Kepada: Seseorang dalam diriku, yang kerap kali membuatku ragu.
Kamu benar. Aku egois.
Tapi apa kamu melupakan suatu fakta? Bahwa aku juga seorang manusia.Maaf telah membuatmu kesal dan kecewa. Ada beberapa hal lepas dari kendaliku, yang mungkin membuat buruk suasana hatimu. Kali ini aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Perihal mengenal, aku yakin waktu akan membantuku. Namun disini aku kehilangan keyakinan dan ragu akan keputusan yang sebelumnya aku tetapkan. Aku sedang mencoba, bukan tak percaya dengan do'a. Hanya saja jika aku menginginkan sesuatu maka aku akan memperjuangkan itu. Kamu adalah seseorang yang selalu aku upayakan, supaya dijadikan.
Maaf, mungkin aku tidak semengagumkan senja. Tapi, maaf lagi jika aku tidak mau menjadi itu. Sebab dia datang sebentar hanya ketika sore, itupun jika tidak mendung. Sedangkan aku ingin membersamaimu setiap waktu, ya walaupun aku tahu bahwa indahku tak dapat dibandingkan dengan itu.
Bisakah memaafkan tanpa mengungkit? Mampukah memaafkan tanpa memperdebatkan? Sesederhana memaafkan dan melupakan lalu kembali berpegangan; Sesederhana memaafkan dengan sabar dan kembali bersama kita belajar.
Beribu kali aku menguatkan diri untuk menyiapkan hati saat kau tak peduli, rasanya aku ingin mengambil napas yang dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Kembali kuyakinkan hati ini agar tegar dalam menghadapi resiko. Tidak untuk marah juga bukan untuk kecewa, hanya saja keadaan yang memaksa kita untuk lebih saling memahami.
Jika disini mencari siapa yang bisa disalahkan, maka tidak akan ada habisnya. Mengalah mungkin jadi satu-satunya solusi untuk situasi ini. Bukan karena lemah, tapi yang dewasa harus mengalah kepada ia yang sedang berproses menjadi dewasa. Kan? Maaf, aku sedang belajar. Belajar untuk lebih mampu mengendalikan ego. Marah juga hakku, dan aku juga tahu bahwa dengan begitu bukan berarti aku dapat berlaku sesuka hati tanpa mementingkan perasaanmu.
Sekarang aku tidak sedang marah, hanya saja aku ingin kamu sadar akan kondisiku, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Maafkan keegoisanku yang selalu memaksamu untuk memahamiku. Aku tidak ingin berlama-lama mengejarmu; selalu bertanya perihal kabarmu. Maaf jika rasaku sudah membuatmu terganggu.
Maaf, jika selama ini aku diam-diam memperhatikanmu, jika selama ini aku tidak berhenti mengharapkanmu, jika selama ini aku kerap kali merapal namamu di sepertiga malamku. Maaf lagi karena aku terlalu sering mengganggu waktumu hanya karena urusan rindu.
Terkadang, aku lupa bahwa semua sudah diatur sedemikian rupa oleh-Nya. Aku terlalu asik bersedih hingga lupa ada bahagia yang harus aku nikmati, aku sibuk mengeluh hingga tidak menyadari bahwa ada banyak hal yang harus aku syukuri. Aku sadar bahwa yang kuciptakan bukan sekadar goresan luka, aku juga tahu bahwa dengan kata maaf tak akan menyembuhkan dan mengembalikan semua seperti sedia kala.
Pergilah, jika itu yang membuatmu nyaman. Hanya saja inginku kau tetap tinggal.
"Maaf", kataku dan juga kata egoku.
Maaf,
Jika hari ini aku mengecewakanmu,
Jika saat ini aku kehilangan rasa syukurku,
Jika detik ini aku menangis tersedu-sedu hanya karena mengingat mu.Se-tak tahu malu itu; dan
Se-egois itu. Aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELF
Acak[ ON-GOING ] ••• Sebuah cerita singkat ekspedisi dalam melampaui ekspektasi. Banyak orang ingin mengungkapkan, tapi hanya sedikit dari mereka yang benar-benar mampu melakukannya. Bukan karena keadaan, melainkan perihal sudut pandang.