The Message (12)

3.9K 498 36
                                    

*aku ga akan memberikan alasan apapun karena ga update kemarin hehehe

Lupa akuuu...

Mianhe...

Gwaenchanha...?

***
Lucy menatap nanar Dean yang berdiri di hadapannya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

Dean Arthur Leandro! This is not fucking funny at all!” Lucy mulai berteriak kalap. Dean menaikkan satu alisnya. Kata-kata Lucy benar-benar sangat kasar. Lucy berjalan mondar-mandir gusar. Marah, kesal berbaur menjadi satu karena Dean memberitahu bahwa akan ada pengawal pribadi yang akan mengawal kemana pun Lucy pergi.

Oh come on darling. I just wanna keep you save.” Dean memasang wajah serius sambil melangkah ke arah Lucy. Tangannya terulur ingin memeluk Lucy tapi Lucy menepisnya.

“Aku bisa menjaga diriku sendiri, Dean.” Lucy memberengut masih dengan kekesalannya.

I do believe you...tapi ini bukan masalah sepele, sayang.” Dean berusaha menggapai Lucy. Merengkuhnya dalam pelukannya. Kali ini Lucy tak menolaknya. Terdiam dalam rengkuhan Dean. Menenangkan deru napasnya yang menderu.
Ini tidak lucu sama sekali. Membayangkannya saja sudah membuat Lucy gila. Tadi Dean membawa satu kompi pengawal berjumlah sepuluh orang laki-laki dengan perawakan yang luar biasa berotot.
Memperkenalkan pada Lucy dan akan mulai bekerja mulai besok.

Bahaya seperti apa yang mengintai mereka?. Hingga harus mendapat pengawalan? Bahkan Ethan juga melakukan hal yang sama pada Cherry. Ya Tuhan...Lucy tak habis pikir.

Dean menarik Lucy ke arah sofa yang ada di kamar Lucy. Merebahkan badan dan membawa Lucy dalam dekapannya. Lucy bergelung bagai janin. Napasnya masih terdengar memburu. Masih gusar. Dean tahu, tak ada gunanya berdebat saat Lucy masih kalap. Dean tahu gadisnya ini keras kepala. Sifat
yang tak hilang dari mereka sejak masih anak-anak. Dean ingat bagaimana dulu dia harus banyak mengalah pada Lucy kecil yang kepala batu.
Dean mengelus lengan Lucy pelan. Mencium kepala Lucy lembut. Wangi shampo anak-anak yang menenangkan menguar dari rambut Lucy.

Napas Lucy sudah mulai tenang. Deru halus napasnya sudah mulai teratur. Dean menyusur leher Lucy. Memberikan kecupan kecupan ringan. Terdengar gumaman Lucy. Tertidur. Lelah marah-
marah dan akhirnya terlelap. Dean tersenyum. Merengkuh pinggang mungil itu erat. Dean ingin Lucy selalu merasa nyaman di sampingnya. Setelah semua yang dilalui, Dean ingin Lucy bahagia bersamanya. Seandainya prediksi sang kakak benar, bahwa sang Ibu yang entahlah...bisakah dipanggil Ibu?, mulai mengusik mereka dengan alasan dendam pada sang Ayah, maka sudah seharusnya Dean waspada. Dendam yang membutakan mata hati perempuan yang seharusnya mulia dan dipanggil Ibu itu, telah membawa sang Ayah berkali-kali harus berurusan dengan geng mafia yang berada di bawah pimpinan suami Ibunya. Letupan kecil yang mampu di tangani oleh Ayahnya, tapi bisa saja terjadi letupan yang lebih besar bukan? Dendam yang berkobar karena perceraian yang tak menyisakan harta sedikitpun pada pihak Hillary dianggap Hillary sebagai sebuah ketidakadilan. Namun apakah Hillary tidak peduli
dengan kenyataan bahwa harta berlimpah itu bahkan di dapatkan oleh Edward Leandro jauh sesudah perceraiannya? Atau ada alasan lain selain harta? Dendam tak berkesudahan yang mulai mengusik dua keturunannya, membutakan mata hatinya sebagai seorang Ibu. Dean masih berharap, sosok yang nyaris tak diingatnya itu...bukanlah orang yang ada di balik teror pada kekasihnya dan calon kakak iparnya.

***

Cherry menggeram pelan.

Pagi awal minggu, yang biasanya Cherry sambut dengan gembira justru membuatnya tak bersemangat. Ethan mengantar Cherry ke butik, lengkap dengan dua orang pengawal. Satu bertugas menjadi supir dan satu lagi duduk kaku di samping supir. Jangan lupakan tiga lagi pengawal yang mengikuti mereka dengan mobil Range Rover hitam di belakang. Ethan duduk tenang di samping Cherry. Raut mukanya cerah. Ethan memang selalu tampan memakai outfit apapun. Seperti hari ini, kemeja kotak-kotak berwarna merah dan hitam, celana bahan hitam, terpadu pas di badannya. Sebuah jas putih tergantung rapi di mobil. Cherry menoleh, mencoba menikmati suasana jalanan yang lumayan sibuk. Orang berlalu lalang dengan ritme tergesa,
pengguna sepeda berpakaian rapi bergerak lincah melajukan sepedanya menembus kepadatan lalu lintas. Geliat pertokoan mulai terlihat di kanan kiri jalan. Petugas kebersihan banyak berlalu lalang menjalankan tugasnya. Para pekerja dari berbagai lapisan dunia kerja berlalu lalang dengan langkah cepat di sepanjang pedestrian Central Park.

CHERRY, UNDENIABLE DESIRE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang