Empat bulan kemudian...
Tidak terasa beberapa minggu lagi dia akan melahirkan. Plan sangat senang mendengar kalau dirinya akan segera melahirkan. Hanya perlu menunggu beberapa waktu saja. Segala suka duka sudah dia rasakan, mulai dari mulas, sakit, bayinya menendang hingga susahnya saat dia harus melewati masa-masa mengidamnya.
Walaupun menyambut setiap harinya dengan kebahagiaan, tapi sepertinya kebahagiaan tersebut akan terganggu karena beberapa wartawan berita telah menunggu lama di depan gedung apartment mereka.
Entah bagaimana bisa para wartawan tahu kalau Mean mempunyai hubungan spesial dengan seorang pria. Lebih parahnya lagi, media pun tahu kalau pria yang dia cintai sedang mengandung.
Mean bingung bagaimana bisa media bisa tahu tentang kehidupannya secara mendalam seperti itu.
Mean tidak akan mempermasalahkan kalau wartawan mempertanyakan sekitar kehidupan pekerjaannya. Tapi, dia tidak akan tinggal diam kalau pemberitaan ini sudah menyangkut kehidupannya.
Walaupun Plan sudah mengetahui berita di televisi yang memberitakan tentangnya ataupun keluarganya, tetapi dia tidak peduli dengan hal itu. Dia tidak mau memikirkan hal itu.
Seperti halnya masalahnya dengan orangtuanya. Jujur dia tidak tahu bagaimana kabar dua orang yang sangat dia sayangi itu. Sejak kejadian dimana Plan tidak diterima oleh mereka, dia sama sekali tidak menghubungi orangtuanya bahkan juga sebaliknya. Orangtuanya tidak ada menghubunginya seperti dulu untuk menanyakan kebarnya. Sekarang, jangankan untuk menanyakan kabar. Mengirimi pesan satu huruf saja tidak sama sekali.
Jujur, Plan masih ingin memperbaiki hubungannya dengan orangtuanya. Mungkin dia akan mendekat ke mereka dengan perlahan dan akan meminta maaf setelah orangtuanya mulai menerima dia dengan keadaan mengandung.
Kalau mesalah tentang berita dan wartawan, dia mungkin lebih baik akan menyerahkan hal tersebut untuk diselesaikan Mean. Karena dia diberitahu oleh Mean kalau ada orang yang sengaja menyebarkan bahkan membeberkan hal ini kepada wartawan.
Jadi, kesimpulannya adalah Mean tengah sibuk untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dia memerintahkan asisten yang telah lama dia percayai.
Mean tidak akan menyerah hingga mengetahui siapa orang yang mejadi dalang atas berita seperti ini.
"CEPAT KAU CARI! Aku tidak mau tahu, pokoknya hari ini juga kau harus dapat siapa orang yang harus dicurigai. MENGERTI?!" marah Mean pada sang asisten.
Pria yang menjabat sebagai asisten kantor Mean mengangguk. Dia mengerti kalau atasannya sedang tidak baik bahkan sangat terlihat sosok iblis di dalam diri Mean.
Inilah sisi buruk Mean. Ah mungkin sisi buruk yang terkadang demi kebaikan mereka semua. Mean akan sangat murka kalau keluarganya dan kehidupan prinadinya akan di korek mendalam.
Dan juga sebagai pelampiasan, Mean akan membentak bahkan memaki siapapun yang dihadapannya.
Jadi asistennya tidak perlu kaget dengan perubahan drastis seorang Mean.
"Hallo..." ucap Mean menjawab panggilan telepon.
"Kau nanti sibuk tidak?" tanya seorang wanita diseberang telepon.
"Sepertinya iya mae. Kenapa?"
"Aku hanya menyuruhmu untuk datang ke rumah. Bawa anakmu juga laki-laki yang bersamamu." Sudah Mean duga kalau hal ini akan terjadi. Bagaimanapun juga berita ini sudah menyebar. Jadi dia pastikan kalau semua sudah tahu termasuk keluarganya.
Sebenarnya kalau keluarganya tahu pun tidak berarti baginya. Karena seluruh keluarganya memang mengetahui orientasinya sebagai seorang gay. Yang di takutkannya hanyalah saat dia membawa Plan ke hadapan keluarganya.
Mean melirik ke arah jam dinding yang menempel di ruang kerjanya. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Jadi lebih baik dia menelepon Plan agar bersiap-siap juga Yim untuk berkunjung ke rumah orangtuanya.
Mean mengambil ponselnya yang dia letakkan di atas meja kerjanya.
"Plan..." panggil Mean saat Plan telah mengangkat panggilannya.
"Ne? Kenapa?" tanya Plan di seberang telepon.
"Hari ini kau jangan memasak untuk makan malam. Sekarang lebih baik kau dan Yim bersiap-siap. Pakailah baju yang rapi." Jelas Mean.
"Memangnya kita akan kemana?" bingung Plan.
"Nanti akan aku beritahu. Bersiaplah. Sebentar lagi aku akan pulang."
"Hmm baiklah. Bye." Plan mematikan teleponnya.
Setelah menelepon Plan, lantas Mean langsung bersiap-siap untuk pulang. Tetapi sebelumnya dia mengirimkan pesan email kepada seseorang yang lebih dipercayainya dibandingkan sang asisten. Ya, Mean tidak mungkin menyuruh satu orang saja untuk mencaritahu. Dia juga membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan.
Plan yang bingung karena Mean melarangnya memasak dan menyuruhnya untuk bersiap diri. Padahal dia tengah bersiap untuk memasak. Dan dengan terpaksa dia harus membatalkannya.
Terlebih dahulu Plan menyuruh Yim yang sedang bermain untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah Yim rapi dan imut, lantas Plan memandikan dirinya sendiri dan berganti pakaian. Dia hanya memakai kemeja putih kebesaran dan celana yang nyaman untuk dia pakai.
Setelah selesai bersiap-siap, mereka berdua duduk di depan tv sambil bercanda dan bermain. Semakin hari Plan dan Yim semakin dekat. Bahkan kini Yim tidak sungkan untuk bermanja dengan Plan. Dan begitupun sebaliknya. Plan juga sangat senang untuk memanjakan gadis kecil itu. Alhasil, Mean selalu menempel padanya bagaikan perangko yang sangat lengket dan sulit dilepaskan.
Terkadang Mean juga mencari celah agar bisa berlovey-dovey dengan Plan. Atau Mean membelikan mainan baru untuk Yim. Karena mainan baru itulah Yim tidak bisa lepas dengan mainannya. Jadi, diwaktu itulah Mean mendekati Plan hanya untuk berlovey-dovey.
Ting tong ting tong
Bunyi bel pintu menyadarkan mereka dari kegiatan mereka. Plan tahu kalau itu adalah Mean. Jadi dia berdiri dari kursi perlahan dan berjalan. Kini Plan berjalan sudah berbeda. Dia sedikit mengangkat perutnya dan berjalan sedikit mengangkang. Mungkin karena kehamilannya sudah memasuki bulan terakhir.
Plan membuka pintu apartment. Hal pertama yang dilihatnya adalah tampilan Mean yang kacau. Rambut berantakan dan kemeja yang keluar.
Plan menatap kasihan pada Mean. Mean tersenyum padanya dan dibalas senyuman manis oleh Plan.
Saat Mean telah masuk ke dalam, lantas Plan mengambil tas dan jas yang dipakai Mean dan menyimpannya di kamar. Setelahnya dia menyuruh Mean untuk mandi.
Tidak lama kemudian, Mean selesai mandi. Kini dia tengah bersia-siap dan mengganti pakaiannya. Dia hanya memakai baju santai. Hanya kaos putih polos serta celana hitam pendek.
"Kau sudah selesai?" tanya Plan saat masuk ke dalam kamar.
"Hmm ya." Jawab Mean sembari menyisir rambutnya.
"Memang kita akan pergi kemana?" inilah yang dipikirkan oleh Plan. Dia bingung akan kemana Mean mengajak mereka pergi. Karena biasanya, Mean akan mengajak dia dan Yim jalan-jalan hanya di waktu libur. Atau paling tidak hari sabtu atau minggu. Jadi selama hari sibuk, sangat jerang Mean mengajak mereka pergi.
"Aku akan mengatakannya. Tapi kau harus mau pergi bersama. Okey?" tanya Mean. Dia tadi ketika masih berada di kantornya memang sengaja tidak memberitahu Plan kemana dia mengajak mereka pergi. Karena kalau dia memberitahu Plan kalau dia akan mengajaknya ke rumah orangtuanya, dia takut kalau Plan akan menolak.
Plan mengangguk.
"Tadi ibuku menelepon. Dia menyuruhku dan kalian untuk datang kerumahnya." Lanjut Mean. Dapat dia lihat kalau Plan agak terkejut dengan ucapannya.
"Tidak usah takut. Mereka sudah tahu kalau aku gay dan lagi aku tidak akan melepaskanmu walaupun mereka melarang." Ucap Mean sembari memandang Plan.
Cup...
"Sudah, ayo kita pergi. Dimana Yim?" ucap Mean setelah mencuri ciuman di bibir Plan.
"Ah dia ada di depan tv sedang bermain." Jawab Plan.
"Oke, ayo kita berangkat." Mean berjalan kearah anaknya dan menggendongnya. Setelahnya, mereka berangkat ke rumah keluarga Phiravich....
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Being A Mother (Completed)
AléatoireBEING A MOTHER (MeanPlan) Genre : Romance Rating : T+++ Cast/Pair : MeanPlan and other Warning : YAOI,MPREG, BL, OOC, AGE SWITCH, TYPO Summary : Kisah cerita kehidupan Plan Rathavit. Seorang pegawai restoran berusia 19 tahun yang hanya lulusan SHS...