Hari sudah malam. Makan malam sudah disiapkan. Sekarang tinggal menunggu para pengisi kursi berdatangan.
"Alice, bagaimana saran dariku? Darren suka kan?" tanya Keisya, adik perempuan Darren, kepada Alice.
"Iya, kak Liya. Darren menyukainya." Mengingat usia Alice lebih muda dari Keisya, Alive bersikeras memanggil Keisya dengan sebutan kakak.
"Hm, baguslah," jawab Keisya puas. Rencana yang ia sarankan dapat meluluhkan hati kakaknya yang seperti kutub itu.
"Eh, Sean. Kenapa?" Seorang anak kecil berumur satu tahun merosot dari pangkuan Keisya. Anak itu tidak lain adalah putranya.
Dengan kedua kaki kecilnya, Sean berjalan mendekati Alice. Mengedipkan matanya benerapa kali, lalu mengangkat tangannya.
Alice yang mengetahui maksud anak di hadapannya itu, mengembangkan senyumannya dan mengangkat Sean. Membawa anak itu ke pangkuannya.
"Sean, sini sama Mama! Jangan ganggu tante Alice." Sean mengalihkan pandangan. Menatap Sang Mama dengan puppy eyes-nya.
"Tidak apa-apa, kak. Sean kan anak yang pintar." Mendengar itu, sontak membuat senyuman terlukis di wajah Sean. Anak itu tersenyum dengan memperlihatkan gigi-gigi kecilnya.
Keisya menghela napas berat. Jika seperti itu, ia sudah tak dapat menyangkalnya lagi.
Suara langkah kaki terdengar di lorong masuk. Mereka semua telah datang. Darren, Devan, Rora, Alvin dan Kendrick.
Tanpa menunggu lama, mereka langsung menempati kursi masing-masing dan mulai mengambil makanan.
"Kau tidak makan?" Darren mengalihkan pandangannya. Melihat Alice yang masih asik bermain dengan Sean. Ia baru menyadari keponakannya itu berada di sana.
"Kau tidak makan?" ucap Darren mengulangi pertanyannya.
"Iya, aku akan ambil sekarang." Alice mengangkat kepala dan segera membalikkan piring di hadapannya.
"Tidak-tidak. Ini kau makan punyaku saja," ucap Darren mengganti pirngnya dengan piring Alice. Ia berpikir, Alice akan kesulitan mengambil mananan dengan satu tangan yang memegani Sean seperti itu.
"Oke, baiklah." Alice muli memakan makanannya, sembari sesekali menyuapi Sean dengan bubur yang telah disiapkan.
"Inum!" Dengan kedua tangannya, Sean mencoba meraih gelas yang berada di dekatnya, yang tak lain adalah gelas Darren.
Melihat itu, secara spontan Alice mengambil gelas tersebut, lalu mendekatkannya ke Sean.
"Eh, jangan!"
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa," jawab Darren singkat kemudian melanjutkan makannya dengan tenang.
Alice menghela napas berat dan mengambil gelasnya, memberi Sean minum. Ia berpikir, apakah Darren begitu keberatan minumannya diminum Sean?
Malam semakin larut. Makan malam telah selesai. Namun, sekarang Sean masih berada dalam dendongan Alice. Entah mengapa anak itu sangat merasa yangan di gendongan Sang Bibi.
Kreek..
Pintu kamar terbuka. Menampakkan Darren yang berdiri di sana. "Sean masih bersamamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Luna (Slow Update)
Manusia Serigala"Aku bisa memenuhi semua keinginanmu selain keinginan untuk pergi dariku, karena satu hal yang perlu kamu tau. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sisiku." --Darrel Erenio Alexandro-- "Apakah dia hantu? Bukan! Dia bukan hantu, tapi siluman yan...