50

297 35 45
                                    

Satu musim berlalu. Tidak banyak yang terjadi, kecuali untuk keadaan Seobin yang memburuk.

Pagi itu, Seobin terbangun dengan sedikit rasa mual yang telah mengganggunya satu bulan belakangan. Ia pergi ke kamar mandi dan menunduk di sisi kloset, mengerang saat menyadari bahwa perutnya bahkan kosong sejak malam sebelumnya.

Ia pun membasuh wajahnya di wastafel sembari menahan tangisnya. Ia benar-benar merasa tersiksa, tentu saja karena mual dan muntah tersebut sama sekali tidak terjadi pada kehamilannya yang pertama. Ia tidak menyadari bahwa Yuvin telah berdiri di depan pintu dan menatapnya khawatir.

"Bin, kok aneh sih udah 5 bulanan masih mual?" tanyanya. Seobin pun buru-buru menutup pintu dan menaruh telunjuknya di depan bibir Yuvin.

"Ssstt.. jangan keras-keras nanti Serim ikut denger.." ujar Seobin. "Gue boleh minta tolong nggak? Gue butuh obat mual.. lo aja yang beliin, soalnya kalo gue pergi nanti Serim pasti minta ikut. Dia udah bangun belum?"

"Belum.. masih nyenyak. Lo juga balik tidur lagi aja coba.. ini masih jam 7," Yuvin mengacak surai Seobin, lalu sedikit menuntunnya kembali ke kamar. Seobin pun kembali berbaring di kasur lipat yang menjadi alas tidur Serim, tepat di samping kekasihnya yang sama sekali tidak terusik itu.

- - -

Setengah jam berlalu, dan Yuvin belum juga kembali. Seobin nyaris saja kembali tertidur ketika Serim akhirnya terbangun dan mengerjapkan matanya perlahan. Satu tangannya terulur untuk mengusapi pipi Seobin yang pucat dan tidak memiliki rona.

"Bin.. aku balik ya? Harus briefing soalnya buat nanti sore di Idol League," ujar Serim dengan mata yang masih setengah terpejam.

Seobin pun membelalakkan matanya. Ia mendekat pada Serim dan mendusali dadanya dengan mata berkaca-kaca.

"Tapi masih kangen.." cicitnya.

"Nanti malem aku balik lagi kok kesini.." Serim seketika merasa iba dan tak enak hati.

"Aku boleh ikut nggak?"

"Kemana? Ke dorm? Bukan nggak boleh sih tapi kamu kayaknya nggak enak badan.. mukamu aja pucat gitu. Mending kamu istirahat ya, tidur lagi. Seenggaknya kalo kamu disini ada yang ngurusin."

"Janji ya jangan larut banget kesininya? Nanti aku keburu ngamtuk, nggak sempet minta kelon sama kamu.." lagi-lagi, Seobin mencicit.

"Iya sayang iya.. aku janji. Oh iya sebelum aku pergi.. adek ada kepengen sesuatu nggak? Biar aku cariin dulu.." Serim mengusapi perut Seobin yang telah membuncit dengan gerakan memutar, membuat si empunya lantas menyunggingkan senyum manisnya.

"Nggak ada kok.. kamu tiap hari nanya itu kayaknya. Aku belum mulai ngidam.." kekeh Seobin.

"Beneran ya? Jangan terlalu repotin Yuvin loh, nggak enak. Dia udah baik mau nampung kita disini.. aku nggak tau harus bales budinya gimana nanti. Soalnya itu harusnya tugas aku. Maaf ya.. aku banyak nggak adanya buat kamu di saat kayak gini," Serim semakin menarik Seobin ke dalam pelukannya, satu kecupan ia daratkan pada pucuk kepalanya.

"Kerja yang bener, dan jangan lupa pulang ke aku. I'm not asking for much, alright?" pinta Seobin sembari memainkan kancing piyama Serim.

"I still feel bad, tho. Aku bahkan belum bawa pulang kamu dan kasih tau kalo mama udah mau punya cucu. Takut nggak sempet sampe dia keburu lahir, nanti mamaku kaget," Serim menelusupkan tangannya ke dalam piyama Seobin, meletakkannya di atas permukaan hangat itu tanpa bergerak. Merasakan gerakan kecil dari dalam sana sembari menatap Seobin yang hanya diam tertunduk, menggigiti bibir bawahnya.

THE TRUTH THAT LIES WITHIN 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang