'Kehidupan yang direnggut.'
,
,
,Kanna POV
Drap drap!
"KAGAYA!"
Kakiku melesat tepat pada lantai ruangan—dimana Kagaya sedang duduk di atas Futon. Melewati seorang laki-laki ber jas dengan rambut hitam agak keriting.
Disana juga ada Amane yang tengah menatapku bingung sembari mengenggam tangan Kagaya. Itu membuatku mengernyit kesal.
"Singkirkan tanganmu dari Kagaya." ucapku bengis, yang langsung dilakukan oleh Amane dengan helaan nafas.
"Kanna.. Kanna.. kau disini?"
Kagaya meraba-raba. Lantas aku langsung menyambut tangannya, mengangguk. "Iya. Iya, aku disini."
Melihat kondisinya yang seperti ini benar-benar membuatku ikut merasakan sakit. Cairan merah keluar dari setiap sudut matanya.
"Jangan.. jangan, kumohon jangan." aku menahan isak. Kagaya menyentuh wajahku. Tersenyum.
"Sudah waktuku, Kanna."
Satu kalimat. Satu kalimat yang membuatku tercenung ditempat. Air mataku jatuh seketika. "Kenapa? Kenapa?"
Aku menggeram. Menggeleng kuat yang membuat air mataku mengalir deras.
"Hoho. Drama apa ini? Kenapa aku diabaikan?"
Laki-laki yang tadi kulewati—ketika masuk ke dalam rumah pun bicara. Aku tak tau siapa dia.
Aku menoleh sinis, mataku melotot tajam padanya. "Diamlah. Siapa kau?"
Laki-laki itu mengangkat alisnya, memandangku dengan sorotan menarik. "Memberi tau namaku pada seseorang yang akan mati itu percuma."Aku mencebik kesal. "Kau—"
"Kanna. Dengarkan aku." Kagaya memotong kalimatku. Menarik bahuku untuk kembali menatapnya.
"Siapa dia? Iblis, huh?"
Kagaya meraba wajahku, memberi isyarat padaku untuk diam. "Dia Muzan." bisiknya pelan.
DEEGG!
Tunggu, apa?
Laki-laki pucat itu? Ohho.. jadi beginikah rupanya sang Induk dari para Iblis?
"Dengar, Kanna. Kau harus pergi."
Aku mengerutkan dahi. "Apa?"
"Pergilah."
Aku menggeleng. "Untuk apa?! Kenapa—"
Aku melirik Amane. Ada gerak gerik aneh darinya. Aku mencoba menatapnya, menyelidik.
Mungkinkah...
Kepalaku tertoleh melihat Kagaya, lalu segera memeluknya. "Kau akan bunuh diri? Rumah ini akan di Bom?" bisikku pelan lagi samar.
Kagaya mengangguk yakin.
Kedua bola mataku membulat. Aku menatap bengis ke Amane. "Apa ini rencanamu? Apa ini rencanamu?"
Amane hanya diam tak menyahut.
Aku menggertakkan gigiku, sebelum Kibutsuji Muzan itu melakukan sesuatu, aku langsung menendang keras tubuh Amane. Membuatnya terhempas jauh.
"KAU SAJA YANG MATI!" teriakku penuh amarah. Kenyataan bahwa kebencianku padanya lebih dari aku membenci Iblis.
Aku tak peduli apa pikiran kalian tentangku. Benar bahwa aku ini gadis yang buruk. Aku jahat. Maki saja aku sesuka kalian.
Aku segera mengambil ancang-ancang untuk lari membawa Kagaya.
"Kita akan pergi. Kagaya—"
Lagi-lagi kalimatku terputus. Tubuhku didorong oleh Kagaya. Dan dengan secepat kilat, seseorang datang lalu membawaku keluar dari rumah.
"Tidak!"
Aku menatap Kagaya dari kejauhan. Dia melempariku dengan senyuman. Mungkin, senyum untuk yang terakhir kalinya.
Seakan bisa melihatku, bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu. Aku dapat membacanya.
Aku mencintaimu, Kanna.
Hiduplah.Kuharap kau bahagia selamanya.
Aku tersentak. Air mataku meluncur deras.
Setelah itu, Muzan menghampiri Kagaya. Dia hendak melayangkan serangan. Namun naas, sedetik kemudian, Bom meledak. Dan rumah Ubuyashiki hancur berkeping-keping.
Aku terisak.
"KAGAYAAAA!"
🎴⚡☀️🎴
Please, jangan jadi siders :')
Sumpah, ini vote nya dikit bamget loh.Gpp klo ga komen atau semacemnya. Tpi di vote dong please.
#ChiiLgiNgemis#
,
KAMU SEDANG MEMBACA
fearless ; kamado tanjirou [√]
Fanfiction𔘓 "Njirou!" Beberapa hari setelah kematian Rengoku Kyoujurou, Oyakata-sama lantas mengumumkan berita besar, bahwa... Pillar baru telah ada untuk melengkapi semua 9 Pillar! Namun, siapa sangka.. bahwa ternyata Pillar baru tersebut adalah seorang Gad...