The Rafale (13)

3.6K 729 55
                                    

*aku jarang mengeluh soal pembaca yang ga kasih apresiasi bintang atau komentar. tapi akhir-akhir ini aku sering mengeluh. soalnya, temen-temen penulis yang lain juga begitu.

tapi aku akan membuatnya sederhana mungkin. jadi kalau bintangnya ga banyak, besok-besok berhenti update aja. toh ini hanya naskah publish ulang.

lagipula part selanjutnya adalah mature konten seingatku. jadi perlu mikir juga sih...

happy reading semua.

*

Cherry bersandar pada jendela tinggi berkaca sangat lebar dan ber tirai mewah di sebuah kamar yang disulap oleh beberapa maid menjadi kamarnya. Cherry terdiam saat Ethan membawanya ke kamar ini, dan mengatakan Cherry harus tinggal di istana itu.

Seperti biasa Ethan tak bisa dibantah. Ditambah lagi anggukan Edward Thomas Leandro, Ayah Ethan membuat Cherry urung membuka mulutnya untuk melancarkan protes. Mata Cherry menatap ke bawah. Kamarnya di lantai atas sayap kiri istana itu memungkinkan Cherry melihat bagian belakang istana. Kolam renang, lapangan badminton, lapangan menembak lapangan tenis, dan seluas mata memandang adalah lapangan golf yang sangat luas untuk ukuran sebuah properti pribadi, dengan landasan pacu pesawat dan helipad pribadi. Bahkan Cherry tadi sempat melihat deretan mobil mewah keluaran terbaru juga puluhan mobil antik koleksi keluarga itu.

Oh...katakanlah Cherry norak.

Tapi katakanlah juga siapa yang tidak tercengang dengan kekayaan mereka. Hati Cherry mencelos. Masih tak percaya dengan nasibnya. Si gadis biasa...sangat biasa di jatuhi cinta oleh salah satu pewaris Leandro Corp. Sebegitu luar biasa kah dia hingga bisa membuat seorang pewaris harta bilyunan dollar bernama Ethan William Leandro jatuh hati padanya? Cherry bahkan tidak mampu memikirkan itu semua. Yang terpikir olehnya adalah, mungkin Ethan sedang demam saat
mengatakan cinta padanya.

Cherry memandang sosok Ethan dan Ayahnya yang sedang berbicara di sebuah kursi taman. Meja dan kursi berwarna putih, bergaya klasik Eropa yang diletakkan persis di tengah taman yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Dua orang yang memiliki garis rahang yang sama tegas. Di usianya yang tidak muda lagi, Tuan Edward jelas masih menampakkan ketampanannya. Sama tampan dengan kedua putranya, tapi mungkin Dean lebih mewarisi garis wajah sang ibu, begitu Cherry berpikir. Walaupun belum pernah sekalipun Cherry melihatnya.

Dua orang tampan di bawah sana sepertinya sedang serius membicarakan sesuatu. Entahlah...hati Cherry masih saja bergetar hanya dengan menatap Ethan dalam diam seperti ini. Mata Cherry bertemu dengan mata Ethan, ketika tiba-tiba Ethan menoleh ke arah kamarnya. Mata se gelap malam itu menatap lembut, bibir penuh itu mengulas senyum yang selalu Cherry rindu. Cherry bergeser ke arah tirai, malu. Seharusnya dia tak melakukan itu.

Suara mobil berlalu membuat Cherry menoleh lagi ke arah Ethan. Ethan masih terduduk di sana. Mungkin Tuan Edward yang pergi. Bosan mendera Cherry sejak dua jam yang lalu. Dan ini sudah menjelang sore, dan sejak tadi yang dilakukan Cherry hanya menyalakan TV, lalu mematikannya lagi. Berjalan mondar-mandir, hingga Cherry berpikir akan mati terbunuh oleh kebosanan.

Pintu kamar diketuk. Cherry menoleh dan mempersilahkan masuk. Seorang maid datang membawa teh dan sepiring biskuit yang kelihatan masih hangat. Maid itu tersenyum mempersilahkan Cherry menikmati teh nya. Cherry mengangguk dan berterima kasih. Maid itu keluar. Aroma mawar menguar dari teh yang masih mengepulkan asap. Cherry membawa tehnya ke balkon. Mengedarkan tatapan matanya ke sekeliling. Mendapati beberapa pengawal termasuk pengawal yang dipekerjakan Ethan untuk mengawalnya sedang berkumpul menikmati teh dan camilan mereka sambil berbicara satu sama lain. Dibalik sikap dingin dan tegas Ethan pada para pekerjanya, Cherry senang Ethan memperlakukan mereka dengan sangat manusiawi.

CHERRY, UNDENIABLE DESIRE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang