Part (13) Tanpa Afnan

43 7 0
                                    

"Tawaku ada ketika kita bersama. Namun jika suatu saat ada air mata di antara kita, bukan berarti aku tak bahagia bersamamu. Karena air mata ini sebagai pelengkap perjalanan cinta kita."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Hari ini Asma kembali ke sekolah, tetapi tidak seperti hari-hari sebelumnya. Jika biasanya ia akan berangkat dengan Afnan, maka hari ini lelaki itu tidak ada di sampingnya. Ia berjalan sendiri menyusuri koridor kelas, menaiki satu persatu tangga yang akan membawanya ke kelas.

"Asma!" Gadis itu menoleh ketika mendengar namanya disebut.

"Eh, Mila. Kenapa, Mil?" tanyanya, sedangkan gadis yang dipanggil Mila itu hanya menggeleng.

"Enggak, kok. Eh, Afnan mana? Kok tumben enggak berangkat bareng," ucap Mila balik bertanya.

"Kamu belum tahu?" Mila mengernyit, ia kemudian menarik gadis itu untuk duduk di bangku yang ada di sepanjang koridor.

"Loh, Afnan kenapa, Ma? Sumpah, aku enggak tau apa-apa." Asma menghembuskan napasnya lelah, ia kemudian menceritakan kembali apa yang terjadi dengan kekasihnya.

"Kayak gitu, Mil. Aku ngerasa bersalah banget, apalagi pas dengar Tante Riska juga nyalahin aku." Mila kaget, ia baru tahu tentang kejadian ini. Karena kemarin ia izin tidak masuk sekolah.

"Ya ampun, Ma. Kamu enggak boleh salahin diri kamu sendiri, ini semua sudah takdir," tutur Mila, mencoba memberi kekuatan untuk Asma.

"Tapi, ini juga gara-gara aku, Mil." Mila menggelengkan kepalanya, Asma memang seperti itu. Gadis itu sangat keras kepala, dan akan selalu merasa bersalah walaupun itu bukan salahnya.

"Eh, nanti kamu mau ke rumah sakit?"

"Iyah, habis ganti baju aku langsung ke sana," jawab Asma.

"Aku boleh ikut, enggak?" Asma membalas ucapan Mila dengan anggukan.

"Boleh, nanti kita berangkat sama-sama."

Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke kelas, karena sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi.

***

"Asma!" Gadis itu terhentak dari lamunannya, ia sampai menumpahkan jus alpukat kesukaannya.

"Ih, Nisa kebiasaan. Jangan suka ngagetin orang tau!" gerutu Asma tak suka, ia memalingkan wajahnya kesal karena ulah sahabatnya itu. Memang sejak tadi pagi ia badmood, malah dikagetin lagi.

"Kamu sih dari tadi cuman ngelamun terus, aku takut tau kalau nanti kamu tiba-tiba kesurup--,"

"Kamu kenapa, Ma? Masih mikirin Afnan, ya?" tanya Bagas menyela ucapan Nisa. 

"Iyah, Gas."

"Udah, ya. Jangan sedih terus," balas lelaki itu, lagi-lagi memberi semangat kepada sang sahabat.

"Makasih, Gas." Obrolan mereka terpotong ketika Nisa berdehem lumayan keras.

"Aku mau ke kamar mandi dulu," ujar Nisa, ia langsung berdiri dan meninggalkan kedua sahabatnya.

"Eh, Nis--"

"Kamu di sini, aja. Biar aku yang ngejar Nisa," sela Bagas cepat, lelaki itu segera mengejar kekasihnya.

"Sebenarnya mereka kenapa?" batin Asma sendu, ia merasa ada yang berbeda dengan kedua sahabatnya. Mereka tidak bersikap seperti biasanya, entahlah Asma juga bingung dengan ini semua.

Sedangkan di lain tempat, Nisa menangis tersedu-sedu di bangku taman belakang sekolah. Ia memeluk lututnya, gadis itu tidak bisa terus-terusan melihat orang yang ia sayang ternyata menyayangi sahabatnya sendiri.

"Aku bahkan nggak nyangka, kamu ternyata suka sama sahabat aku sendiri, Gas. Hati aku sakit," cicit gadis itu, ia hanya bisa menangis, menangis dan menangis lagi.

"Nisa ...." Gadis itu langsung menoleh, matanya bertubrukan dengan iris coklat pekat sang kekasih.

"Aku nggak bisa."

"Maafin aku, Nis. Maaf, dia cinta pertama aku. Sulit untuk melupakannya, tapi aku selalu berusaha untuk cinta sama kamu," ucap Bagas, ia memeluk erat tubuh Nisa. Membiarkan gadis itu menangis dan pelukannya.

"Maafin aku juga, Gas. Aku terlalu cemburu buta sama kamu, harusnya aku nggak gini," balas gadis itu, memeluk erat-erat tubuh lelaki yang sangat ia sayangi.

"Lain kali, kamu jangan nunjukin rasa cemburu kamu di depan Asma. Dia nggak tau apa-apa, Nis. Jangan sampai persahabatan kalian rusak karena masalah ini." Nisa melonggarkan pelukannya, ia menatap wajah Bagas lama. Benar yang dikatakan kekasihnya, tak seharusnya ia menunjukan rasa cemburunya secara terang-terangan sepeti tadi.

"Maafin aku, Gas. Aku yang salah," ujar gadis itu lirih, ia hanya menunduk tak berani menatap wajah Bagas.

"Ini bukan salah kamu, Nis. Ini salah aku, aku yang salah di sini. Aku yang bodoh karena suka sama sahabat kamu sendiri," jawab Bagas.

Nisa kembali terisak mendengar ucapan Bagas. Kenapa masalah terus-menerus datang di hidupnya? Kenapa harus Asma yang Bagas sukai. Kenapa bukan orang lain? Kenapa harus sahabatnya? Pikirannya berkelana ke mana-mana, kepalanya terasa sangat sakit jika memikirkan semua itu.

"Sudah, Nis. Jangan nangis lagi, hati aku makin sakit lihat kamu tersiksa kayak gini." Afnan kembali memeluk Nisa, lagi-lagi ia meruntuki hatinya. Kenapa bisa ia masih menyukai sahabatnya sendiri, padahal jika dilihat-lihat Nisa tak kalah cantik dari Asma.

Gadis berlesung pipit itu sangat cantik jika tersenyum, gigi gingsulnya semakin mempermanis tampilannya. Walaupun tingginya tak seperti Asma, ia tetap ideal seperti gadis di luaran sana.

"Maafin aku, Gas. Maaf." Sepasang kekasih itu saling berpelukan, tanpa mereka sadari ada orang lain yang mengintip mereka di balik tembok kelas. Seseorang yang tersenyum culas, setelah mendengar semua yang dikatakan Bagas ataupun Nisa. Di otaknya kembali terputar rencana-rencana jahat.

"Satu fakta baru lagi. Makasih banget, berkat kalian aku akan semakin mudah buat Asma menderita. Walaupun rencana aku kemarin gagal, tapi aku pastiin kalau kali ini semua akan berjalan dengan lancar," batin orang itu, ia kemudian berjalan menjauh dari taman itu.

"Tunggu kejutan-kejutan penuh misteri yang bakalan aku kasih ke kamu Asma."

****

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : dwinurmalasary28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang