⚡[29]☀️

2.9K 446 84
                                    

'🏃‍♀️'

,
,
,

Drap drap drap!

Aku memberhentikan langkahku. Kurokuromaru menjadi pemandu untuk menunjukkan jalan ke medan perang.

Awalnya aku memang diberitau oleh Kurokuromaru kalau perangnya telah selesai. Namun.. firasatku selalu buruk.

Tak ada yang memberitauku kalau Tanjirou baik-baik saja.

Jadi aku kabur dari Mansion Uzui. Aku ingin melihat dengan mataku sendiri apakah.. Tanjirou benar-benar tak terluka parah.

Hosh.. hosh..

Aku meneguk ludah. "Tanjirou.." gumamku cemas. Soalnya, suasana disini rusuh sekali. Ada apa dengan orang-orang?

"Kannaho?!"

Seruan dari seseorang yang memanggil tak membuatku mengalihkan pandangan sedikitpun pada Tanjirou.

Semua orang berteriak, menangis. Inosuke tampak seperti menyerang Tanjirou. Hei, apa yang dia lakukan?

Giyuu yang tengah menekan luka di tangan kanannya berteriak padaku. "MENJAUHLAH DARI TANJIROU, KANNAHO!"

"DIAM!" aku balas memekik.

Memangnya kenapa? Kenapa dia ingin mencegahku? Tanjirou tak berbahaya. Dan apa yang membuatnya bahaya jika itu benar?

Aku melangkah mendekat. Memberi isyarat pada Inosuke untuk menjauh. Aku menyunggingkan senyum. Lalu segera memeluknya seerat mungkin. "Njirou..."

Tanjirou menggeram. Giginya menggertak hebat. Aku mengadah untuk menatap matanya, lalu menangkup wajahnya perlahan.

"Kau.. berubah menjadi Iblis?" dadaku terasa sesak. Hidungku tersendat dan air mataku mulai berlinangan.

"Nii-chan, hikss."

Aku menoleh, melihat Nezuko yang ikut memeluk Tanjirou dari belakang. Kemudian menangis.

"Nii-chan, sadarlah. Ayo kita pulang.. hikss." ucap Nezuko yang berusaha menenangkan Tanjirou.

Tapi sayangnya, Tanjirou yang sekarang bukanlah manusia. Tak mudah untuk membuat ingatannya yang telah terhapus kembali lagi.

Aku menolehkan kepalaku kembali menatap Tanjirou, "Aku datang untuk menemuimu.. aku ingin menagih janjimu beberapa waktu lalu."

Tanjirou masih menatapku tajam. Jujur, matanya yang merah menyala sama persis seperti Muzan itu membuatku sedikit takut.

"Nii-chan.. hikss."

"Tanjirou bodoh! Kau membuat Nezuko-chan menangis! Kau juga membuat Kanna-chan menangis dasar bodoh! Kau bilang ingin menikah dengannya!"

Ah, itu suara Zenitsu. Kisatsutai yang telah kuanggap seperti Kakak sendiri. Dia berteriak sambil menangis dari kejauhan.

Tanjirou mulai kesal dengan teriakan orang-orang disekitarnya. Aku meneguk ludah. "Tanjirou.. apa yang-"

Kalimatku terputus. Kala melihat Tanjirou yang menoleh ke belakangnya, dan langsung menghempaskan Nezuko jauh dengan tangannya.

"NEZUKO!"

"NEZUKO-CHAN!"

Teriakan dari orang-orang kian membuat amarah Tanjirou bertambah. Dia lantas mengangkat tangannya, lalu melayangkannya untuk menusuk perutku.

"Akhh-"

Cairan merah keluar dari mulutku. Tanjirou menusukku tepat pada luka yang sama dilakukan oleh Muzan dulu.

Ah, ini gawat. Penglihatanku mulai kelam.

"KANNAHO!"

"AHOKANNA!"

"KANNA-CHAN!"

"Hikss, Nii-chan! Kumohon berhentilah!"

Apa? Apa yang diteriakkan oleh semua orang? Aku tak mendengarnya. Malah telingaku berdenging hebat.

"Tanjirou.. cough!" aku kembali mendekat. Tak apa. Luka ini tak masalah sama sekali.

"Tanjirou, lihat aku. Lihat mataku." aku menangkup kedua pipinya. Menempelkan keningku dengan keningnya. "Hanya, lihat aku. Jangan lihat yang lain." bisikku pelan. Nafasku terengah.

Beberapa detik kemudian, mata Tanjirou berfokus padaku. Giginya yang tadi menggertak dan wajahnya yang penuh amarah mulai normal kembali.

Aku tersenyum lega. "Ya, begitu. Hanya lihat aku, Tanjirou."

Tanjirou masih teridam ditempat. Kemudian, air matanya jatuh. Aku tersentak, parit-parit bermunculan di wajahku.

"Hikss.. TANJIROU!" aku menangis kencang. Kedua tanganku meraih leher Tanjirou, lalu sekali lagi aku memeluknya erat.

Ah, rasa sakit di hatiku bertambah. Terlebih, ketika melihat Tanjirou dengan kondisi seperti ini.

Aku mengeratkan pelukan, menggeleng. "Jangan.. seperti ini, hikss.. kembalilah." pintaku dengan suara parau. Aku menahan isak yang berlebihan.

Di sela-sela tangisku, aku melihat Kanao di belakang. Dia memegang sebuah serum ditangan. Aku dapat membaca wajahnya yang juga basah oleh air mata.

'Izinkan aku untuk menyelamatkan Tanjirou. Hanya kali ini.' Begitulah kira-kira makna dari raut wajaunya. Lantas aku mengangguk. Memeluk Tanjirou erat.

Sedetik kemudian, Kanao mengaktifkan jurus pernafasan yang mungkin akan membuat matanya berdampak buruk.

Tapi dia tak peduli. Dia tetap berlari menggunakan jurusnya itu lalu menyuntikkan sebuah serum pada Tanjirou.

"Jangan buat Nezuko-chan dan Kanna-san menangis, Tanjirou.."

Aku mengulas senyum.

Mata dan kuku-kuku Tanjirou mulai normal kembali. Begitupun dengan tentakel-tentakel di punggungnya perlahan menjadi abu.

Aku menangkap Tanjirou yang hampir terjatuh, kemudian tetap memeluknya. Air mataku masih berderaian keluar.

"Okaeri, Tanjirou.." aku mengeratkan pelukan. Tak mempedulikan lukaku yang kian terbuka.

Sedetik kemudian, penglihatanku memburam. Semuanya terlihat gelap.

Ah, sepertinya aku benar-benar akan mati kali ini.






🎴⚡☀️🎴






Happy Ending :'D

fearless ; kamado tanjirou [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang