Part (10) Afnan kecelakaan

63 10 4
                                    

"Kenapa cobaan ini terus-menerus menghantam ku secara bertubi-tubi?"

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

"Ma, kamu jadi kencan sama si Afnan?" tanya Nisa, gadis itu menghampiri sang sahabat ketika jam pelajaran telah selesai.

"Eh, kamu tau dari mana kalau aku mau kencan sama Afnan?"

Nisa menyengir, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku tadi nguping," balas gadis itu.

"Dasar Nisa. Jangan suka nguping, ih!" tegur Asma, ia tak mau temannya memiliki sifat suka menguntit urusan orang lain.

"Iya-iya, itu tadi nggak sengaja kedengaran kok." Asma hanya menggelengkan kepalanya, apa sekeras itu suaranya dan Afnan tadi?

"Iya, nanti aku diajak Afnan jalan. Bukan kencan, sih. Cuman sekedar jalan-jalan malam doang," jelas Asma, ia kembali memasukkan buku-bukunya ke dalam tas biru bergambar kupu-kupu itu.

"Kamu beruntung banget bisa dapat Afnan, dia walaupun cuek kayak gitu tetap so sweet banget," tutur Nisa, pandangannya kosong menatap ke arah pintu kelas.

"Kamu juga beruntung kok, Nis. Kamu bisa dapat Bagas yang baik dan ramah, dia juga friendly banget orangnya." Nisa mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Asma. Tetapi tetap saja masih ada perasaan mengganjal di hatinya.

"Tapi sayang, dia masih suka sama seseorang," gumam gadis itu lirih.

"Hah, kamu ngomong apa, Nis?" tanya Asma, ia tadi tidak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan oleh sang sahabat.

"Oh, nggak kok. Bukan apa-apa. Aku pulang duluan, Bagas dari tadi ternyata udah nunggu aku di parkiran." Nisa meninggalkan Asma sendiri di kelas, ia tak mau jika gadis itu bertanya siapa orang yang ia maksud tadi.

Setelah memasukkan semua buku dan alat tulisnya, Asma segera bergegas menuju parkiran. Afnan pasti sudah menunggunya lama.

"Kenapa lama banget?" Asma yang baru saja masuk ke mobil Afnan itu langsung menoleh.

"Tadi Nisa ngajak ngobrol dulu, jadinya lama. Kamu nunggunya kelamaan, ya?" Afnan menggeleng, ia kemudian menyalakan mobilnya dan segera menjauh dari pekarangan sekolah.

"Aku nggak bakalan biarin kamu hidup bahagia Asma, aku akan selalu teror kamu sampai kehidupan kamu hancur. Kamu udah salah cari masalah sama orang kayak aku," batin seseorang di balik pohon, ia menyeringai. Mulai menyusun rencana untuk membuat hidup Asma berantakan.

***

"Makasih, Nan." Asma yang hendak membuka pintu mobil itu pun menghentikan aktivitas, ketika sebuah tangan kekar menahan lengannya.

"Kenapa?" tanya lagi bingung, sebab tangan lelaki itu masih menggenggam erat lengannya.

"Dandan yang cantik, aku mau kasih kamu kejutan," balasnya seraya tersenyum manis.

Asma mengangguk, ia menumpukan tangannya di atas tangan Afnan. "Aku nggak bakalan bikin kamu malu, Nan."

"Kamu nggak pernah bikin aku malu, aku selalu beruntung bisa punya kamu. Makasih karena kamu udah mau berjuang sama aku, selama satu tahun ini. Aku tahu, setahun itu bukan waktu yang cepat. Kamu pasti pernah merasa bosan sama hubungan ini, tapi aku mohon tetap stay sama aku di sini." Asma hampir menangis saat mendengar ucapan Afnan. Lelaki cuek itu ternyata bisa berbicara sepanjang ini.

"Aku nggak mungkin bosan, Nan. Karena cuman kamu yang mau terima aku apa adanya, cuman kamu," jawab Asma, ia memeluk tubuh Afnan erat. Lagi-lagi menangis di dada lelaki itu.

"Aku nggak bakalan ninggalin kamu, Ma. Aku akan selalu stay sama kamu. Stay with me and we will be happy together," pinta Afnan lembut.

"I will always be with you, forever." Asma masih nyaman di pelukan Afnan, ia akan selalu merindukan dekapan hangat ini. Dekapan dari lelaki yang selalu menemaninya saat masa-masa sulit.

Setelah cukup lama mereka berpelukan, Asma mulai melonggarkan dekapannya hingga pelukan mereka terlepas. "Maafin aku, Nan. Baju kamu jadi basah," ucapnya tak enak.

"Udah, nggak apa-apa. Ya udah kamu masuk sana, habis itu makan terus istirahat," perintah Afnan, Asma mengangkat kedua jempolnya.

"Siap, komandan."

Asma segera turun dari mobil kekasihnya itu. Setelah berpamitan Afnan kemudian melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah.

Gadis itu berjalan masuk ke pekarangan rumahnya, tangannya terulur membuka pintu kayu berwarna coklat tua itu. Terkunci, untung saja ia selalu membawa kunci cadangan. Jadinya ia tak perlu menunggu orang tuanya yang entah kapan akan pulang.

"Assalamualaikum." Tidak ada balasan sama sekali, keadaan rumah itu masih sama. Sepi dan sunyi. Asma kembali melanjutkan langkahnya setelah mengunci kembali pintu depan.

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamar. Masuk dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Dua puluh menit berlalu, gadis itu baru menyelesaikan kegiatan mandinya. Ia berjalan menuju lemari, untuk memilih pakaian yang akan ia pakai. Setelah selesai, ia menuju dapur. Perutnya dari tadi sudah berdemo minta diisi.

Bukan makanan lezat yang ia dapatkan, hanya beberapa bungkus mie instan dan telur di lemari kabinet atas. Asma harus memasak mie dan telur dadar, lagi. Tak mau membuang waktu lama, ia segera memasak sisa bahan makanan itu.

Asma kembali masuk ke kamarnya, tidak ada sapaan hangat dari orang tuanya. Hanya ada kesunyian di sini, gadis itu bahkan tidak tau di mana keberadaan orang tuanya.

"Aku nanti pake baju mana, ya?" Asma memilah-milah baju yang ada di lemarinya. Pilihannya jatuh ke baju tunik berwarna merah maroon dengan garis putih di samping kanannya.

Ia melirik jam dinding, masih pukul enam sore, jadi masih ada satu jam waktunya sebelum Afnan datang. Asma mengisi waktunya untuk membawa buku novel yang ia beli bulan lalu, ia bahkan sama sekali belum membaca buku itu.

Asma masih asyik membaca bukunya. Ia menoleh ke arah jam dinding, gadis itu langsung berdiri dan menuju kamar mandi. Ia tak sadar melewatkan setengah jam hanya untuk membaca buku saja.

Setelah selesai berdandan, ia melirik jam tangannya lagi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan. "Afnan kok belum datang, sih?"

Asma beberapa kali menghubungi nomor sang kekasih, tetapi tidak ada balasan. Nomor lelaki itu tidak aktif, Asma mulai curiga. Afnan tidak pernah mematikan ponselnya.

Tak lama ponsel Asma kembali berbunyi, namun bukan Afnan yang menghubunginya tetapi Bagas.

"Halo, Gas."

"Ma, Afnan kecelakaan." Asma terdiam, ia syok hingga tangannya tak mampu memegang ponselnya.

***

To be continued ....

Salam hangat ❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : Chokochips28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang