Chapter 14

1.1K 112 13
                                    

Plan diam saat Nyonya Phiravich memandanginya.

Dia tersenyum saat Nyonya Phiravich tersenyum padanya.

"Kalian duduk disini. Aku akan panggilkang ayahmu Mean." Mean mengangguk. Mereka berdua duduk di ruang tamu. Sedangkan Yim pergi ke kamarnya untuk bermain dengan mainannya. Memang kalau anak kecil hanya tahu kata bermain saja.

Tidak lama datang seorang pelayan membawakan mereka minuman. Pelayan wanita paruh baya tersebut menaruh dua gelas minuman berwarna hijau di atas meja. Dia juga membawakan beberapa camilan. Plan tersenyum dan mengucapkan terimakasih padanya.

"Mae mu ramah sekali padaku." Ucap Plan.

Mean menolehkan kepalanya kearah Plan. Dia mengerutkan keningnya.

"Maksudku, sikap Mae mu padaku sangat jauh dari ekspektasiku. Aku pikir dia akan memandangiku jijik bahkan menolak mentah-mentah. Tapi ternyata dia ramah bahkan tersenyum padaku." Jelas Plan.

Mean tersenyum dan mengelus perut besar Plan.

"Dia memang seperti itu." Jawab Mean. Plan mengangguk mendengar tanggapan Mean.

Tidak lama, Nyonya Phiravich datang dengan seorang pria paruh baya disampingnya.

Dapat Plan tebak kalau pria tersebut adalah Tuan Phiravich, ayah Mean.

Plan sekarang tahu bagaimana Mean mendapatkan kewibawaan seperti ini. Siapa lagi kalau bukan diturunkan dari sang ayah. Bahkan diumur yang seperti ini saja ayah Mean masih sangat terlihat tegas.

Kedua orangtua tersebut duduk di depan Mean dan Plan. Ayah Mean hanya melirik ke arah mereka sekilas. Setelahnya memalingkan kepala entah kemanapun asal tidak menghadap dua pemuda di depannya.

"Kenapa kalian menyuruh kami datang?" tanya Mean memecahkan keheningan yang terjadi.

"Biarkan ayahmu sendiri yang berbicara. Aku lelah membahas soal ini." Jawab Nyonya Phiravich.

Plan hanya memperhatikan dan mendengarkan mereka semua.

"Pertama, siapa yang disampingmu itu?" pertanyaan pertama kali yang muncul dari mulut Tuan Phiravich.

"Dia Plan Rathavit." Jawab Mean.
"Hanya itu jawabanmu? Sangat tidak memuaskan." Sindir Tuan Phiravich dan berdecih setelahnya.

"Aku akan langsung pada intinya... jujur aku sangat kecewa denganmu Mean. Sepertinya kau sudah berhasil menghancurkan pamor perusahaan keluarga kita dalam sekejap hanya karena berita murahan." Jelas Tuan Phiravich.

Mean hanya mendengarkan dan menunggu apa lagi yang akan disampaikan oleh sang ayah. Sedangkan Plan menunduk. Dia mengerti kalau Tuan Phiravich menyindirnya secara tidak langsung.

"Jadi apa yang akan kau lakukan? Kau akan menikahinya dan berita selesai?" lanjut Tuan Phiravich.

"Tentu aku akan menikahinya karena dia hamil anakku. Tapi itu tidak sekarang. Karena aku harus mengurus segala permasalahan ini." Jawab Mean.

"Pintar sekali kau Mean. Dan namamu Plan, kan?" Plan mengangguk menjawab pertanyaan Tuan Phiravich.

"Aku ingin bertanya padamu. Apa yang kau lakukan untuk menyelesaikan masalah ini? Atau setidaknya kau akan membantu dalam hal apa?" Plan bingung harus menjawab apa. sebenarnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Tuan Phiravich tidaklah sulit. Tapi, kali ini mungkin dia harus menggunakan jawaban yang pintar agar tidak terjadi apa-apa. apalagi kalau dia salah bicara. Sudah dapat dipastikan kalau dia akan ditolak mentah-mentah.

"Aku memang tidak bisa menyelesaikan masalah ini. Jujur, aku sangat ingin untuk menyelesaikan hal ini. Tapi, tidak mungkin karena aku masih dalam keadaan seperti ini. Kalaupun membantu, aku akan lebih berani untuk klarifikasi tentang semua ini sehingga tidak ada nama perusahaan yang jatuh karena masalah ini." Jawab Plan dengan sangat jelas. Mean tercengang mendengar jawaban Plan. Tidak biasanya Plan bicara sepanjang ini.

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang