Part (5) Gelagat Aneh

68 13 8
                                    

"Jika hatimu banyak merasakan sakit, maka belajarlah dari rasa sakit itu untuk tidak memberikan rasa sakit pada orang lain."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

"Asma!" pekik seseorang dari belakang.

Asma yang hendak membuang sampah itu pun menghentikan kegiatannya. "Kenapa, Mil?"

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi enggak di sini." Gadis bernama Mila itu menarik tangan Asma menjauh dari keramaian koridor.

Keduanya berjalan cepat menuju area belakang sekolah. Asma tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh teman kelasnya itu.

"Kamu mau ngomong apa, Mil? Kok kelihatan serius banget," tanya Asma bingung, sejak tadi temannya ini terlihat gelisah.

"Gini, aku mohon sama kamu. Nanti kamu jangan pulang sama Nisa, kamu nanti harus pulang sama Afnan," jelas Mila.

"Emang kenapa? Aku nanti mau anterin Nisa beli buku."

"Jangan sekarang, Ma." Asma mengernyit heran, ia tak tahu apa maksud temannya ini melarang ia pulang bersama Nisa. Sikap Mila saat ini sangat-sangat aneh, tidak seperti biasanya gadis itu melarangnya.

"Aku enggak paham maksud kamu ngomong kayak gitu, kan aku emang biasanya pulang sama Nisa."

"Aku mau cerita, tapi kamu jangan ngomong ke siapa-siapa, ya. Aku takut nanti jadinya fitnah." Asma mengangguk, kemudian Mila mulai menceritakan apa yang ia alami tadi.

Flashback on

Setelah dering bel istirahat kedua berbunyi, Mila langsung menuju ke kamar mandi. Awalnya tidak ada yang mencurigakan sama sekali, sampai ia selesai menggunakan kamar mandi. Tetapi saat hendak keluar, ia mendengar seseorang mengatakan sesuatu.

"Silahkan tertawa sepuasmu, karena nanti semua kebahagiaanmu akan lenyap dalam sekejap. Aku akan kembali merebut Afnan dari tanganmu, aku akan buat kamu celaka. Kalau bisa sampe kamu mati," tutur gadis itu. Mila tidak dapat melihat siapa orang dibalik ini semua, tetapi ia yakin dari suaranya. Pasti itu adalah seorang gadis.

"Siapa, sih?" gumam Mila lirih, takut-takut jika ia ketahuan menguping rencana orang itu.

Cukup lama tidak ada suara apa pun, Mila pikir orang itu sudah pergi. Tetapi baru saja memegang handle pintu, suara orang itu kembali terdengar disertai tawa yang menakutkan.

"Aku enggak sabar pengen lihat muka kamu yang luka-luka, semoga kamu mati aja. Biar Afnan selama-lamanya sama aku."

Flashback off

"Kayak gitu, Ma. Aku takut kalau nanti kamu kenapa-napa, setidaknya kalau kamu sama Afnan, kamu bakalan lebih aman," ucapnya setelah selesai menceritakan potongan kejadian tadi.

"Makasih, Mil. Kamu udah ngasih tahu aku tentang ini." Gadis itu mengangguk, ia tersenyum sangat manis. Memang di antara teman-teman Asma, Mila memang sangat baik. Walaupun mereka tidak berteman dekat, tetapi Mila selalu membantu Asma ketika Nisa tidak ada.

"Sama-sama, Ma. Aku cuman enggak mau hubungan kalian rusak karena orang itu, aku itu suka banget lihat kamu sama Afnan. Kalian itu cocok banget, aku berdoa semoga kalian itu bisa sampai pelaminan," jelas Mila, wajah gadis itu berseri-seri.

"Kamu bisa aja, Mil. Aku sama Afnan mau sekolah dulu, aku belum kepikiran mau nikah," balas Asma, ia terkekeh mendengar harapan temannya itu.

"Aamiinin aja, Ma. Kita enggak pernah tahu takdir Tuhan."

"Aamiin." Mereka berdua kemudian tertawa, Asma senang ia masih dikelilingi oleh orang-orang yang baik seperti teman-temannya. Walaupun kehidupan keluarganya hancur, ia masih punya teman yang sudah ia anggap keluarga sendiri.

***

"Dari mana?" tanya Afnan ketika melihat Asma baru saja masuk ke kelas bersama Mila.

"Tadi dari taman belakang, duduk-duduk sama Mila."

"Oh," balas Afnan singkat, lelaki itu merangkul pundak kekasihnya. Mengajaknya duduk di kursi mereka.

"Nanti jadi, kan? Aku takut nanti kehabisan bukunya," ucap Nisa, gadis itu menghampiri bangku Asma ketika ia hendak duduk.

"Kayaknya aku enggak bisa kalau nanti." Asma melirik Mila yang ikut mendengarkan obrolan mereka, gadis itu mengacungkan jari jempolnya sebagai pertanda ia menyetujui apa yang dilakukan Asma.

"Loh, kok gitu? Padahal aku pengen banget pergi ke sana," ujar Nisa lesu, gadis itu hendak berbalik badan, menjauh dari bangku Asma. Sebelum akhirnya Asma kembali bersuara.

"Aku minta maaf, ya, Nis. Soalnya nanti aku mau ke rumah Nenek," alibi gadis itu, sebenarnya ia tak mau membuat sahabatnya kecewa. Tetapi ia juga tak ingin terjadi sesuatu dengan dirinya atau pun Nisa.

"Iyah, enggak apa-apa kok. Nanti aku ajak Bagas aja." Nisa yang awalnya lesu tak bertenaga kini kembali ceria, ia menghampiri bangku kekasihnya seraya meminta kepada lelaki itu agar mau menemaninya nanti.

Saat Asma menoleh, matanya bertemu dengan Dinda. Gadis itu tersenyum bukan senyum bahagia, tetapi senyum yang dibuat-buat. Matanya menyiratkan dendam yang terpendam, entah dendam apa itu, ia pun tidak mengerti. Asma segera mengenyahkan pemikiran, ia tak mau menuduh orang sembarangan, kemudian ia membalas senyuman teman barunya itu.

"Kenapa perasaanku enggak enak, setiap lihat mata Dinda? Kayak ada sesuatu yang dia tutupin," batin Asma tak enak. Ia membenarkan apa yang dikatakan Nisa, jika ada yang aneh dengan si murid baru itu.

"Apa mungkin ini cuman perasaan aku aja, ya? Tapi aku enggak mau nuduh orang sembarang kalau enggak ada buktinya. Selama Dinda enggak ganggu aku sama orang-orang, aku enggak bakalan jauhin dia." Asma menggelengkan kepalanya, mengusir jauh-jauh pikiran negatif yang hinggap di pikirannya.

Tak lama guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pun datang, membuat penghuni kelas yang awalnya sibuk dengan urusannya masing-masing, kini mulai memfokuskan pikiran mereka pada Pak Dindin yang mulai mengeluarkan buku-bukunya.

****

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : dwinurmalasary28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang