Bab 11 - Mata-mata Everywhere

2.9K 350 51
                                    

Mata-mata Everywhere

Awan sedang memilih camilan di rak camilan minimarket apartemen itu ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Awan refleks hendak melepaskan diri, tapi ia mendengar suara yang dikenalnya,

"Ini aku."

Seketika, perut Awan bereaksi. Seperti ada kupu-kupu, kuda, badak, berlarian di sana. Mungkin ayam yang tadi dimakannya juga ikut berlarian ke sana-kemari.

"Kamu ngapain?" tanya Awan bingung, masih shock juga.

"Mata-matanya kakekku udah sampai sini. Siska yang ngabarin aku. Tadi waktu dia antar barang-barang ke apartemenmu, dia lihat mata-mata kakekku di sini," terang Adel masih sambil memeluknya. "Kakek pasti mau mastiin hubungan kita. Aku harus kasih dia gambar yang bagus."

Awan menelan ludah. "Gambar kita pelukan?"

"Yang lebih menarik lagi," timpal Adel seraya melepas pelukan.

Wanita itu menarik Awan mundur, lalu dia berpindah berdiri di antara Awan dan rak camilan. Seperti sebelum-sebelumnya, wanita itu menangkup wajah Awan dan menariknya turun. Awan menahan napas ketika bibirnya dan bibir Adel berjarak hanya tiga senti. Kali ini, bibir itu tak ber-lipstick. Namun, tetap menggoda.

Wanita itu menatap lurus melewati bahu Awan, sebelum perlahan memejamkan matanya. Bulu mata lentiknya membuat tangan Awan gatal ingin menyentuhnya. Ketika tangan Adel bergerak ke rambutnya, tangan Awan terasa lemas, membuat keranjang yang dipegangnya terjatuh di lantai.

Di depannya, Adel perlahan membuka mata. Ia memundurkan tubuh dan menggeser tubuh Awan. Wanita itu tersenyum puas, lalu menyingkir dari hadapan Awan, tapi dia tidak pergi.

"Lanjutin belanjamu. Nanti kita naik bareng ke atas," ucap wanita itu.

Awan mengangguk. Ia membungkuk untuk mengambil keranjangnya, lalu memasukkan asal camilan yang ada di depannya. Setelah memenuhi satu keranjang, Awan pergi ke kasir. Adel mengekorinya.

"Segini cukup? Kamu lagi sama teman-temanmu, kan?" tanya wanita itu.

Awan hanya mengangguk. Namun, ia terkejut ketika Adel hendak melakukan pembayaran aplikasi di ponselnya sementara kasir mulai menghitung belanjaan Awan.

"Biar aku aja," Awan menahan ponsel Adel.

Adel menatap tak suka dan menarik ponselnya dari pegangan Awan. Awan lagi-lagi mengalah. Ia mengalihkan tatap ke rak di depan meja kasir dan melihat permen kapas yang tadi diborong Adel di supermarket. Awan refleks mengambil sebungkus permen kapas dan memasukkannya ke keranjang.

"Aku udah punya banyak itu," Adel berkata.

"Ha?" Awan menoleh, bingung.

Adel menunjuk permen kapas yang barusan dimasukkan Awan ke keranjang. "Kamu nggak perlu beli itu buat aku."

"Itu buat aku. Aku pengen," jawab Awan.

Bayangkan ada suara burung gagak di tengah keheningan canggung itu. Namun, Adel menutupnya santai dengan kalimat,

"Aku nggak tahu kamu juga suka permen kapas."

Awan tak menjawab. Tidak. Ia tidak suka. Hanya penasaran karena seseorang yang memborong berbungkus-bungkus permen kapas tapi mengaku tak punya makanan kesukaan.

***

Adel merangkul lengan Awan ketika mereka berjalan ke lift. Ia baru melepas lengan pria itu ketika pintu lift menutup dan lift bergerak ke lantai mereka.

Marriage For Sale (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang