Chapter 6

1.4K 126 6
                                    

Plan kesal. Bagaimana mungkin dihari pertamanya bekerja sebagai seorang baby sitter harus sesusah ini.

Diawali dengan dia berangkat ke apartemen Mean, dia awalnya sangat sulit menemukan dimana apartemennya karena dia tidak tahu alamat. Terpaksa dia meminta alamat tempat tinggal Mean pada mantan atasannya.

Kedua, saat Plan sudah sampai di apartemen, ternyata tidak ada orang sama sekali dan sialnya juga dia harus menunggu sampai pemiliknya datang. Dia bisa saja pergi tapi dia tidak melakukannya.

Ketiga, Plan lelah menunggu hampir satu jam didepan apartemen Mean. Saat orang yang ditunggu sudah datang dan membukakan pintu, dia kaget karena didalam sangatlah berantakan. Alhasil dia harus mengumpulkan tenaga untuk membersihkan ruangan besar ini. Ya, walaupun dia dibantu Mean, tapi tetap saja itu melelahkan.

Keempat, dia disuruh memasak oleh Mean. Jelas dia menolak perintah Mean. Sesuai perjanjian dia hanya akan menjaga anaknya. Tapi karena terus memaksa, Plan juga tidak tega dengan anak kecil itu. Jadi dia memasak walaupun hanya makanan sederhana. Plan hanya memasak omelet dan roti bakar.

Dan yang terakhir, setelah dia membersihkan bekas sarapan, ternyata penderitaannya belum selesai sampai disitu saja karena saat dia masuk ke kamar mandi, banyak sekali tumpukan baju kotor dan dia juga yang harus mencuci pakaian itu semua. Hey, Plan bukan seorang pembantu disini. Dia hanya dibayar untuk merawat anaknya saja bukan? Terus kenapa dia harus mengerjakan semua ini.

"Dengar Tuan Phiravich yang terhormat, sepertinya anda harus menaikkan gaji saya karena saya sudah anda jadikan sebagai pembantu anda." Sindir Plan pada Mean yang duduk santai didepan tv sambil menyeruput kopinya.

"Ah kau mau gaji lebih? Aku bisa saja memberimu berapapun, asal ada satu syarat." Plan menolehkan kepalanya bingung kearah Mean.

"Apa?"

"Kau hanya perlu menikah denganku saja dan kau akan mendapatkan semua yang kau mau, bagaimana?" Plan mendecih tidak suka mendengar tawaran Mean. Mungkin lebih tepat itu dianggap sebagai kalimat merendahkan dirinya.

"Dengar ya, aku tidak semurah itu yang akan tergiur dengan kekayaanmu." Plan bingung, apakah orang kaya memang selalu seperti ini.

"Yakin kau tidak mau?" goda Mean.

"Ya." Setelah menjawab pertanyaan Mean, Plan pergi menuju kamar Yim. Ya setelah dia beristirahat sebentar, dia meninggalkan gadis kecil itu dikamar sendirian. Mungkin karena Plan merasa tidak dianggap oleh anak itu. Yim selalu sibuk dengan mainannya saja.

Plan membuka pintu dan melihat Yim terbaring tidur. Mungkin karena lelah bermain tanpa berhenti. Plan menuju kearah Yim. Dia sedikit tertawa melihat pose tidur gadis itu. Setelahnya, Plan membenarkan posisi tidur Yim. Setelah menyelimuti tubuh kecil tersebut.

Plan rasanya ingin muntah, dia menutup mulutnya dan berlari ke kamar mandi. Dia menuju wastafel, tetapi dia hanya memuntahkan cairan bening saja. Tapi walaupun sudah dia muntahkan, rasa mual itu tetap masih ada.

"Kau kenapa?" Plan kaget saat mendengar suara di belakangnya. Sontak dia membilas mulutnya dan menengok kebelakang. Ternyata dia adalah Mean.

"Aku tanya kau kenapa?" tanya Mean lagi.

"Aku hanya merasa mual saja." Jawab Plan. Mean mendekat kearah Plan. Dia menaruh telapak tangannya ke kening Plan.

"Hmm tidak panas." Ucap Mean sambil mengerutkan keningnya.

"Lebih baik aku menelepon dokter ." Plan mengerutkan keningnya. Kenapa harus memanggil dokter. Padahal dia hanya mual saja, bisa saja dia masuk angin atau salah makan.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang