Chapter 7

1.4K 124 12
                                    

Plan masih seperti tidak percaya akan keadaannya yang sekarang. Saat dia tahu kalau dirinya sedang hamil, sampai sekarang dia masih berdiam diri di apartemen Mean. Bukan untuk menenangkan pikirannya, tapi dia bingung kenapa terjadi padanya dan kaget saat mengetahuinya. Bahkan selesai dari rumah sakitpun dia masih diam tanpa bicara sama sekali.

Flashback...

Sesuai perintah dokter yang memeriksa Plan. Kini mereka berangkat ke sebuah rumah sakita yang terbilang elit. Sebelum pergi ke rumah sakit, mereka mengantarkan Yim untuk ke sekolah terlebih dahulu. Setelah Yim masuk sekolah barulah mereka pergi.

Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit hanya keheningan yang menemani mereka. Plan larut dalam pikirannya sendiri dan begitupun Mean yang bingung harus memulai percakapan darimana. Tidak biasanya dia kehabisan kata-kata seperti ini. Biasanya dia selalu punya hal yang akan dikeluarkan dari mulutnya. Itulah kenapa dia menjadi sukses.

Karena bosan dengan situasi yang seperti ini. Mean berinisiatif untuk menghidupkan radionya. Tangan kirinya memegang kendali setir dan tangan kanannya memencet radio mobilnya. Dia mencari-cari hingga menemukan sebuah saluran yang memutar lagu dari salah satu grup musik ternama.

Hingga dipertengahan lagu, radio tersebut mati. Mean bingung. Ternyata setelah dilihat, Plan lah yang mematikan radio tersebut.

"Berisik." Mean hanya tersenyum. Untung saja Plan masih mau berbicara dengannya. Batin Mean.

Setelah beberapa menit, mereka telah sampai di depan rumah sakit yang sangat besar. Mean memarkirkan mobilnya. Setelah mendapatkan tempat parkir yang strategis, dia mempersilahkan Plan untuk turun. Biarlah dia lebih mirip supir asalkan dia bisa membuat Plan tenang.

Kini mereka berdua berjalan masuk rumah sakit. Jaraknya tidak terlalu jauh dari parkiran mobil. Jadi mereka tidak perlu lelah untuk berjalan. Saat sampai di dalam, Mean menyuruh Plan untuk duduk sedangkan dirinya menuju receptionist untuk menanyakan dokter Nam sesuai janji kemarin. Setelah mendapat konfirmasi dari receptionist, mereka berjalan masuk lift menuju lantai tiga. Sampai di lantai yang di maksud, mereka berjalan ke lorong sebelah kiri. Mean berada di depan sedangkan Plan berjalan di belakang Mean. Entah apa yangs edang di pikirkan oleh Plan. Mean pun tidak tahu.

Saat sudah sampai didepan pintu bertuliskan dr. Nam, Mean yakin kalau pintu di hadapnnya ini adalah pintu ruangan dokter yang dia cari. Jadi, Mean menyuruh Plan untuk masuk terlebih dahulu dan barulah dia menyusul di belakang.

"Selamat pagi Plan... Mean." Nam menyapa mereka.

"Kami ke sini ingin memastikan benar atau tidak perkataan dokter kemarin." Mean langsung to the point karena dia mengerti keadaan Plan yang seperti ini pasti tidak mau berlama-lama di luar.

"Baiklah, ayo Plan ikut aku." Plan mengikuti arah jalan sang dokter.

Saat dia dipersilahkan untuk berbaring di atas ranjang, maka dia ikuti. Dokter tersebut membuka kaos yang dipakai Plan setengah. Setelahnya dia mngoleskan gel yang dingin. Lalu menempelkan sebuah benda yang Plan sendiri tidak tahu.

"Ah lihatlah ke layar itu Plan. Itu adalah anakmu." Karena rasa penasaran, Plan menolehkan kepalanya kearah kanan dan ternyata benar ada sebuah gambar yang mungkin itu adalah janin. Plan tidak tahu harus senang atau sedih.

"Mana aku ingin lihat?" tiba-tiba Mean menyelinap ke dalam dan dia tersenyum saat melihat ke dalam layar.

Setelah berbagai pemeriksaan, Plan duduk di samping Mean sedangkan dihadapannya kini adalah dokter Nam.

"Kandunganmu terbilang masih muda. Dia baru hampir dua minggu jadi kau harus menjaganya bik-baik. Perhatikan gizi dan makananmu." Ucap sang dokter. Plan mengangguk mengerti. Begitupun dengan Mean yang terlihat sangat antusias sekali.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang