Chapter 2

2K 140 14
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Plan bersenang-senang dan bercanda dengan teman-temannya. Sesaat dia teringat akan pria yang tadi pengahalanginya didepan toilet. Jadi, dia meminta kepada temannya untuk pergi kesuatu tempat. Awalnya Ploy menanyakan kemana dia pergi tapi Plan hanya menjawab kesuatu tempat. Setelah temannya paham, lantas dia menaruh gelas minumannya diatas meja dan langsung keluar dari ruangan pesta tersebut.

Plan berjalan menuju pintu keluar ruangan. Dia tersenyum saat pria penjaga pintu yang meminta untuk memperlihatkan undangan tersenyum kepadanya. Saat sudah berada diluar ruangan, dia bingung akan jalan kemana lagi karena dia belum tahu dimana dan harus melewati jalan yang mana untuk pergi kekamar tersebut.

Setelah lama dia diam dan bingung, Plan memukul kepalanya sendiri. Bodoh, kenapa dia tidak tanya kepada pegawai hotel ini. Plan berjalan menuju kearah seorang pegawai hotel yang sedang menyapu latai didekatnya.

"Permisi tuan." Ucap Plan dengan sopan.

"Iya tuan?" tanya pegawai hotel tersebut. Plan mengeluarkan kertas yang berada didalam sakunya.

"Kamar 276 dimana?" tanya Plan setelahnya.

"Ah Anda bisa naik kelantai 5, lalu berjalan kearah kiri dan nanti anda akan menemukan kamar 276 disana." Jelas pegawai tersebut dengan lancar.

"Terimakasih tuan." Balas Plan.

Setelah menanyakan tempat kamar tersebut, Plan langsung berjalan kearah lift dan masuk setelahnya. Dia memencet tombol angka lima dan pintu lift tertutup secara otomatis. Didalm lift dia berpikir dan menduga apa yang akan dibicarakan oleh pria yang tidak dikenalnya. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya.

Dia sempat berpikir kalau dia akan dimutilasi atau tubuhnya akan dipotong-potong menjadi beberapa bagian, atau dia akan diculik dan penculiknya meminta tebusan yang sangat tinggi kepada orang tuanya. Atau mungkin dia akan diberi uang dengan jumlah banyak. Kalau yang terakhir benar pasti dia akan senang sekali tapi itu hanya khayalannya saja dan tidak akan terjadi. Mustahil bukan kalau dia diberi segepok uang dengan jumlah yang sangat banyak. Mungkin dia akan pingsan ditempat kalau diberi uang banyak yang tidak terduga. Plan merasa liftnya berhenti dan lift pun berbunyi tanda kalau dia sudah sampai. Saat pintu lift didepannya sudah terbuka, Plan berjalan keluar dan menengok kearah kirinya. Dia berjalan kearah kirinya. Terus mengucapkan dua ratus tujuh puluh enam. Dia melihat dan mngurutkan angka setiap kamar hingga akhirnya matanya menangkap kamar bertuliskan angka 276.

Kini dia sudah berada didepan kamar. Dia mengangkat tangannya untuk memencet bel tapi dia urungkan lagi, dia takut dan gugup. Plan menghembuskan napasnya lalu tersenyum dan berpikir kalau tidak akan terjadi apa-apa. Dengan segenap keberanian yang dia punya, Plan sekali lagi mengangkat tangannya dan memencet bel yang berada ditengah pintu.

Tidak lama pintu tersebut terbuka dan menampilkan sosok pria yang dilihatnya tadi tapi bedanya pria didepannya ini hanya memakai celana boxer tanpa memakai atasan sama sekali. Otomatis keringat dingin keluar dari pori-porinya. Jantungnya berdegup kencang. Tapi dia harus menahan karena dia tidak mau kalau jadi dirinya akan diketahui.

Kalian tidak tahu bukan kalau dirinya adalah seorang gay atau penyuka sesama jenisnya. Ya dia tidak bisa menyukai seorang wanita. Hasratnya adalah untuk seorang pria bukan untuk seorang wanita. Tapi sejujurnya dia belum pernah berpacaran dengan pria manapun. Bahkan dia belum pernah merasakan first time.

"Hai ayo masuk." Plan tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuk belakang yang tidak gatal.

Dengan rasa gugup, dia melangkahkan kaki masuk kedalam kamar tersebut. Hal pertama yang dia tangkap di indera penglihatannya adalah kamar hotel yang cukup rapi.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang