Bab 13 - Hari yang Membosankan Sebelum Kau Tiba

2.9K 363 54
                                    

Hari yang Membosankan Sebelum Kau Tiba

Selasa pagi itu, Awan bangun dan mendapati apartemennya sepi. Sunyi. Tak seperti malam sebelumnya, semalam Awan tidur di kamarnya. Dan tak seperti kemarin, kali ini tak ada teman-teman Awan yang berserakan di apartemennya.

Awan dengan enggan bangun dari kasur yang nyaman itu dan pergi ke dapur lebih dulu. Awan minum air putih, lalu mengambil mie instan. Sembari memasak mie, Awan membuat kopi.

Sejujurnya, hidup seperti ini adalah kemewahan bagi Awan. Sekadar bisa sarapan mie instan setiap pagi, minum kopi tiap pagi, tanpa perlu panik memikirkan bagaimana ia akan makan hari ini.

Awan menghabiskan paginya dengan sarapan santai di ruang tamu, sambil memandang dinding kaca yang menyajikan pemandangan gedung pencakar langit. Paginya begitu tenang, nyaman, dan ... membosankan.

Awan mengembuskan napas pelan, lalu segera melahap sarapannya. Dalam lima menit, ia sudah menghabiskan sepiring mie instan dan segelas kopi. Namun, setelah menghabiskan sarapannya, Awan bukannya beranjak dari ruang tamu malah mengangkat kakinya ke sofa. Ia berbaring berbantalkan lengan sofa.

Kenapa mendadak hidupnya terasa membosankan? Tiba-tiba? Suddenly? Tak ada angin tak ada hujan?

Awan memutuskan untuk menyalakan televisi, memindah channel tanpa minat. Ini juga membosankan. Awan mematikan televisi. Mungkin sebaiknya ia mulai menggambar. Tanpa membereskan sisa sarapannya di meja ruang tamu, Awan pergi ke kamar untuk mengambil laptop dan pen tablet-nya.

Ia meletakkan laptop dan pen tablet di meja ruang tamu, lalu ia sendiri duduk di lantai. Awan mencoba untuk menggambar, tapi kepalanya mendadak kosong. Ya, memang seringnya kosong karena ia malas berpikir. Namun, kali ini benar-benar kosong. Putih. Bersih. Tanpa noda. Seolah habis dicuci pakai detergen.

Ah, kan, hilang otaknya ....

Awan menjatuhkan keningnya di atas laptop, tapi langsung terlonjak ketika terdengar suara bel. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Dengan malas Awan berdiri dan menyeret langkah ke pintu. Ketika membuka pintu, Awan terkejut melihat Adel berdiri di sana, sudah rapi dan cantik dengan stelan kerja, seperti biasa.

Wanita itu mengernyitkan hidung, lalu mundur. "Kamu baru bangun tidur?" tanya Adel.

"Nggak juga. Aku udah sarapan, kok," sahut Awan.

"Tapi, belum mandi?" Adel menebak.

Awan mengangguk. "Kamu mau ngomongin sesuatu?" tanya Awan sembari menutup mulutnya, khawatir Adel pingsan karena bau mulutnya.

Adel mengangguk.

Awan membuka pintu lebih lebar. "Masuk dulu, deh. Aku mandi bentar," kata Awan.

Adel tampak berpikir.

"Sebentar. Lima menit," janji Awan.

Adel menghela napas, akhirnya mengangguk. Awan bergegas masuk dan langsung melesat ke kamarnya. Ia mandi secepat mungkin. Setelah mandi, ia memakai pakaian rapi, tak lupa memakai parfum.

Ketika Awan keluar dari kamarnya, Adel sedang membungkuk di atas laptopnya. Awan buru-buru menghampiri Adel. Wanita itu langsung menoleh begitu Awan tiba di sana.

Adel menatap Awan dari atas ke bawah, lalu mengernyitkan kening. "Kamu mau ke mana?"

Awan menggeleng. "Nggak ke mana-mana. Kamu katanya mau ngomong sama aku."

"Iya, tapi ngapain kamu makai baju serapi ini cuma buat ngomong sama aku?" Adel menatap Awan dengan aneh. "Dan kamu habisin berapa liter parfum tadi?"

Marriage For Sale (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang