"Haoxiang, bagikan buku ini tapi jangan sama pemilik aslinya. Bagikan secara acak." Laoshi memberikan setumpuk buku latihan Matematika kepada Haoxiang. Si ketua kelas langsung patuh dan membagikan buku latihan itu sesuai perintah Laoshi.Kali ini gue gak begitu semangat karena tadi saat jam istirahat gue mendapat telepon dari mama, beliau mengatakan kalau dia akan ikut papa ke Shanghai untuk mengunjungi nenek yang sakit, jadilah gue ditinggal sendirian selama 3 hari nanti. Mana mama gak ada pamitan sama gue secara langsung, dia cuma bilang nanti bakal transfer uang ke gue dan kunci rumah dititipkan ke rumahnya Junlin.
Haoxiang sampai di meja gue dan Junlin, meja terakhir karena meja kita berdua di pojok belakang. Junlin membagikan dua buku sisanya ke kita. Lalu pergi kembali ke tempat duduknya.
Gue meraih buku latihan itu malas, namun saat gue melihat namanya, gue auto melotot kaget sampe hampir aja mau teriak. Untung gue langsung tutup mulut.
Gue cengkram lengan Junlin, sang empu pun meringis dan menoleh ke gue kesal. "Apasih anjir?!" Bisiknya.
"Gue dapet buku Yaxuan!" Seru gue dengan berbisik.
"Yaudah kalem lah! Sakit lengan gue!" Junlin menepis tangan gue. Lalu fokus mendengar Laoshi yang memberikan jawaban di depan.
Tugas kita adalah meriksa jawaban teman. Jadi, apakah disini saatnya gue menunjukkan kebesaran cinta gue ke Yaxuan dengan membenarkan semua jawaban dia meskipun ada yang salah? Oke, not bad idea.
Selama meriksa buku Yaxuan, gue terus senyum-senyum ngelihat tulisan dia. Padahal isinya cuma angka-angka dan rumus-rumus ngeselin. Baru kali ini gue seseneng itu ngelihat rumus matematika. Ah, ternyata rumus matematika bisa seindah itu. Iya tau bucin.
Kadang-kadang gue buka-buka buku Yaxuan yang bagian belakang. Isinya cuma coretan-coretan gabut, persis banget kayak gue yang bagian belakang bukunya gak pernah bersih. Gue ketawa saat melihat Yaxuan yang nulis, "Gue benci matematika!". Ternyata Yaxuan bisa segemesin itu. Kan gue makin bucin sama dia. Gue melirik Yaxuan di ujung sana, dia tengah fokus menyimak Laoshi sambil mainin pulpennya, diputer-puter gitu.
Setelah puas lihatin dia, gue kembali melihat buku dia yang udah gue ceklis semua jawabannya. Padahal yang dibahas jawabannya masih di nomor 2, tapi gue udah secepat itu dan jadilah gabut.
Karena terlalu gabut, gue sampe gak sadar udah mencoret sesuatu di tempat kosong kertas jawabannya Yaxuan. Tangan gue tergerak sendiri buat nulis nama Yaxuan disertai lope-lope dan berbagai hiasan lainnya. Emang tangan gue ini paling gak bisa diam kalo udah megang pulpen. Gue auto panik, karena udah nyoret bukunya Yaxuan walaupun yang dicoret cuma dikit. Tapi lumayan kelihatan karena ramenya hiasan yang gue gambar.
"Lin!" Gue menyikut pinggang Junlin.
"Apaan." Balas Junlin cuek tanpa menoleh.
"Lin anjir lihat dulu ini!" Bisik gue berseru.
Dengan malah Junlin menoleh ke buku Yaxuan yang gue tunjuk. "Kenapa dah?"
"Buku Yaxuan gue coret anjir!"
"Ah elah, santai aja kali. Toh dia gak tau siapa yang meriksa buku dia."
Iya juga ya, di kelas ini ada sekitar 20 orang murid, dan gue yakin Yaxuan gak akan segabut itu buat nanyain satu persatu tentang buku dia ini aja. Oke, gue jadi tenang walaupun merasa gak enak.
"Apa gue hapus aja ya? Eh nanti jadi kotor bukunya, haduh dasar Yiren bodoh! Punya tangan jahil banget." Gerutu gue pelan sambil menepuk-nepuk kepala gue.
Semoga aja Yaxuan gak tau bukunya gue yang periksa.
-the way i love you
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐭𝐡𝐞 𝐰𝐚𝐲 𝐢 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮
Fanfic(finished) "Yiren, ayo berjuang! Gue bakal bantuin lo. Lo gak boleh gini aja. Nanti kalo Yaxuan udah deket sama cewek lain, lo juga yang nyesel nanti. Oke?" Kata Junlin lagi sambil menepuk bahu gue. Yaxuan itu cowok yang disukai semua orang. Anaknya...