Keesokan paginya, mereka semua terbangun karena Seongmin menangis tersedu.
"Kak Bin udah kaku.. badannya dingin.." lirihnya saat Taeyoung menatapnya dengan bertanya. Taeyoung buru-buru melepaskan Seobin dari dekapan Seongmin dan memeriksa nadinya. Air matanya menitik saat ia tidak mendapati apapun.
"Kak Serim masih tidur ya? Bangunin," ujarnya pada Jungmo dan Minhee yang masih belum sepenuhnya tersadar. "Kak Allen sama Kak Yuvin kemana sih?" keluhnya kemudian.
"Sekarang aku nggak punya mama lagi.. Kak Bin jahat..." isak Seongmin. Ia mendusal dan memukul pelan pada dada Seobin, berharap pemuda pucat itu kembali membuka matanya.
"Sayang, nggak boleh gitu..." Taeyoung menarik Seongmin ke dalam pelukannya, membiarkannya meraung dengan nafas yang terputus-putus. "He is surrounded by us all.. he is happy now," bisik Taeyoung. Ia berusaha menjadi kuat dan menenangkan Seongmin meskipun ia sama terpukulnya.
"...tapi tadi malem gue tidurnya meluk dia kok," Serim bergegas keluar dari kamarnya dengan raut panik.
"Nggak mungkin kak, Seobin tuh sama Seongmin terus," ujar Jungmo dengan suara bergetar.
Dan Serim? Ia kehilangan kesadarannya begitu ia mendapati Seobin yang terbujur kaku. Minhee menangkapnya dan berteriak pada Jungmo untuk segera menghubungi Yuvin.
- - -
"Jangan dulu kasih tau Yohan," pinta Yuvin pada kawan-kawannya, sementara Seobin dipindahkan ke mobil yang akan membawanya ke rumah duka. Kemudian, Yuvin memasuki mobil itu dan duduk di sisinya. Selama perjalanan, ia menggenggam tangan dingin Seobin sembari mengenang hari-harinya yang telah terlewat sedari dulu.
"It's true that time is the biggest thief. I'm so sorry, Seobinnie. It's all my fault.. I started it.." Yuvin mengecup punggung tangan Seobin. "Now let me make up for my promise, alright? Rest well, my Bin."
Sesampainya di rumah duka, ibu Seobin sudah menunggu mereka. Yuvin menghambur ke pelukan wanita paruh baya yang menyambutnya dengan senyum tabah itu.
"Maafin Yuvin, tante.." lirihnya.
"Tante tau, Vin. Tante udah ngerasa," ujar wanita itu. "Satu tahun belakangan ini udah jadi bonus yang lebih dari cukup. Tante juga nggak tega liat dia terus-terusan kesiksa."
Yuvin menerima usapan di punggungnya, dan itu membuatnya semakin tidak sanggup menahan air matanya. Ia menangis tersedu, melepaskan segala beban dan rasa bersalahnya.
- - -
Serim dan adik-adiknya muncul sekitar satu jam kemudian, mereka semua mengenakan pakaian serba hitam. Ia sama sekali tidak berbicara dan tidak berekspresi, namun air matanya terus menetes membasahi pipinya yang semakin hari kian tirus.
Seongmin yang membawa Byeonghwi dalam gendongannya menghampiri Yuvin dengan langkah gontai dan menyerahkan bocah itu padanya. Yuvin menerimanya dengan seulas senyum tipis yang dipaksakan.
"Are you okay, Seongminnie?" tanya Yuvin seraya menepuk punggung Byeonghwi dalam gendongannya. Seongmin menggeleng, kemudian menjatuhkan kepalanya pada bahu Yuvin.
"Kak Yuvin.. aku boleh pindah ke rumah Kak Bin nggak buat sementara? Aku mau bantu ngurus Byeonghwi..." pintanya.
"Nggak usah, dek. Kita kasih Serim waktu buat nenangin diri ya? Kamu kalo mau main-main pas malem boleh kok."
"Jangan ditinggalin sendiri kak, Kak Serim tuh rapuh. Takut nyusul.." Seongmin mendongak dan menatapnya memelas.
"Nggak akan.. kakak pasti nemenin Serim terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH THAT LIES WITHIN 2.0
Fanfiction"So.. would you marry me?" "Percuma ya gue pergi sejauh itu kalo ternyata rumah gue cuma lo." "Do you know what's harder than letting go? It's being stuck and running in circle." "It means that we really are meant to be. Yet, fate is cruel." "Kenali...