Bab 22 - Marrying The Most Unpredictable Woman

3.3K 349 65
                                    

Marrying The Most Unpredictable Woman

Hari-hari menjelang pernikahannya dengan Adel berjalan dengan cepat. Tanpa terasa, hari pernikahannya datang juga. Awan merasa kepalanya seolah kosong. Putih, seperti ball room tempat pesta pernikahannya dengan Adel ini. Serba putih.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Awan. Deg-degan, tegang, bingung, panik, grogi, dan semua rasa ada. Lengkap macam gado-gado.

Ketika MC mengumumkan mempelai wanita akan memasuki ruangan, Awan menarik napas dalam dan menatap ke arah pintu. Begitu pintu itu terbuka, masuklah Adel dengan tangan mengait lengan papanya. Rambutnya disanggul rapi, ditutup tiara dan veil putih. Bibir tipisnya tampak begitu merah, seolah menantang Awan untuk menciumnya. Kecantikannya tampak begitu istimewa hari itu. Hidung mancungnya, tulang pipinya yang tinggi, hingga bulu mata lentiknya, segala hal kecil dari dirinya tampak begitu indah.

Mulai hari ini, jika ada yang bertanya pada Awan, apa hal terindah yang pernah ia lihat? Adellah jawabannya. Gila! Awan mendadak merasa seperti Nugie yang bucin akut. Kenapa ia jadi begini memuja keindahan di depannya? Tuh, kan, lagi-lagi ia menyebut Adel dengan keindahan.

Memang, hati tidak berbohong. Meski otak Awan ingin mengelak, tapi hatinya berkeras, yang ada di depan matanya saat ini adalah keindahan. Awan seharusnya menulis ini dan menerbitkan buku kumpulan puisi. Nugie pasti akan bangga padanya.

Namun, ternyata itu belum selesai. Awan ingat ketika ia dan Adel pergi ke butik Lucy untuk mencoba stelan dan gaun pernikahan mereka. Saat itu, Adel tidak mencoba gaunnya karena ternyata dia sudah datang hari sebelumnya dengan mamanya dan dia hanya mengantar Awan mencoba stelannya.

Hasilnya, saat ini Awan tertabok pesona Adel dalam gaun putih dengan lengan hingga bahunya transparan, rok bagian bawahnya mengembang, wanita itu tampak seperti seorang putri. Dan Awan pangerannya. Sehari ini saja, biarlah Awan membebaskan imajinasinya.

Ketika Adel di hadapannya, Awan hanya menatap wanita itu. Lekat. Waktu seolah berhenti. Rasanya seolah hanya mereka berdua yang ada di sini .... Hingga tepukan di lengannya menyadarkan Awan. Papa Adel yang tadi menepuk lengannya tersenyum geli ketika mengantarkan tangan Adel padanya.

Awan meraih tangan Adel dengan cepat dan mengaitkannya di lengannya sendiri setelah Adel berdiri di sebelahnya. Awan menangkap sorot mengancam di mata wanita itu.

Mampus, deh, mampus. Meleng dikit nyawa terancam.

Untungnya, setelahnya upacara pernikahan mereka berjalan lancar. Awan tak melakukan kesalahan sedikit pun ketika mengikat janji pernikahan dengan Adel. Sampai akhirnya mereka telah disahkan sebagai suami-istri dan tiba waktu yang paling mendebarkan.

Awan dan Adel berdiri berhadapan, disaksikan banyak mata VVVVVIP, selain ketiga sahabat Awan. Adel menatap mata Awan. Tak ada keraguan, kekhawatiran, atau penyesalan di sana. Hanya ada ketegasan dan keberanian yang selalu Awan lihat sebelum-sebelumnya.

Perlahan, kekhawatiran Awan menyusut. Ia menangkup wajah Adel dengan lembut. Jantungnya berdebar kencang, melompat riang ke sana-kemari, entah hilang ke mana akhlaknya ini jantung. Ketika Awan menunduk, memangkas jarak antara mereka, Adel menangkup tangan Awan, menyelipkan jarinya di tangkupan tangan Awan.

Awan memejamkan mata ketika bibirnya menyentuh bibir Adel. Namun ... tunggu! Itu bukan bibir Adel yang menyentuh bibirnya. Itu ... jari kelingking Adel. Atau jari tengah? What?

Namun, ciuman yang sebenarnya bukan ciuman itu sudah berakhir ketika Adel menarik tangan Awan, sebagai perintah untuk mengakhiri ciuman dengan jari tengahnya. Awan nyaris tertawa ketika menarik diri. Namun, di depannya Adel malah tersenyum manis. Begitu manis hingga Awan tak sanggup protes atau tertawa.

Marriage For Sale (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang