Chapter 19

1.1K 99 10
                                    

Mean diantara dua dia bahagia atau merasakan sedih. Dia senang karena Plan sedang berjuang untuk melahirkan anaknya. Di sisi lain dia sangat sedih melihat anak pertamanya terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit.

Walaupun dua orangtua disampingnya selalu menemani dan mencoba untuk menenangkannya, tetapi Mean tetap tidak bisa tenang. Bahkan kini dia menunduk dan memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Sudah hampir satu jam tetapi dokter belum juga muncul.

Keluarga Mean sengaja memilih ruang operasi yang dekat dengan ruangan Yim. Karena dengan begitu mereka tidak perlu berjalan jauh untuk mengontrol keduanya.

Lampu ruangan Plan yang awalnya berwarna merah kini berubah menjadi warna hijau yang berarti operasi sudah selesai. Ketiganya langsung berjalan menuju ruangan Plan.

Dokter yang menangani Plan keluar dan tersenyum.

"Selamat Tuan Mean. Anak anda laki-laki dan sehat." Ucap dokter tersebut dan tersenyum pada Mean serta keluarganya.

Mean mengucapkan terimakasih. Semuanya senang saat anak Mean dan Plan sudah lahir.

Sesaat kemudian Plan dibawa ke ruang perawatan. Dia masih dalam efek bius. Matanya masih tertutup. Mean mencium kening Plan dan mengucapkan terimakasih.

Tok...tok...tok...

Nyonya Phiravich menoleh ke arah pintu yang diketuk seseorang. Wanita tersebut berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ternyata seorang perawat lah sambil menggendong bayi laki-laki yang sangat kecil.

Perawat tersebut menyerahkan bayi laki-laki itu pada Nyonya Phiravich. Dia mengucapkan terimakasih pada sang suster sebelum menutup pintu.

"Mean... ini gendonglah." Ujar Nyonya Phiravich.

Mean berjalan ke arah ibunya. Dia mengambil alih putranya yang berada digendongan sang nenek. Dia tersenyum melihat anaknya yang masih menutup mata. Walaupun masih sedih mengingat Yim, tetapi setidaknya dia harus terlihat tegar di hadapan anak keduanya.

"Mau kau beri nama siapa?" tanya Tuan Phiravich sembari berjalan kearahnya.

"Emm nanti setelah Plan bangun. Kami akan memberi nama bersama." Jawab Mean. Kedua orangtua itu mengangguk.

Tuan Phiravich berpamitan sebentar untuk melihat Yim. Jujur, Mean juga ingin kesana. Tetapi orangtuanya melarangnya dengan alasan dia harus disamping Plan yang baru saja melahirkan.

"Nngghhh..." lenguhan Plan yang baru terbangun dari tidurnya. Mean mendekati Plan dengan menggendong anaknya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mean lembut padanya. Plan hanya menganggukkan kepalanya dan sedikit tersenyum.

"Anak kita dimana?" tanya Plan.

Mean memberikan anak mereka ke pelukan Plan. Dia menidurkan bayi mungil tersebut tepat disamping Plan.

Plan tersenyum ketika bayinya menggeliat dalam tidur.

"Lihatlah semuanya mirip denganku. Hanya bibirnya saja yang mirip denganmu." Seru Mean. Plan mengiyakan seruan Mean. Dia mengakui kalau putranya sangat mirip dengan Mean bahkan dia hanya mewariskan bibirnya saja.

Plan yakin kalau anaknya akan mempesona ketika besar nanti. Sama seperti ayahnya.

"Nah sekarang kalian beri nama anak kalian." Ucap Nyonya Phiravich yang berada disamping Plan.

Plan berpikir. Dia mencari nama yang cocok untuk anaknya. Hingga satu nama terlintas dipikirannya.

"Perth? Bagaimana?" seru Plan.

Mean dan ibunya berpikir sebentar.

"Ah bagus juga nama itu. Kalau begitu namamu sekarang Perth." Ujar Nyonya Phiravich menyetujui usul Plan dan memainkan pipi gembul bayi tersebut. Perth menggeliat merasa terganggu. Semua tersenyum melihat reaksi yang diberikan bayi tersebut.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang