Epilog

121 3 19
                                    

"Tak ada kata maaf dan terimakasih dalam sebuah ikatan persahabatan. Karena kita adalah keluarga yang saling membantu dan menyemangati."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Setelah kepergian Dinda dan dua anggota polisi itu, semua orang masih terdiam. Pesta yang awalnya meriah pun langsung senyap. Sampai akhirnya Afnan mulai berbicara.

"Maaf kalau kalian yang di sini agak terganggu dengan kejadian tadi." Asma menatap wajah Afnan lama.

"Aku mau kasih klarifikasi dikit tentang masalah tadi. Sebenarnya aku nggak amnesia." Ucapan Afnan mampu membuat semua orang terperangah, kabar tentang Afnan yang mengalami kecelakaan dan amnesia sudah menyebar hampir ke seluruh warga sekolah.

"Dan ini semua emang rencana aku, aku udah kerjasama dengan Dokter Ali. Aku mau ngungkap siapa dalang di balik ini semua, dan ternyata semua kecurigaan aku selama ini memang benar adanya. Dinda memang pelaku dari rentetan kecelakaan yang menimpa Nisa, Bagas dan aku sendiri," jelas lelaki itu, matanya masih menatap ke arah Asma yang masih terpaku dengan semua ini.

"Dan satu hal lagi, Asma dan Bagas nggak pernah main api di belakang aku. Aku udah lihat cctv di UKS dan terbukti semua tuduhan yang kalian layangkan ke Asma itu salah. Foto yang kalian lihat itu memang Asma sama Bagas, tapi cara potretnya yang buat mereka kelihatan ciuman."

Semua orang yang ada di sana sangat terkejut dengan penjelasan Afnan, tak terkecuali Nisa. Gadis itu kini merasa sangat bersalah, ia terlalu percaya dengan orang lain. Dibandingkan dengan sahabatnya sendiri.

"Jadi selama ini kamu ...."

"Iyah, Ma. Aku nggak amnesia," ucap Afnan.

Asma tak kuat lagi menahan rasa bahagia, ia langsung memeluk tubuh lelaki yang sangat ia rindukan selama ini. "Aku kangen banget sama kamu, Nan."

"Aku juga, Sayang." Afnan balik memeluk Asma erat, mereka berdua saling menumpahkan rasa rindu yang selama ini sudah menggunung.

Orang-orang yang melihat kemesraan mereka berdua, sontak bersorak. "Cie-cie."

"Inget tempat, woi!" pekik Bagas dari bawah panggung.

Setelah itu acara kembali dilanjutkan. Afnan memotong kue ditemani dengan Asma di sampingnya.


****

"Asma." Asma kaget dengan perlakuan Nisa yang tiba-tiba memeluknya sambil menangis histeris.

"Udah, Nis. Jangan nangis lagi, ya," ujar gadis itu mencoba menenangkan Nisa yang masih menangis di pelukannya.

"Aku emang bukan sahabat yang baik, Ma. Aku lebih percaya sama orang lain daripada sama sahabat aku sendiri," tutur Nisa seraya sesegukan.

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu, Nis. Kamu sahabat terbaik aku." Asma memeluk erat tubuh Nisa, meyakinkan tidak ada yang perlu diperpanjang.

"Tapi--"

"Udah, ya! Atau aku nggak maafin kamu selama-lamanya?" sela Asma cepat.

Mendengar itu Nisa semakin sesegukan, rasa bersalah di hatinya semakin besar saja. Apalagi melihat respon sahabatnya yang tidak mempermasalahkan perlakuan kasarnya kemarin.

"Makasih, Ma. Kamu yang terbaik," balas Nisa.

"Sama-sama, Nis. Asal kamu tau, sahabat terbaik yang pernah aku temui di dunia ini ya cuman kamu." Ucapan Asma mampu membuat Nisa tersenyum di tengah-tengah tangisnya. Ia bahagia dan terharu dengan apa yang dikatakan Asma.

Tak lama Afnan dan Bagas datang, kedua lelaki itu segera menghampiri kekasihnya masing-masing. Melihat sepasang sahabat itu masih saling berpelukan membuat dua lelaki itu geleng-geleng kepala.

"Dasar cewek," ucap keduanya bersamaan.

"Bodo amat!" jawab Nisa dan Asma bersamaan.

"Sekarang jangan ada lagi rahasia di antara kita. Oke?" Ketiganya mengangguk mendengar ucapan Bagas.

"Kita akan jadi sahabat selamanya!" seru Nisa bahagia.

Mereka berempat saling berpelukan, Asma tersentuh dengan sikap para sahabatnya yang begitu baik dengannya. Ia bersyukur masih bisa bersama dengan orang-orang yang sangat menyayanginya.

"Terimakasih, Tuhan. Saat ini aku yakin, pasti ada bahagia di balik duka yang kau beri ini," batin Asma, gadis itu tersenyum.

Walaupun keadaan keluarganya tidak bisa dikatakan baik, ia memiliki sahabat yang sudah ia anggap keluarga sendiri. "Makasih, ya. Kalian udah mau temenin aku sampe sekarang, aku seneng banget bisa ketemu sama kalian."

"Nggak ada kata terimakasih dan minta maaf dalam sebuah persahabatan, Ma," tutur Nisa, gadis itu masih setia dengan senyum manis di wajahnya, walaupun bekas air mata masih terlihat di sana.

"Nah, bener banget kata pacar kesayanganku ini. Walaupun suatu saat kita pisah, jangan sampai kalian lupain kenangan kita." Bagas yang mendengar itu pun ikut-ikut menambahkan.

"Sekarang saatnya sesi bahagia. Sesi nangis-nangisnya udah kelewat," ucap Afnan, lelaki itu mengajak sahabat serta kekasihnya untuk menikmati pesta yang telah ia dan keluarganya siapkan.

"Pelajaran hidup ini begitu berarti. Kadang orang berpikir, hidup ini menyusahkan, pelik dan sulit. Aku bahkan sudah merasakan semua yang mereka katakan. Aku pernah ditinggalkan, diacuhkan, dijauhi dan tak dianggap. Mungkin kalian akan berpikir masalah hidupku adalah masalah paling besar dan rumit, tapi aku menampik semua itu. Kadang kita hanya perlu jalani, syukuri dan berdoa atas semua masalah yang menimpa kita. Hanya satu kata kunci dalam hidup ini, sabar. Sabar dan sabar. Tak semua yang kita impikan adalah yang terbaik untuk kita, karena skenario-Nya lebih baik dibandingkan apapun. Terimakasih sudah membaca diary hidup ini, ini bukanlah cerita seorang ratu yang merindukan rajanya. Bukan pula cerita sang pemilik kedai yang mencintai pembelinya. Ini adalah setitik kisahku, Diary Asma."

  Tamat

Haii aku mau ngucapin terimakasih buat kalian yang udah baca cerita aku sampai di titik ini❤️ Nggak nyangka banget bisa nyelesain cerita ini dalam waktu kurang dari 1 bulan😭 Intinya, terimakasih-terimakasih banget buat kalian semua🤩

Salam sayang❤️

Dwi Nurmalasari

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang