

"Kalau gitu, kami permisi, Bu." Tak menanggapi sindiran gurunya, Alvin dan teman-temannya langsung keluar dari kelas. Menuruni tangga dan langsung bergegas menuju aula.

Setelah setengah jam mendengarkan pengarahan dari pembina OSIS, kini mereka ditugaskan untuk mengambil formulir acara camping di setiap kelas.

Acara camping akan di adakan minggu depan. Acara itu hanya akan diikuti oleh kelas 12. Maka dari itu segala persiapan akan dilakukan.

"Ren! Lo dapet kelas 12 IPA 1 kan?" Rendi yang ditanya langsung mengagguk. "Nah, kalau gitu, tukaran!"

"E...nak aja! Gue mau ketemu Sindia," balas Rendi cepat sembari menjauhkan dirinya. "bye Vin!" Dengan pasrah Alvin melihat Rendi pergi. Harapan bertemu dengan Matenya sudah kandas sekarang.

Tak ingi menunda perkerjaannya lagi, cowok itu segera mendatangi kelas bagiannya, kelas 12 IPA 3.

Alvin menaiki tangga. Aroma tak asing memasuki indra menciumannya. Aroma milik Nesya. Cowok itu menghentikan langkahnya. 'Apakah gadis itu ada di sini? Tapi kenapa? Kelasnya kan berada di bawah,' batin Alvin.

You Are My Luna (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang