Bab 15 - After Effect

3.1K 377 69
                                    

After Effect

Ketika Awan kembali ke apartemennya, dilihatnya ketiga temannya sudah duduk di lantai ruang tamu, tampak melamun menatap layar televisi yang mati.

"Kalian kenapa?" tanya Awan sembari berdiri di depan mereka.

Seketika, mereka bertiga menoleh ke arahnya.

"Lo nggak diusir kan, Bro?" tanya Wiki.

Awan menggeleng.

"Trus, lo nggak dipecat jadi calon suami, kan?" Nugie memastikan.

Awan menggeleng.

"Stok makanan lo juga nggak diminta balik, kan?" Pertanyaan terbodoh selalu lolos dari Ramli.

"Nggak lah, Ram," jawab Awan sebal.

Ketiga temannya menghela napas lega. Nugie sampai langsung menggelosor. "Hampir aja gue mampus tadi," ucapnya lemas.

Awan menggeleng-geleng sembari duduk di sofa.

"Lagian, lo ngapain sih, pakai temenan sama dia segala? Jelas level kita beda, lah. Dia mana mau temenan sama kita?" sembur Wiki.

Awan tersenyum getir. "Ya, gimana? Dia bilang, dia nggak punya teman."

Ketiga temannya melongo. "Nggak punya teman?" tanya Ramli bingung. "Tapi kan, dia tajir, cantik, bos, masa nggak punya teman?"

"Tapi kan, dia juga galak, seram, kejam gitu, siapa yang mau temenan sama dia?" sahut Nugie.

"Kayaknya hidupnya sempurna gitu, tapi kok ... gue malah kasihan, ya?" celetuk Wiki. "Ya, bayangin deh, kalau dia nggak punya teman, trus kalau dia digangguin teman-temannya kayak gue dulu, siapa yang belain?"

"Iya, trus kalau dia nggak punya duit kayak Awan gitu, siapa yang ngutangin?" imbuh Ramli, seolah Adel bisa kehabisan uang.

"Dia kalau patah hati curhatnya sama siapa, ya?" Nugie juga penasaran.

Awan memikirkan pertanyaan teman-temannya itu dan ikut penasaran. Apa wanita itu bahkan tak merasa kesepian? Setiap hari, dia akan pergi bekerja, seharian di kantor, pulang ke apartemen sendirian. Setiap kali juga, dia pasti makan sendirian. Belum lagi ketika dia bertemu keluarganya yang mengerikan itu sendirian.

Awan tahu ia tak pantas merasa kasihan pada hidup sempurna Adel, tapi itulah yang ia rasakan. Untuk semua kesendirian wanita itu, untuk semua kesepiannya, dan mungkin, untuk kesedihannya yang tak pernah dilihat siapa pun.

***

Setelah makan malam dengan teman-teman Awan semalam, malam ini ganti Adel yang membawa Awan ke restoran mewah untuk makan malam romantis mereka. Awan memakai stelan yang rapi untuk malam itu.

Tidak ada yang salah selama acara makan malam mereka. Bahkan, Adel sempat menyuapi Awan kerang ketika makan malam. Ia tak ingin melewatkan satu kesempatan kecil pun untuk memberi foto yang bagus untuk kakeknya.

Namun, ketika mereka kembali ke apartemen, di depan pintu unit apartemennya, Awan tiba-tiba jatuh terduduk. Adel menoleh kaget. Ia menatapnya bingung.

"Kamu kenapa? Ngantuk?" tanya Adel.

Awan menggeleng tanpa menjawab sepatah kata pun. Adel mengerutkan kening curiga, lalu berlutut. Ia terkejut melihat butir keringat di kening dan pelipis pria itu. Pria itu tampak kesulitan bernapas.

"Kamu ... kenapa?" Adel tak bisa menyembunyikan cemasnya.

Awan masih tak menjawab.

"Kamu kenapa?!" bentak Adel tak sabar.

Marriage For Sale (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang