53

319 39 51
                                    

Serim baru kembali ke kediaman Yuvin saat waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari. Ia memang telah dipercaya untuk mengetahui kode pintunya, dan kini ia berjingkat ke arah dapur karena merasa sedikit lapar setelah hari yang panjang.

Ia baru saja akan mengambil sebungkus ramyeon saat sepasang lengan kurus melingkari pinggangnya dan bersandar padanya. Ia menoleh dengan seulas senyum, mendapati Seobin yang terlihat setengah memejamkan matanya. Namun, senyumnya luntur setelah Seobin mendongak dan ia menyadari betapa sembabnya mata pemuda itu.

"Sel... aku nggak sengaja ketemu mama kamu tadi, pas lagi pergi sama Yuvin..." cicit Seobin.

"Ketemu dimana, Bin? Ngobrol nggak kalian? Tuh 'kan ini yang aku takutin.. belum sempet aku bawa ke rumah kalian udah ketemu duluan.." Serim menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Awalnya mama kamu salah paham sama Yuvin.. dia pikir aku direbut terus dibikin kayak gini... hihi.." Seobin terkekeh sembari memegangi sisi perutnya. "Tapi terus aku bilang kalo ini anak kamu.. dan aku langsung diculik ke toko perlengkapan bayi. Mama kamu pengertian banget ya kalo aku belum ada uang buat beli-beli.. tapi toh emang masih lama juga lahirnya.."

"Terus matamu kenapa sembab gitu? Aku pikir kamu abis nangis.. udah panik aja aku tadi," Serim menangkup sebelah pipi Seobin dan mengusapinya.

"Tadi nonton drama sama Yuvin.. dipaksa. Soalnya aku benci banget dipakein infus, jadi dia suruh aku sambil nonton aja, tunggu infusnya habis..."

Serim lantas mengecup sudut bibir Seobin dan menatapnya penuh sesal.

"Maafin aku ya. Di saat kayak gini aku bener-bener nggak bisa ada..."

"Nggak apa.. aku 'kan udah bilang. Yang penting kamu pulang ke aku.. I'm not asking for more..."

Serim pun menyentuh bekas luka jarum infus di tangan kiri Seobin lalu mengusapnya pelan.

"Kamu sampe kapan harus dikasih infus terus? Aku nggak tega.. ini pasti sakit.."

"Mungkin sampe Bubu lahir.. gimana ya, nggak ada cara lain. Aku nggak bisa makan banyak dan itu juga suka keluar terus. Entah kayaknya badanku kali ini kaget sama Bubu..." Seobin sedikit mencebikkan bibir bawahnya.

"Aku mau ngomong.. nggak tau sih ini waktunya tepat atau nggak. Kamu udah ngantuk banget belum?" ujar Serim sembari kembali mengusapi pipi Seobin.

"Hm? Ngantuk sih tapi nggak terlalu. Mau ngomong apa?" Seobin mengerjapkan mata sayunya yang tentu saja tetap terlihat lucu.. untuk Serim, setidaknya.

Serim pun menuntunnya ke ruang tamu dan membantunya duduk di sofa. Ditatapnya pemuda itu dalam, sembari ia kembali menimbang-nimbang apakah ia benar-benar harus mengatakan yang ada di benaknya sekarang.

Seobin menggigiti bibir bawahnya dengan gugup. Ia bahkan meremat ujung kemeja Serim dan kini menghindari tatapannya.

"Bin.. gimana menurut kamu, kalo misalnya Bubu lahirnya lebih cepet dari perkiraan? Soalnya..." Serim mengulaskan senyum yang terkesan sendu, sembari menaruh tangannya di atas perut Seobin. "Dokter bilang, badanmu udah nggak sanggup sebenernya buat bawa Bubu. Tapi kamunya nekat. Jadi.. gimana kalo dua bulan lagi kita ketemu Bubu, hm?"

"Prematur? Tapi aku takut dia nggak selamat.. anak prematur tuh pasti ada sesuatu yang bakal kurang.."

"Tenang aja Bin, ada inkubator. Itu jalan terbaik soalnya.. aku nggak mau kehilangan kamu. You know that at this point, it's between you and him, right? Kalo emang ada jalan tengah kenapa nggak kita ambil? We can save you both.. di 7 bulan udah sempurna kok perkembangannya..."

THE TRUTH THAT LIES WITHIN 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang