"Tatap dan renung aku, lelaki nyata yang ada di depan matamu. Dia sudah tiada, izinkan aku mengambil tempatnya di hatimu," - Alger Dmitri
Alger Dmitri's POV
Aku mengucup pipi Elleora setelah cincin tunang aku sematkan di jari manisnya. Dia terlihat sangat manis meski matanya kelihatan bengkak kerana banyak menangis.
"Jangan menangis lagi. Dalam masa dua minggu lagi, kamu akan sah menjadi isteriku," aku berbisik di telinganya sambil menggenggam erat jemarinya. Elleora mengangguk.
Aku mengerling ibuku yang duduk di sebelah Elleora. Ibuku menatap tajam padaku. Aku tahu, ibu pasti tidak berpuas hati dengan apa yang telah aku lakukan.
Mama dan papa Elleora sudah menceritakan semuanya kepada ibu dan ayahku. Malu memang malu, tapi apakan daya. Perkara sudah berlaku. Apa yang penting, aku sudah bertunang dengan Elleora dan dalam sedikit waktu lagi, kami akan menikah.
Membayangkan hidup berumah tangga dengan Elleora membuat hatiku berbunga bahagia. Aku dan Elleora akan hidup bersama, di kelilingi anak-anak yang comel.
Aku dan Elleora duduk berdua di Hibiscus Garden di belakang rumah Elleora. Dia memandang lama pada bunga-bunga yang ada di Hibiscus Garden. Aku dapat menduga apa yang ada dalam fikirannya.
Taman ini diilhamkan dan dibina oleh tangan Andre. Bila-bilapun selagi ada taman ini, Andre tidak akan pernah luput dari ingatan Elleora.
Aku tidak pernah bermaksud untuk meminta Elleora menghapus Andre dari ingatannya. Namun, mungkinkah kami akan bahagia jika setelah bernikah nanti nama Andre tetap tersemat kukuh dalam ingatan Elleora.
"Kamu masih merindukannya?" aku bertanya.
"Sangat. Aku sangat merindukannya," dia menjawab. Aku mengangguk meski dalam hati hanya aku dan Tuhan sahaja yang tahu betapa cemburunya aku.
"Dia sangat bertuah," kataku perlahan seakan-akan berbicara dengan diriku sendiri.
"Siapa?"
" Andre. Dia bertuah kerana pada saat dia tiada lagi di dunia ini, namanya tetap teguh dalam hati kamu," kataku dengan senyum terpaksa.
"Kamu cemburu pada Andre?" aku mendengar dia bertanya. Cemburu? Memalukan jika cemburu pada orang yang sudah tiada. Tapi hakikatnya aku memang cemburu.
"Salahkah jika aku cemburu?"
"Tak salah. Perasaan itu milik kamu, Al. Aku tidak berhak untuk menegah kamu dari menpunyai perasaan apapun. Tapi cemburu pada orang yang sudah tiada, sama seperti kamu cemburu pada angin yang tidak dapat kamu lihat," kata Elleora. Dia senyum sedikit hingga lesung pipit kecil terlihat di pipi kirinya.
" Kamu terlalu sayang padanya, El. Dia tiada lagi di depan mata, tapi dia masih memiliki hati kamu, " kataku masih bernada cemburu.
" Tunanganku semakin pandai cemburu. Sedangkan selama ini kamu tidak pernah menyentuh hal Andre," komennya.
" Kita bakal menikah tidak lama lagi, El. Aku mahu hanya aku yang memiliki hati kamu, " luahku.
" Aku sudah memberikan apa yang dulu tidak aku berikan kepada Andre," katanya. Apa yang dikatakannya bagaikan sindiran tajam yang menikam deras ke tangkai hati. Menyedarkan aku betapa dia sudah jauh menyerahkan dirinya kepadaku. Dia bukan hanya sekadar menyerahkan hati, tetapi juga menyerahkan maruah dan harga dirinya untuk aku miliki.
💕💕💕
Elleora Eunice's POV
Aku mengunjungi pusara Andre lagi. Kali ini aku ditemani Alger. Alger sendiri yang beria-ia meminta untuk menemaniku.
Seperti kunjunganku yang sudah-sudah, aku meletakkan jambangan kekwa kuning di atas pusara Andre. Alger meniru perbuatanku, dengan meletakkan jambangan kekwa putih bersebelahan jambangan bunga yang aku letakkan di atas pusara Andre.
"Apa khabar, Dre?" Begitulah selalu aku menyapanya. Padahal sudah cukup ku tahu, kehidupannya di syurga pasti jauh lebih baik daripada kehidupan manusia di bumi.
"Maafkan aku, Dre. Aku tidak dapat setia begitu lama," aku berhenti sejenak. Berat rasanya untuk mengatakan bahawa sudah ada lelaki lain yang menggantikan tempatnya di hatiku.
"Biar aku yang berbicara dengannya, El," Alger mencangkung di sebelahku. Sejenak dia memandang wajahku sebelum pandangannya beralih pada pusara Andre di hadapan kami.
"Hai, Dre," sapanya.
"Aku Alger Dmitri, lelaki yang ingin mendampingi Elleora sehingga ke usia tuanya. Aku tahu kamu sangat mencintai Elleora. Tapi kamu sudah tidak dapat lagi menjaganya.
Jadi, izinkan aku untuk menggantikan tanggungjawabmu menjaganya. Izinkan aku untuk menikahinya, Dre," aku menitiskan air mata nendengar semua yang diluahkan Alger.
" Aku mohon, Dre. Tolong bebaskan dia agar dia dapat melupakan kamu, " dia berbisik dengan begitu perlahan namun masih dapat ku dengar dengan jelas.
" Aku ingin menemui ibu Andre, " pinta Alger tika kami meninggalkan pusara Andre.
"Untuk apa?" tanyaku sambil duduk di kerusi penumpang di sebelahnya.
"Ingin meminta izin," katanya.
------—------------------------------------------------
Bercucuran air mata ibu Andre menerima kedatangan kami. Wanita separuh usia itu memelukku dengan erat.
Aku tahu hatinya begitu terluka tika Alger memberitahunya kami telah pun bertunang.
"Mama masih berharap kamu akan menjadi menantu mana, Elle. Mama berharap kamu akan menerima Andrew sebagai pengganti Andre.
Tapi mama tahu, kamu mencintai tunang kamu. Mama dapat lihat pada mata kamu, Elle. Cara kamu menandang tunang kamu sama seperti cara kamu memandang Andre dulu, " ucapnya dengan nada sedih.
Aku turut menitiskan air mata. Dia tidak tahu bahawa hingga detik ini, aku masih merindui anak lelakinya yang sudah lama pergi itu.
" Mama merestui kamu berdua, Elle. Hiduplah dengan bahagia," dia menyeka air matanya.
Aku dan Alger meninggalkan ibu Andre. Alger mengganding tanganku hingga sampai di kereta yang terparkir di halaman rumah itu.
"Aku rasa lega untuk menikahimu, Elle. Kita sudah minta izin pada Andre dan juga ibunya," katanya. Bibirnya sedikit melengkung ke atas, menandakan dirinya sedang senang hati.
Vote dan komen.
Selamat membaca.Tbc.....
YOU ARE READING
When Two Lonely Hearts Meet ✔️
RandomIni adalah kisah tentang Elleora Eunice yang ditinggal pergi buat selamanya oleh tunang tercinta. Dan juga tentang Alger Dmitri yang ditinggal pergi oleh isteri tercinta yang baru beberapa jam dinikahinya. " Bagiku jatuh cinta hanya sekali. Dan aku...