"Semakin banyak cobaan yang datang dalam hidupmu, bukan berarti Tuhan tak menyayangimu. Tuhan maha tahu, jika kau adalah mahluk-Nya yang paling tabah."
(Diary Asma)
Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍
Happy reading ❤️
Asma dan Afnan pulang bersama, sepasang kekasih itu saling bercanda. Dan sesekali Afnan mengeluarkan gombalan-gombalannya, walaupun terlihat cuek dan dingin, Afnan tetap lelaki yang humoris bagi Asma. Tak sekali dua kali, Afnan bahkan bermanja-manja pada Asma yang mampu membuat siapa saja berdecak iri.
Saat Asma sedang menikmati coklat pemberian Afnan tadi, tiba-tiba ponsel kekasihnya itu berdering. Asma yang melihat itu pun langsung meraih benda persegi panjang di dashboard mobil.
"Siapa?" tanya lelaki itu.
"Bagas."
"Biarin aja, enggak usah diangkat. Pasti cuman ngomongin hal yang enggak penting." Asma yang mendengar itu pun langsung menggeleng tak setuju.
"Aku angkat, ya? Siapa tau penting," ucap Asma kekeuh, memang sejak meninggalkan area sekolah tadi perasaannya mulai tidak enak. Apalagi saat mengingat cerita Mila tadi siang.
"Terserah kamu aja, Yang."
"Tumben," gumam gadis itu lirih,p namun tetap didengar Afnan. Lelaki itu memang jarang memanggilnya dengan embel-embel 'sayang', apalagi jika mereka di tempat umum. Bukannya malu atau apa, Afnan memang lelaki yang super cuek. Ia hanya akan bersikap romantis jika keduanya berdua saja.
"Lagi pengen aja, emangnya enggak boleh, ya? Kamu kan pacar aku jadi bebas dong aku mau manggil sayang ke kamu." Asma melirik ke arah Afnan yang sedang menaik-naikkan alisnya. Melihat itu Asma hanya memutar bola matanya malas, ia kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dari Bagas.
"Halo."
"Halo, apa ini dengan keluarga Bagas Pradana?" ucap seorang wanita dari seberang sana.
"Iyah, saya sahabatnya. Ini siapa, ya?" tanya Asma.
"Kami dari rumah sakit Sentra Medika ingin mengabarkan jika saudara Bagas Pradana mengalami kecelakaan dengan saudari Nur Anisa." Pernyataan singkat dari orang di seberang sana membuat Asma terkejut bukan main. Air matanya meluruh begitu saja di pipi putihnya.
Afnan yang awalnya sibuk menyetir, kini mulai menatap kekasihnya yang sedang menangis, tak perlu waktu lama ia langsung menepikan mobilnya. "Kamu kenapa?"
Asma tidak menjawab, suaranya seolah tertelan di tenggorokan. Ia menutup mulutnya, masih syok dengan apa yang terjadi.
Afnan bingung, sejak mengangkat panggilan dari sahabatnya itu. Asma langsung syok seperti ini, ia mengambil botol air di dasboard mobil yang sengaja ia siapkan. Mengambil dan menyuruh kekasihnya itu untuk meminum air yang ia berikan.
Setelah dirasa cukup tenang, Afnan kembali bertanya perihal apa yang membuat Asma sampai syok. "Kamu kenapa, Yang?" tanyanya lagi.
Bukannya membalas ucapan Afnan, Asma justru memeluk tubuh tegap kekasihnya. Ia kembali menangis, menumpahkan rasa sakit di dadanya. "Nisa sama Bagas kecelakaan," balasnya sesegukan.
"Kok bisa?"
"Aku enggak tau, tadi suster cuman bilang kalau Nisa sama Bagas itu kecelakaan terus sekarang ada di rumah sakit Sentra Medika," jelas Asma, air matanya masih setia di pipinya.
"Kita ke sana sekarang."
Afnan langsung tancap gas menuju rumah sakit tempat di mana sang sahabat di rawat. Beberapa kali lelaki itu ditegur pengguna jalan lain, karena dianggap ugal-ugalan di jalan.
Tak sampai 10 menit, mereka telah sampai di pelataran rumah sakit. Afnan langsung mengajak Asma masuk untuk mencari ruangan Nisa dan Bagas.
"Permisi, Sus. Saya mau tanya pasien atas nama Bagas Pradana dan Nur Anisa di mana, ya?" tanya Afnan kepada salah satu suster di sana.
"Korban kecelakaan itu, ya?" Afnan mengangguk, membenarkan apa yang diucapkan suster itu.
"Silahkan langsung ke UGD saja, Dek. Kedua pasien masih ditangani oleh dokter," tambah suster itu.
Setelah sampai ke tempat yang ditunjukkan oleh suster tadi, mereka hanya dapat melihat pintu biru yang tertutup. Asma menangis, ia masih tidak menyangka kejadian ini menimpa Nisa.
"Sudah, Yang. Kita berdoa aja untuk keselamatan Nisa sama Bagas," ucap Afnan mencoba menenangkan, Asma mengangguk. Kemudian mereka duduk di bangku tunggu yang berjejer di sepanjang koridor rumah sakit.
Hampir setengah jam dokter belum keluar, membuat Asma semakin cemas. Ia takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Orang tua Bagas dan Nisa telah sampai, mereka juga sama cemasnya dengan Asma. Semua orang tidak menyangka semua ini akan menimpa sepasang kekasih itu. Mereka semua baru bernapas lega ketika beberapa saat kemudian dokter baru keluar.
"Keluarga pasien?"
"Saya orang tuanya, Dokter," balas lelaki paruh baya, orang tua dari Nisa.
"Kedua pasien hanya mengalami beberapa luka yang tidak terlalu parah. Setelah pasien sadar baru akan dipindahkan ke ruang inap," jelas dokter cantik itu.
"Boleh kami masuk, Dok?" tanya orang tua Bagas.
"Silahkan, Pak. Saya pamit dulu." Dokter itu kemudian pergi bersama suster di sampingnya.
Mereka satu persatu masuk ke dalam ruangan berbau obat itu, tak terkecuali Asma dan Afnan. Pemandangan pertama kali yang mereka lihat ketika masuk adalah dua orang yang terbaring lemah di atas brankar dengan kepala yang dililit perban.
"Nisa," cicit Asma, ia tak kuat melihat keadaan sahabatnya. Pakaian gadis itu dipenuhi darah yang mulai mengering, Asma kembali syok. Ia dari dulu memang mengalami hemophobia atau phobia terhadap darah luka. Baik itu darahnya sendiri, orang lain, binatang, dan bahkan darah dalam bentuk gambar atau tayangan di televisi.
"Kita keluar dulu, ya? Aku enggak tega lihat kamu kayak gini," usul Afnan, lelaki itu itu langsung merangkul bahu kekasihnya. Membawa gadis itu keluar dari ruangan UGD.
"Nan, aku mau ke dalam. Aku mau ketemu Nisa," ucap Asma setelah keduanya telah kembali duduk di bangku koridor rumah sakit, gadis itu masih terus menangis.
"Kita sekarang pulang dulu. Nanti sore kita ke sini lagi," balas Afnan.
"Aku enggak mau pulang, aku mau di sini."
"Aku enggak bisa lihat kamu tersiksa karena phobia kamu itu. Aku antar kamu pulang dulu, nanti kalau mereka udah dipindahkan ke ruang inap. Baru kita ke sini lagi, oke?" Asma termenung sejenak, benar yang dikatakan Afnan. Phobianya akan semakin parah jika terus-terusan ada di sini.
"Iyah, Nan." Dengan lesu Asma mengngguk, setelahnya mereka berdua melangkah meninggalkan area rumah sakit.
***
To be continued ...
Salam hangat ❤️
Dwi Nurmalasari
Ig : dwinurmalasary28
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Asma (TAMAT)
Teen Fiction⚠️Cerita ini bisa membuat anda ketagihan, jadi dimohon untuk vote, komen dan follow sebelum membaca‼️ ---- Semua tampak indah ketika kita bersama, dunia seakan milik berdua ketika kita bercinta. Namun, benar kata pepatah 'roda kehidupan akan selalu...