Chapter 3

1.7K 139 10
                                    

"Aw." Plan meringis sakit saat dirinya ingin mendudukkan dirinya. Dia merasa kalau bagian bawahnya sangat ngilu dan sakit untuk digerakkan. Awalnya dia bingung kenapa bagian bawah sekitar pinggangnya sakit, tapi dia langsung tersadar dan mengingat kejadian kemarin malam yang sangat menggairahkan baginya. Dia malu dan tersenyum sendiri tapi juga menyesal kenapa dia dengan mudahnya untuk memberi pengalaman pertamanya kepada orang yang baru dikenalnya bahkan hanya beberapa jam saja. Plan merasa murah.

Dia duduk diatas kasur dengan pelan dan hati-hati tidak ingin merasakan sakit walaupun sakitnya masih terasa saat dia duduk dengan pelan tapi setidaknya rasa sakitnya berkurang. Dia menengok kearah sampingnya. Kosong, seingatnya kemarin malam kalau Mean tidur disampingnya tapi ini malah tidak ada orang sama sekali selain dirinya.

Plan melihat badannya, ternyata dia sudah memakai pakaian dan ini bukan pakaian yang dipakainya semalam. Dia menduga kalau Mean lah yang memaikannya baju. Dan sekarang dimana orang itu. Apa mungkin dia ditinggal sendiri layaknya pelacur murah yang sehabis dinikmati malah langsung ditinggalkan begitu saja. Kalau memang benar dia diperlakukan seperti itu maka dia tidak akan terima.

Dia haus. Dia mengedarkan pandangannya untuk mencari air putih dan matanya menangkap botol air mineral di atas meja. Tapi sialnya meja itu cukup jauh dengan tempatnya dan itu berarti dia harus berjalan untuk mengambil air minum. Sial batinnya.

Dengan keyakinan kalau dia akan bisa, Plan mencoba untuk bangun dari duduknya dengan pelan-pelan. Dia menggeser badannya dengan pelan hingga sampai di tepi kasur. Diturunkan kakinya satu persatu. Lalu dirinya berdiri. Saat berdiri otomatis bagian bawahnya terasa sakit membuatnya meringis. Selanjutnya dia mencoba untuk melangkahkan kaki. Dia harus bisa dan harus bisa, batin Plan.

Dengan jalan sedikit terbuka, dia melangkahkan kakinya dengan pelan dan hati-hati. Plan bernapas lega akhirnya dia sampai dimeja. Dengan cepat dia mengambil botol air mineral itu, membukanya dan menegak air putih hingga abis. Dia mendesah lega akhirnya dahaganya terpenuhi.

Plan menengok kearah pintu hotel karena merasa ada seseorang yang akan membuka pintu tersebut. Dia ingin berjalan kesana untuk membukakan pintu tersebut tapi pintu kamar tersebut sudah terbuka dan menampakkan seseorang yang baru dikenalnya semalam.

"Kau bisa jalan?" tanya orang tersebut kaget saat melihat Plan berdiri. Plan hanya mengangguk saja.

"Bagus kalau begitu, ini aku bawakan sarapan untukmu." Plan melihat kearah kantong plastik tersebut selanjutnya dia menggeleng.

"Tidak usah, lebih baik aku pulang." Tolak Plan. Jelas pria dihadapannya ini bingung.

"Dengan keadaan seperti ini?" Plan hanya mengangguk saja. Entah kenapa dia tidak suka melihat wajah orang ini.

"Hm baiklah kalau begitu. Ayo aku antar, beri tahu saja dimana kau tinggal."

"Tidak usah, aku bisa naik taksi." Lagi dan lagi Plan menolak tawaran pria ini.

"Aiss yasudah lah ini uang mu." Geram pria dihadapannya.

"Maaf Mean, aku bukan pelacur yang bisa kau bayar. Anggap saja semua ini tidak terjadi." Setelah mengucapkan kata tersebut, Plan langsung pergi keluar kamar dengan pelan. Dia tahu kalau bagain bawahnya masih nyeri walau tidak sesakit awal dia bangun.

Mean hanya memandang Plan saja. Memang dia menganggap kalau kejadian semalam itu hanyalah sebatas pemuas tapi apa salahnya kalau dia berbaik hati untuk mengantarkan Plan. Dan sekarang dia masa bodoh dengan Plan yang penting dia sudah berbaik hati tapi malah ditolak.

Plan berjalan kearah lift. Dia menunduk malu melihat orang sekitar yang memandangnya seperti orang aneh saja. Memang kalau dilihat-lihat dia lucu juga kalau berjalan sedikit mengangkang tidak seperti biasanya. Dia berpikir bagaimana kalau teman-temannya bertanya tentang keadaannya yang seperti ini apalagi semalam tidak pulang kerumah. Kalau dia jujur itu sama saja bunuh diri, pasti dia akan dianggap murahan oleh teman-temannya dan kalau dia berbohong harus memakai alasan apa nanti.

Pusing dia memikirkan semua hal yang tidak penting dan sialnya terjadi padanya. Plan masuk ke dalam lift dan menekan angka satu. Di dalam lift dia terus berpikir alasan apa yang akan dia pakai untuk menjawab segala pertanyaan temannya nanti.

Ketika dia sudah sampai di lantai satu, Plan keluar lift dan menuju kearah tempat pemesanan taksi. Dia menunjukkan alamatnya dan menunggu beberapa menit taksi yang akan dia pakai datang. Dia masuk ke dalam taksi dan menunjukkan kemana dia akan pergi pada supir taksi tersebut. Dia keluarkan ponselnya, ternyata sudah jam sembilan pagi. Untung saja hari ini adalah hari libur jadi dia bisa beristirahat. Dia melihat pemberitahuan, ada dua puluh panggilan tidak terjawab dari Ploy. Mungkin semalam mereka mengkhawatirkannya. Dia harus bersiap-siap mendengar ocehan panjang, batin Plan.

Dalam perjalanan, dia hanya diam memandangi suasana kota Bangkok pada pagi hari. Dia hanya diam sesekali meringis masih sakit bagia bawahnya. Bodohnya lagi dia melupakan bajunya yang dipakainya kemarin waktu datang ke pesta pernikahan. Sekarang dia tidak terlalu memikirkan bajunya yang tertinggal. Dia hanya memikirkan nasibnya saat pulang.

Akhirnya setelah beberapa menit menghabiskan waktu di dalam perjalanan, kini dia sampai di depan rumah. Terlihat pagar yang masih tertutup. Bisa dia tebak kalau teman-temannya masih tertidur nyenyak dikamar masing-masing.

Setelah Plan membayar uang taksi, dia turun dari mobil taksi dan berjalan membuka pagar rumah. Dia berjalan dengan pelan. Sialnya saat dia akan membuka pintu, dia lupa membawa kunci. Alhasil dia mengetok pintu depan.

Plan terus mengetuk. Lama-lama kesabarannya habis karena tidak ada yang membukakan pintu rumah. Pintunya terus dia ketuk hingga dia mendengar seseorang yang memutar knop pintu.

"Kau darimana saja?" sesuai dugaannya, pasti dia akan ditanya seperti ini bahkan dia masih berada diluar.

"Bisa kan tanyanya di dalam?" balas Plan dengan wajah kesal. Orang didepannya hanya tersenyum canggung dan membukakan pintu.

Plan berjalan masuk kedalam rumah. Becca dibelakangnya bingung melihat cara jalan Plan yang sedikit aneh. Dia ingin bertanya kepada Plan, tapi nanti.

"Plan, aku ingin bertanya sesuatu padamu." Plan menolehkan kepalanya setelah duduk dikursi.

"Kenapa kau berjalan agak berbeda dari biasanya?" seketika Plan kikuk dan bingung menjawab apa. Kenapa dia bodoh tidak langsung masuk ke kamarnya saja.

"Eemm i-itu." Dia bingung harus menjawab apa, yang ada dia hanya menggaruk leher belakangnya yang sama sekali tidak gatal.

"Itu apa? Kau tahu tadi kau berjalan seperti penguin saja tapi bedanya kau berjalan lebih mengangkang daripada pinguin." Plan ingin melemparkan kursi pada Becca karena dengan gampangnya dia mengejek dirinya pinguin. Tapi dia berpikir memang agak aneh dengan jalannya.

"Aku akan memberi tahu, tapi kau jangan memberitahu siapapun, mengerti?" Plan mencoba untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Becca.

"Se-sebenarnya tadi malam aku tidur dengan seseorang." Becca melongo mendengar ucapan Plan.

"Serius?! Tapi kenapa kau berjalan seperti itu?"

"Aku melakukan hal itu dengan pria." Bisik Plan.

"APA?! KAU DIMASUKI PRIA?!" Plan menepuk jidatnya. Ternayata salah dugaannya untuk memberitahu Becca tentang kejadian yang menimpanya. Lihat, dia malah berbicara dengan keras.

"Bodoh! Jangan keras-keras." Rutuk Plan pada temannya itu. Becca hanya tersenyum kikuk sambil meminta maaf.

"Siapa yang dimasuki pria?" Plan dan Becca menoleh kearah sumber suara. Plan menutup wajahnya malu sedangkan Becca melongo dengan mata melotot.

"Aku tanya siapa?! Jawab!" inilah sisi buruk Gun. Dia akan terus memaksa bahkan membentak sampai apa yang diinginkannya tersampaikan.

"Aku." Ucap Plan lirih. Dua orang lainnya menoleh.

"Kau gay?" tanya Ploy dan Plan mengangguk.

"Kalian saja yang tidak mengerti dan peka denganku. Lagipula aku juga tidak mau memberitahukan orientasi seksualku." Jelas Plan. Semua hanya terdiam saja.

Karena muak dengan semuanya, Plan berjalan kekamarnya dan masuk kedalam. Dia membanting pintu dengan keras lalu tidur.

Sedangkan teman-temannya hanya melongo bingung melihat Plan.

"Lalu bagaimana?" bingung Gun.

"Sudahlah, dia kan teman kita juga... layaknya teman harus membantu dan menghargai." Jelas Ploy dan yang lainnya mengangguk paham.......










TBC....

Being A Mother (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang