Bab 5 - Menjadi Calon Suami Sempurna

3.6K 393 57
                                    

Menjadi Calon Suami Sempurna

Adel langsung bersin ketika Awan masuk ke mobilnya dan menyebarkan aroma aneh yang menyengat.

"Aku udah mandi, ya!" sembur Awan.

Adel menggeleng, tangannya mengibas pada Awan. "Kamu turun dulu," usirnya.

"APA?!" Awan berteriak.

"TURUN!" balas Adel dalam teriakan juga.

Awan menggerutu, tapi menurut dan turun. Adel membuka semua jendela, membiarkan aroma parfum pria itu keluar. Entah parfum apa yang digunakannya. Awan tampak kesal berdiri di luar mobilnya.

Adel meraih ke dashboard mobilnya dan menyambar parfum pria yang biasanya ia simpan untuk jaga-jaga. Papanya terkadang suka lupa memakai parfum ketika keluar dari rumah sakit dan akan pergi menemui kerabat atau rekan di luar. Aroma rumah sakit selalu menguar dari papanya yang seharian berada di rumah sakit. Begitu pun mamanya. Meski mamanya lebih memperhatikan tentang hal itu.

Adel lalu menjentikkan jari ke arah Awan, menarik perhatiannya. Begitu pria itu menoleh, Adel melempar parfum di tangannya. Awan menangkapnya.

"Pakai itu," tuntut Adel.

"Ini apa?" Awan bertanya tak suka.

"Kamu bisa baca sendiri," desis Adel kesal.

Benar saja, pria itu membaca tulisan di botol parfumnya, lalu mendengus pelan dan menyemprotkan parfum itu ke tubuhnya. Setelahnya, ia mencium kemeja belel yang dikenakannya, lalu kaus kusam di balik kemeja yang tak dikancingkan itu juga. Baru setelahnya, ia masuk ke mobil Adel.

Setelah yakin aromanya tidak lagi mengganggu, Adel menutup jendela mobilnya dan menghela napas lega.

"Kamu pakai parfum apa, sih?" protes Adel tanpa tedeng aling-aling.

"Nggak tahu. Tadi Ramli yang nyemprotin. Baunya agak kayak ... baygon gitu, ya?" Awan menggaruk-garuk kepalanya canggung.

"Kamu parfuman pakai baygon?" Adel mendelik.

Awan berdehem. "Yang penting kan, wangi. Habis, parfumku habis."

Adel memijat pelipisnya. Kenapa harus pria seperti ini yang menjadi calon suaminya?

Adel menarik napas dalam, menenangkan diri. Tenang, ini hanya sementara. Hanya setahun. Lagipula, yang terpenting adalah, pria ini bisa dibelinya, bisa diatur sesukanya. Tak ada yang lebih baik dari ini. Adel tahu, sejak pertama ia melihat pria ini, sejak ia tahu hidup menyedihkan pria ini, pria ini adalah orang yang tepat untuk menjadi suaminya.

"Kamu simpan parfum itu. Hari ini kita harus pergi ke banyak tempat," kata Adel sembari melajukan mobilnya.

"Ke mana?" tanya Awan sambil mencium-cium parfum di tangannya.

"Pertama, salon dan butik langgananku. Kamu perlu dipermak," Adel berkata. Ia menoleh sekilas. "Wajahmu nggak jelek-jelek banget, tapi tetap aja, kamu butuh perawatan."

"Bukan nggak jelek-jelek banget, tapi ganteng banget. Tolong kalau ngomong sesuai fakta," protes Awan.

"Seleraku nggak serendah itu," balas Adel.

"Trus, kenapa kamu mau nikah sama aku? Aku bukan seleramu, kan?" sambar Awan.

"Kamu lupa, apa yang udah kamu tanda tangani kemarin? Harusnya kamu udah sadar sejak awal pas aku nawarin kamu uang. For your information, aku bukan cuma nggak tertarik sama tubuhmu, sama wajahmu juga. You're not my style," tandas Adel.

Marriage For Sale (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang