Part (21) Pesta ulang tahun

101 6 27
                                    

"Andai saja waktu bisa diputar, maka aku tak menginginkan pertemuan ini."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Asma mendorong pintu rumahnya pelan, pikirannya masih dipenuhi perkataan Dinda tadi. Ia sepenuhnya belum terlalu percaya dengan semua ini, ternyata dalang dari semua ini adalah teman barunya itu.

Flashback on

Dinda mendekat ke Asma, gadis itu membisikkan sesuatu yang mampu membuat Asma syok.

"Aku mau kamu menjauh dari hidup Afnan. Kalau perlu, kamu pergi dari sini. Atau Nisa mati di tangan aku," bisik gadis itu.

Asma menghembuskan napasnya, lagi-lagi ia dihadapkan dengan situasi yang memaksanya untuk memilih. Pilihan yang mampu membuat ia makin terbeban.

"Oke."

Dinda tersenyum sinis, ia bertepuk tangan. "Pilihan yang bagus."

"Tapi aku cuman minta satu syarat sama kamu," ucap Asma.

"Oke, karena aku lagi baik. Jadi aku akan terima syarat kamu, sebelum akhirnya kamu benar-benar pergi dari hidup aku dan Afnan."

"Aku mohon sama kamu. Untuk terakhir kalinya, aku mau datang di acara ulang tahun Afnan. Aku cuman mau kasih hadiah yang udah aku beli kemarin, aku janji habis itu aku akan pergi dari sana. Dan besoknya aku akan pindah ke Makassar," pinta Asma.

"Aku akan menjauh dari kalian semua, walaupun akhirnya Afnan sembuh. Dia tetap jadi milik kamu," tambahnya lagi.

"Oke, aku akan turuti syarat dari aku."

"Makasih, Din." Tanpa membalas ucapan Asma, Dinda langsung pergi dari sana. Meninggalkan gadis itu sendiri di toilet.

Flashback off

Asma terus melangkahkan kaki jenjangnya ke arah tangga, menuju kamarnya untuk beristirahat. "Besok adalah hari terakhir aku di sekolah. Mungkin ini adalah jalan terbaik untuk aku dan kamu, Nan."

****

Hari ini adalah hari Minggu, hari di mana Afnan tepat berumur 18 tahun. Jika tahun lalu Asma akan merayakan dengan bahagia, maka hari ini semua berbanding terbalik. Ini adalah hari terakhirnya ada di sini, besok ia akan segera terbang ke Makassar.

Meninggalkan semua orang yang ia sayangi, ia tak menyesal mengambil keputusan itu. Karena sahabat dan kekasihnya lebih penting dari segalanya, ia harus iklas dengan garis takdir ini.

Beberapa jam lagi, pesta ulang tahun Afnan akan segera dimulai. Asma kini sedang duduk termenung di kamarnya, menatap sendu kado yang akan ia beri untuk kekasihnya itu.

"Semoga kamu suka sama kado dari aku, Nan. Mungkin nggak terlalu mewah, tapi aku harap kamu bisa cepet sembuh dari amnesia kamu," ucap gadis itu bermonolog.

Sejenak tatapan mengarah ke benda berbentuk persegi panjang di sampingnya. Gadis itu meraih benda itu dan segera menyalakannya. Barus aja membukanya, tampilan layar awal ponsel itu mampu membuatnya kembali menangis.

"Makasih atas semua kenangan yang kamu kasih ke aku, Nan. Walaupun cuman sementara, tapi aku udah bahagia banget." Asma mengusap foto yang ada di ponselnya, foto itu diambil sekitar 3 bulan yang lalu.

Asma menyudahi tangisnya, ia tak mau terlihat menyedihkan disaat pesta nanti. Ia harus kuat menjalani ini semua, gadis itu selalu menyakinkan dirinya. Jika saat ini ia bersedih, pasti ada hari esok yang bisa membuatnya bahagia.

Asma berjalan ke kamar mandi, ia harus segera bersiap. Pesta akan dimulai sekitar 2 jam lagi.

Setelah siap dengan pakaiannya, Asma segera keluar dari kamarnya. Gadis itu menggunakan gaun berwarna biru navi, dengan tas berwarna abu-abu. Penampilannya tampak sangat elegan, apalagi ditambah sepatu high heels hitamnya.

Rambutnya ia cepol ke atas, dengan hiasan mahkota kecil berwarna gold. Semakin membuatnya anggun.

Tak mau membuang waktu lama, Asma segera memesan taksi online untuk mengantarkannya di kediaman Afnan.

Beberapa saat menunggu, akhirnya taksi yang ia pesan telah sampai di depan rumahnya. Gadis itu segera naik dan mobil melaju membelah jalanan kota.

Gadis itu keluar dari mobil ketika ia sampai di kediaman Afnan. Sebelum melangkahkan kakinya lebih jauh, ia menghirup udara banyak-banyak. Seolah setelah ini ia tak bisa bernapas lagi.

Saat ia masuk ke rumah besar itu, ternyata sudah banyak orang-orang yang ada di sana. Banyak teman SMA-nya yang tampak berlalu lalang dan kolega-kolega bisnis dari ayah atau ibu Afnan.

Asma hanya berdiri sendiri di sana, ia hanya dapat melihat Nisa dan teman-temannya yang lain tengah berbincang riang. Bukannya ia tak mau bergabung dengan mereka, tetapi kenyataan kembali menamparnya.

Ia di sana hanya butiran debu yang tak berarti di antara berlian. Kecil dan terasingkan. "Mungkin ini hari terakhir aku lihat kalian semua, walaupun aku udah nggak bisa lihat kalian lagi setelah ini. Tetapi aku nggak akan pernah lupain kebaikan kalian dulu," batinnya tersenyum miris.

Suara dari pranatacara mengalihkan perhatian semua orang, awalnya semua berjalan seperti umumnya. Namun pada saat acara pemotongan kue, tiba-tiba sebuah video terputar di layar yang dipantulkan ke dinding.

Video yang menampilkan sebuah aksi bullying dan mampu membuat semua orang terperangah. Tak terkecuali Asma, ia kaget dan syok. Siapa dalang dibalik ini semua?

Dari mana orang itu mendapatkan video itu? Bukankah saat kejadian itu tak ada satu pun orang di sana? Lalu, siapa yang mengambil video ini?

Asma masih disibukkan dengan seribu pertanyaan yang muncul di kepalanya. Sedangkan di lain tempat, Nisa begitu kaget melihat video itu. Video yang mampu membuat emosinya menggebu-gebu.

Dinda yang sedang mendampingi Afnan, juga ikut terperangah dengan video itu. Video yang menampilkan dirinya di toilet, dan pengakuannya yang mampu membuat orang-orang tak percaya.

Semua orang kini menatapnya tak suka, tangannya yang awalnya memegang erat tangan Afnan kini mulai melonggar.

"Aku bisa jelasin ini semua! Ini semua nggak benar! Video ini settingan!" elaknya, ia tak mau rencananya gagal karena video ini.

"Aku saksinya!" Dinda balik menatap Afnan tak percaya, apa yang dikatakan lelaki ini? Apa dia sudah mengingat semua ini?

"Maksud kamu apa, Nan? Aku difitnah sama Asma! Pasti ini semua ulah Asma!" Asma yang masih dikepung pertanyaan di otaknya pun langsung menoleh ketika namanya disebut.

"Aku nggak pernah ngelakuin itu semua!" tegas Asma.

Entah siapa yang memanggil polisi ke sini, dua petugas berpakaian lengkap itu langsung mengamankan Dinda. "Tapi saya nggak bersalah, Pak!"

"Silahkan jelaskan nanti di kantor. Sekarang anda ikut kami," ucap salah satu polisi itu.

****

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : Chokochips28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang