Chapter 4

1.6K 126 4
                                    

Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Dia terpesona dengan kemanisan (?) seorang pria apalagi saat melihat senyumnya itu. Mungkin kalau es batu bisa melihat senyumannya akan langsung mencair. Begitupun hatinya, setelah lama tidak membuka hatinya kini hatinya dihangatkan dan dicairkan oleh seorang pemuda dengan senyuman manis yang sulit untuk dia lupakan.

Tapi bodohnya, dia tidak bisa menahan gejolak hasrat saat bersama pemuda tersebut. Bisa-bisanya dia melakukan kegiatan panas dengan pemuda yang disukainya itu. Awalnya dia hanya mengajak pemuda itu masuk kekamarnya hanya untuk berbincang dan perkenalan saja tapi hal lain yang tidak terduga malah terjadi.

Dia merasa gagal karena kegiatan satu malam itu mungkin saja bisa membuat pemuda yang diincarnya menjauhinya. Disatu sisi dia juga senang karena tahu kalau pemuda tersebut juga berorientasi sama dengannya yaitu sebagai homosexsual atau gay. Apalagi saat dia tahu kalau kegiatan itu adalah first time bagi pemuda itu.

Jujur dia bangga telah mengambil first time seseorang apalagi orang yang disukai olehnya.

Sebelumnya perkenalkan namanya adalah Mean Phiravich. Pria 28 tahun yang bekerja sebagai CEO di salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perhotelan juga pasar modern. Siapa yang tidak kenal Mean Phiravich. Pria sukses dan kaya. Apalagi nama keluarga Phiravich yang memang sudah terkenal dari kakek neneknya. Mean adalah pengusaha yang terbilang sangat sukses. Dengan memiliki M-Phiravich Mart dan MP Company pastilah banyak pemasukan.

Masalah percintaan sebenarnya dia tidak usah bingung karena dengan mudah wanita terjerat akan pesonanya. Apalagi dengan kekayaan yang melimpah pasti akan mudah memilih wanita. Tapi sayangnya Mean tidak bodoh. Dia tidak akan menggunakan kekayaannya untuk mencari pasangan. Mean juga tidak suka dengan wanita. Dia lebih memlih surga laki-laki daripada surga wanita. Mungkin kalian tahu istilah surga ini.

Mean mengambil air minum. Dia masih memikirkan sosok pemuda yang digagahinya. Dia juga lupa untuk menanyakan tentang pemuda tersebut bahkan namanya saja dia lupa. Tapi tenang, itu hanyalah masalah seujung jari kelingking baginya. Hanya mencari identitas dan nama saja mungkin dia akan cepat mendapatnya.

Logikanya berpikir, kalau pemuda itu adalah tamu temannya yang menikah, pasti temannya tahu siapa pemuda itu. Mean ingin menanyakan pada temannya, tapi dia tidak mau merusak hari indah pengantin baru. Dia tahu rasanya bagaimana menjadi pengantin baru. Jadi dia hanya perlu bersabar sedikit.

Ddrrttt...

Mean melirik ponselnya yang bergetar diatas meja. Dia melihat ternyata dari ibunya jadi dia mengambil ponselnya dan mengangkat panggilannya.

"Ya, Mae?" tanya Mean. Terdengar suara tangisan anak kecil diseberang telepon.

"Ini Yim menangis...cepatlah pulang...apa kau sibuk?"

"Tidak, sebentar lagi aku pulang." Panggilannya langsung dimatikan oleh Mean.

Setelahnya dia menelepon asisten pribadinya untuk mengemasi dan membawa barang-barangnya di kamar, sedangkan Mean turun menuju ke lantai bawah untuk melakukan check out hotel.

Setelah selesai melakukan check out kamar hotel, dia langsung menuju mobilnya yang terparkir di depan hotel. Ya, dia memarkirkan mobilnya didepan hotel karena semalam basement hotel sangat penuh dengan mobil orang lain. Dia masuk kedalam mobilnya dan menunggu sang asisten untuk masuk. Tidak lama, dia melihat asistennya berjalan dengan membawa satu koper. Setelah asistennya memasukkan kopernya kedalam bagasi belakang, pria tersebut masuk dan duduk di kursi kemudi.

Pria bernama Tonnam yang menjabat sebagai asistennya itu duduk didepan sedangkan Mean duduk di tempat duduk bagian belakang.

Asistennya menjalankan mobilnya menuju kediaman keluarga Phiravich atau lebih tepat rumah orangtua Mean. Mungkin hanya menempuh dua puluh menit saja sampai dirumah orangtuanya. Memang jarak antara rumah dan hotel lumayan dekat.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang