Part (17) Salah Paham

44 5 1
                                    

"Kadang orang lebih percaya dengan apa yang dikatakan orang lain, daripada penjelasan dari kita."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Asma duduk gelisah di dekat meja belajarnya, sudah beberapa kali ia menelpon Nisa, tetapi ia tak mendapat balasan. "Nisa kok nggak jawab telpon aku, sih?"

Gadis itu kemudian berinisiatif menelpon Mila, tetapi hasilnya tetap sama. Tak berhenti sampai di situ, ia kemudian menelpon Bagas. Namun lagi-lagi ia tak mendapat balasan.

"Kenapa semua orang nggak bisa dihubungi, sih?" Lelah dengan itu, ia meletakkan ponselnya dan memilih untuk berbaring di kasurnya.

"Nan, kamu lagi ngapain? Biasanya kalau aku lagi sendiri, pasti kamu bakalan datang," ucapnya bermonolog.

Asma menatap langit-langit kamarnya lama, lalu ia tertidur dan mulai menyelam di alam mimpinya.

****

Asma baru saja turun dari taksi, saat ia memasuki gerbang sekolah. Semua orang tampak memandangnya, sebenarnya ia sangat risih jika diperhatikan seperti ini.

Gadis itu kemudian mempercepat langkahnya menuju ke kelas, namun baru saja sampai koridor. Lagi-lagi orang-orang melihatnya dengan tatapan jijik. "Ini cuman perasaanku aja, atau memang orang-orang itu lagi ngomongin aku?"

Tak mau memikirkan urusan orang, Asma kembali melanjutkan langkahnya. Mengacuhkan tatapan jijik dan benci dari orang-orang di sekitarnya.

'Sekarang jamannya temen makan temen, ya'

'Pacar sahabat sendiri diembat juga'

'Dasar cewek kurang kasih sayang'

'Kalau gatel digaruk, jangan malah gatelin cowoknya orang'

Asma seolah menulikan pendengarannya, ia tak mau berburuk sangka kepada orang lain. Ia semakin mempercepat langkahnya untuk ke kelas.

Setelah melewati koridor yang panjang, akhirnya gadis itu sampai di depan kelas. Tetapi saat ia masuk, kelas yang awalnya ribut langsung senyap.

Asma menoleh ke arah teman-temannya, mereka terlihat membencinya. Padahal biasanya jika Asma masuk, teman-temannya akan tersenyum hangat kepadanya. "Kalian kenapa?" tanya Asma.

Tidak ada balasan dari mereka, mereka semua kembali sibuk dengan urusannya masing-masing dan mengacuhkan pertanyaan Asma. "Mereka kenapa, sih? Ya udahlah, mungkin mereka lagi sibuk. Lebih baik aku langsung ke bangkunya Nisa aja, terus tanya kenapa tadi malam dia nggak jawab telpon aku," batin Asma.

"Selamat pagi, Nis." Asma tersenyum hangat ke arah Nisa, tetapi sayang. Nisa bahkan tidak menatapnya balik.

"Kamu kenapa, Nis?"

"Nggak!" balas Nisa ketus. Asma kaget mendengar balasan dari sahabatnya itu, bahkan selama mereka bersahabat. Baru kali ini Nisa berkata ketus kepadanya.

"Kamu tadi malam kenapa nggak angkat telpon aku? Chat aku juga nggak kamu balas, padahal kamu online."

"Emang Nisa mau berteman sama pelakor!" Asma menoleh, menatap Nara lama. Ia tak mengerti maksud perkataan teman kelasnya itu.

"Maksud kamu apa, Ra?"

"Udah jadi pelakor, sok polos lagi!" ujar gadis itu, ia kemudian pergi meninggalkan Asma yang masih mencoba mencerna kata-katanya.

"Mendingan kamu duduk, deh! Jangan ganggu aku dulu!" Asma ingin bertanya lagi, tetapi dengan segera ia urungkan. Mungkin saat ini Nisa sedang ada masalah makanya gadis itu tampak berbeda.

"Ya udah, aku duduk dulu." Setelah Asma meletakkan tasnya, guru mata pelajaran datang bersamaan dengan Afnan dan Dinda. Asma yang awalnya murung, kembali terlihat bahagia, setelah melihat kekasihnya sudah kembali bersekolah.

Namun, lagi-lagi ia kembali dikecewakan. Afnan tidak duduk bersamanya, lelaki itu lebih memilih duduk dengan Dinda, mantan pacarnya.

Jam pelajaran berlangsung lancar, Bu Nana menjelaskan materi dengan cara yang mudah dimengerti. Setelah bel berbunyi, barulah guru itu selesai mengajarkan materinya.

Asma kembali menghampiri bangku Nisa, setelah gurunya telah benar-benar keluar dari kelas. Gadis itu tampak baru saja selesai memasukan buku-bukunya di dalam tas. "Nis, aku mau ngomong sama kamu."

"Apa, sih! Jangan ganggu, deh. Aku sibuk!"

"Kamu kenapa, Nis? Dari tadi pagi sikap kamu aneh banget ke aku, nggak biasanya kamu ketus ke aku," ucap Asma.

"Mending kamu pergi dari bangku aku. Aku sibuk Asma!"

Mendengar ucapan Nisa, Asma tak kehilangan akal. Ia kembali bertanya ke Bagas, lelaki itu tampaknya terlihat lebih pendiam sekarang. "Gas, Nisa kenapa, sih?"

Bagas yang mendengar pertanyaan Asma itu sontak mendongak, menunjukkan sudut bibirnya yang lebam. "Nggak tau, Ma."

"Loh, kamu kenapa, Gas?" Asma refleks menyentuh sudut bibir lelaki itu.

Plakk!!

Nisa menampar pipi Asma keras, ia sudah terlanjur emosi dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu. Teman kelasnya yang awalnya sibuk dengan urusannya masing-masing, kini menatap Asma dan Nisa. Tak terkecuali Afnan dan Dinda.

"Penghianat!"

"Kamu kenapa nampar aku, Nis? Salah aku apa?"

"Kamu masih tanya salah kamu apa? Kamu itu bodoh atau apa, sih? Apa nggak ada laki-laki lain selain Bagas, mentang-mentang sekarang Afnan lupain kamu. Terus kamu dengan seenaknya nikung sahabat kamu sendiri! Dasar pelakor!" seru Nisa.

"Aku nggak pernah ada niatan rebut Bagas dari kamu, Nis. Aku tahu sekarang ini Afnan memang amnesia dan lupain aku, tetapi aku nggak mungkin nikung kamu," balas Asma, ia menangis. Tak menyangka sahabatnya menyebutnya sebagai pelakor.

"Buktinya kamu ciuman sama Bagas di UKS! Masih mau ngelak lagi!"

"Kalau aku emang suka dari dulu sama Bagas, aku nggak akan nolak dia. Aku tahu kamu suka sama Bagas, dan kamu juga tahu aku suka sama Afnan!" Nisa diam, sebenarnya benar apa yang dikatakan Asma. Jika Asma memang menyukai Bagas, mungkin dulu gadis itu tak akan merelakan lelaki untuk dirinya.

"Aku kira kamu sahabat aku, Nis. Tapi kenyataannya kamu lebih percaya gosip daripada aku," lirih Asma, setelahnya ia berlari meninggalkan kelas. Menjauh dari teman, sahabat dan kekasihnya yang masih terdiam membisu di sana.

****


To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : dwinurmalasary28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang