Part (4) Murid baru

73 15 13
                                    

"Sebaik apa pun kau dengan orang lain, tetap ada saja yang akan membencimu."

(Diary asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️


Seorang gadis berjalan dengan angkuh saat baru saja keluar dari ruang guru, gadis dengan bandana berwarna biru itu berlenggak-lenggok layaknya seorang model. Ia mengabaikan tatapan menggoda dari para siswa yang ada di koridor.

'Cantik, minta nomornya, dong.'

'Aduh, ini tuh bidadari.'

'Geulis pisan.'

'Ayune kebangetan.'

Dan masih banyak lagi kata-kata rayuan yang 'para buaya' itu ucapkan untuknya. Tak membutuhkan waktu lama, ia telah sampai di depan pintu kelas XI MIPA 3. Beberapa kali ia mengetuk pintu seraya mengucapkan salam.

"Walaikumussalam, silahkan masuk," ucap seseorang dari dalam.

Ia kemudian mendorong pintu hingga terbuka lebar, yang langsung disambut siulan-siulan dari para siswa di dalam.

"Hei! Diam kalian!" bentak guru berbadan besar itu bernama Bu Eka, para siswa yang mendengar itu langsung diam tak berkutik.

"Ada urusan apa, Nak?" tanya guru itu melembut.

"Saya murid baru di sini, Bu. Katanya Bu Nana saya disuruh masuk ke kelas XI MIPA 3, berhubung Bu Nana masih sibuk. Makanya saya ke sini sendiri," jawab gadis itu.

"Oh, jadi kamu yang namanya Dinda Kinara?" Afnan yang semula menulis langsung mendongak ketika mendengar nama yang tak asing baginya disebut oleh guru matematika itu.

"Dinda?" gumamnya lirih. Asma menoleh ketika mendengar kekasihnya mengucapkan sesuatu.

"Hmm .... Kamu ngomong apa, Nan?" tanyanya setengah berbisik, takut jika kena omel guru galak itu.

"Hah? Enggak kok. Enggak ngomong apa-apa." Asma merasa ada yang aneh dengan Afnan, gelagat lelaki itu tampak berbeda.

"Diam kalian! Dan silahkan Dinda, perkenalkan diri kamu," suruh Bu Eka.

"Halo semua. Perkenalkan nama saya Dinda Kinara, pindahan dari Bandung. Semoga kita bisa berteman baik." Setelah mengatakan itu mulai terdengar bisik-bisik dari para siswi, sedangkan para siswa hanya senyum-senyum tak jelas.

'Sok cantik banget.'

'Aduh, ada saingan baru.'

'Halah, mungkin cabe-cabean.'

"Sudah-sudah! Silahkan Dinda kamu duduk di samping Al." Gadis bernama Dinda itu pun langsung berjalan menuju tempat duduknya. Saat melewati bangku Asma, ia berhenti.

"Hai, kenalin nama aku Dinda. Kalau kamu?" tanyanya berbasa-basi.

"Hai juga, nama aku Asma," balas Asma lembut, senyuman terus mengembang di bibirnya.

Afnan menatap sejenak gadis itu, tatapan mata lelaki itu masih mengobarkan dendam yang berkepanjangan. Ia masih sakit hati dengan gadis itu.

"Nan, kamu enggak mau kenalan?" Asma menyenggol lengan kekasihnya.

"Enggak penting!" ujarnya ketus.

Asma merasa suasana di sekitarnya berubah mencekam, ia kemudian kembali tersenyum ke arah Dinda. "Maaf, ya, Din. Afnan orangnya emang agak cuek."

"Oh, enggak apa-apa, kok. Senang bisa kenalan sama kamu." Asma lagi-lagi tersenyum membalas senyum samar Dinda.

Pelajaran kembali berlangsung, Bu Eka masih sibuk menjelaskan rumus-rumus yang akan mereka kerjakan nanti. Hingga bunyi bel menghentikan kegiatan belajar mengajar itu. "Baiklah anak-anak, pelajaran kita sambung Minggu depan. Jangan lupa kerjakan soal di halaman tujuh puluh dua."

"Iya, Bu," jawab mereka serentak.

Setelah guru keluar, Afnan kembali memainkan rambut panjang Asma. Lelaki itu memang tipe yang cuek dengan sekitarnya, ia hanya berbicara panjang dengan sahabat, pacar dan keluarganya.

"Aish, rambut aku nanti berantakan," dumel Asma.

"Sekali pun kamu jelek, aku bakalan tetap cinta, kok." Asma mencubit perut lelaki itu hingga ia mengaduh kesakitan.

"Aduh-aduh sakit."

"Gombal aja terus, Nan," cetus Asma.

"Iyah-iyah maafin aku, ya? Nanti malam aku ajak jalan-jalan mau, enggak?" tanya Afnan seraya mengelus-elus rambut panjang kekasihnya.

"Oke."

Setelahnya Afnan kembali menjahili Asma, mereka tampak mesra. Tidak ada yang melarang mereka seperti itu, karena memang murid sekelas pun sudah tau status Afnan dan Asma. Mereka semua tak sadar, ada satu orang yang sejak tadi menahan amarahnya ketika melihat orang yang ia sayangi dekat dengan gadis lain.

"Afnan sama Asma cocok banget, deh," celetuk siswi di belakang Dinda.

"Iyah, Asma juga baik. Cocok banget pokoknya. Aku doain deh mereka bisa sampai pelaminan," balas siswi satunya.

"Aamiin." Dinda tak kuat jika harus mendengar ucapan orang lain yang mendukung hubungan mereka itu. Sejak awal ia ingin pindah ke SMA ini karena ini kembali dekat dengan Afnan. Tetapi sayang, lelaki itu kini telah memiliki tambatan hati yang lain. Sungguh di dalam hati Dinda, ia menyesal telah meninggalkan Afnan dulu.

Melihat kemesraan sepasang kekasih itu membuat amarah Dinda meledak, ia tanpa sadar mengebrak mejanya hingga menimbulkan suara gaduh yang sangat keras.

Brakk!!!

Semua orang menghentikan aktivitas mereka karena kaget dengan suara yang ditimbulkan siswi baru itu. Dinda yang sadar dirinya ditatap tak suka oleh penghuni kelas, langsung menampilkan senyum manisnya. "Maaf, ya. Aku enggak suka keributan."

Mendengar itu, mereka kembali melakukan aktivitas yang sempat tertunda tadi. Tetapi ada pula yang malah berbisik-bisik tak jelas mengenai sifat aneh si murid baru, tak terkecuali Nisa yang langsung mendekat ke bangku Asma.

"Anak baru itu sikapnya aneh banget, sih," adunya ke sang sahabat.

"Mungkin dia enggak terbiasa sama suasana kelas kita yang ribut kalau enggak ada guru kayak gini. Maklum dia kan masih murid baru, masih tahap menyesuaikan diri di lingkungan baru," jelas Asma, ia tak mau berburuk sangka dengan Dinda.

"Bisa jadi, sih. Tapi aku perhatiin dia tuh dari tadi liatin kamu sama Afnan, dia kayak enggak suka gitu sama kalian."

Asma memukul pelan lengan Nisa, seraya berkata, "Kamu nggak boleh buruk sangka kayak gitu sama orang lain."

"Tapi--"

"Nisa!" sela Asma cepat.

"Iyah-iyah, Ma. Maafin aku. Ya udah aku mau pacaran sama bebeb Bagas dulu," ucap Nisa.

"Udah baikan, Nis?" tanya Afnan yang sejak tadi hanya diam mendengarkan pacar dan sahabatnya bergosip ria.

"Udah, dong."

"Aku bukan bonekamu bisa kau suruh-suruh dengan seenak maumu." Andi bernyanyi mengikuti gaya Bagas tadi, lelaki itu masih sebal saat Bagas membentaknya tadi.

"Andi! Diem!" teriak Bagas murka, padahal ia baru saja masuk ke dalam kelas. Semua orang tertawa dengan sikap konyol Andi dan Bagas, kecuali satu orang yang sejak tadi diam menahan amarahnya.

"Nikmati masa-masa bahagiamu, Asma. Sebentar lagi, kebahagiaan itu akan lenyap. Aku akan merebut kembali apa yang seharusnya jadi milikku."

****

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : Chokochips28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang