"Kau hanya masa silam yang tak mungkin kembali menjadi masa hadapan yang ingin ku genggam," - Alger Dmitri
Alger menggenggam kemas buku limanya. Dia bimbang hilang pertimbangan dan buku limanya akan melayang pada wajah wanita yang dulu amat dicintainya.
"Kamu sudah bahagia dengan kehidupanmu, Rine. Biarkan aku juga bahagia," Alger cuba bersuara selembut mungkin.
Borang penceraian yang sedari tadi di atas meja masih belum disentuh Irine. Andai sahaja Irine tidak membantah, pasti urusan penceraian mereka tidak akan serumit ini.
Hari pernikahannya dengan Elleora yang semakin dekat memaksanya mendesak Irine agar segera menandatangani borang penceraian mereka.
"Aku sudah tidak bahagia dengan Simson, Al. Aku ingin kembali," katanya.
"Tidak, semuanya sudah terlambat. Aku sudah punya kehidupanku sendiri," Alger mengetatkan rahangnya.
Andai beberapa tahun lalu Irine memutuskan untuk kembali, pasti dia menerimanya dengan senang hati. Namun, saat ini hatinya cuma terisi dengan satu nama, Elleora Eunice.
Hanya nama itu yang ada dalam fikirannya. Tiada nama Irine mahupun nama yang lain.
" Aku tahu. Pasti gadis itu yang telah merubah hatimu, Al," katanya.
"Tapi aku sudah mengatakan kepadanya tentang hubungan kita. Aku tidak akan membiarkan gadis manapun hadir di antara kita, Al. Aku tidak mahu kita bercerai, " dia bangun dari duduknya dan berpindah duduk di sebelah Alger.
"I still love you, Al. Nothing change," ditariknya tangan Alger dan dipeluk dengan erat tangan itu.
"Cinta pun ada nyawa, Rine. Cinta juga boleh mati!" Dia menarik tangannya dengan kasar.
"Dan ingat, jangan sesekali kamu mendekati Elleora. Jika kamu berbuat macam-macam, aku tidak akan berdiam diri, Irine."
"Oh, jadi namanya Elleora?"
" Diam, kamu. Aku tidak suka kamu menyebut namanya," mata Alger menatap nyalang kepadanya, namun Irine tetap dengan gaya manja dan menggodanya.
"Al.." dia merapatkan tubuhnya pada tubuh Alger.
" Sudah seminggu, Rine. Kamu meminta kita bertemu. Kamu berjanji akan menandatangani surat penceraian kita. Dan hari ini kamu mengatakan sebaliknya," suara Alger semakin keras.
"Beri kita peluang, Al. Kita masih ada peluang untuk bahagia bersama," dia kembali meraih lengan Alger. Namun segera ditepis Alger.
"Stop, Rine. Situasi kita sudah berbeza. Tandatangani saja dan hubungan kita selesai di mahkamah nanti," katanya.
"Never, Al. Never!" Irine menggelengkan kepalanya.
♥️♥️♥️
Elleora melangkah lemah menuju ke meja makan. Namun, sebaik terhidu bau mi goreng yang dihidangkan ibunya di atas meja, Elleora segera menutup hidung dan mulutnya.
"Uweek! Uweek!" Elleora berlari menuju ke singki.
"Elle, kamu sakit?" Nelin mengurut tengkuk dan belakang Elleora.
"Elle okey, ma. Mungkin masuk angin sebab semalam Elle lambat makan," Elleora memberi alasan.
"Aku takut dengan kemungkinan, Al," dia bermonolog. Sejak beberapa hari yang lalu, Elleora merasa ada sesuatu yang tidak kena dengan dirinya. Kepalanya selalu rasa pening dan berdenyut. Setiap pagi dia merasa mual.
"Mungkinkah aku mengandung?" Hatinya berbisik dengan rasa takut.
Elleora hanya duduk di meja makan sambil menghirup perlahan Hot Coklat yang dibancuhnya. Fikirannya berkelana pada kejadian kira-kira sebulan yang lalu. Bagaimana Alger memujuknya, mencumbuinya hingga dia menyerahkan dirinya masih terbayang dengan jelas.
Petang yang penuh ghairah itu berlanjutan hingga menjadi malam panas yang penuh berahi untuk mereka berdua.
"It feel like heaven, Elle. I want you more and more," kata-kata itu diucapkan oleh Alger, membuatnya turut menyerah lagi dan lagi pada sentuhan lelaki itu. Hingga tanpa sedar mereka melakukannya berulang kali. Berulang kali juga Alger menyemburkan benih ke dalam rahimnya.
" Bagaimana jika benar aku mengandung? " Entah berapa kali persoalan itu bermain dalam fikirannya. Bagaimana jika dia mengandung sedangkan Alger kembali bersama Irine?
"Kenapa, dik?" Royston curiga. Sejak dua hari yang lalu dia perasan sikap Elleora sedikit berbeza. Adiknya itu sedikit pendiam dan lebih banyak termenung.
"Elle cuma tak sihat, bang," dia menjawab perlahan.
"Papa hairan. Hari pernikahan kamu dan Alger semakin hampir. Tetapi papa perasan sudah seminggu Alger tidak datang ke sini," Elleora tidak berani melihat wajah ayahnya.
Apa yang harus dikatakannya? Tidak mungkin dia menceritakan tentang Alger yang kembali berhubungan dengan Irine.
" Al sibuk, pa, " lagi-lagi dia memberikan alasan.
Tiada apa yang boleh dilakukannya. Cinta bukan boleh dipaksa. Jika ternyata Alger ingin kembali pada isterinya, dia akan mengalah. Mencintai tidak harus berakhir dengan memiliki.
Melepaskan demi kebahagiaan orang yang dicintai adalah satu lambang cinta sejati. Dia sudah merelakan Andre yang pergi meninggalkannya. Kini saatnya dia merelakan Alger meraih kebahagiaannya.
♥️♥️♥️
Elleora tersandar pada dinding bilik air di bilik tidurnya. Urine Pregnancy Test masih ada dalam genggaman tangannya yang bergetar.
"Dua garis merah. Aku mengandung, Al," air matanya menitis deras.
Seharusnya berita ini menjadi berita gembira yang akan diraikannya bersama Alger. Di dalam rahimnya kini ada buah cinta yang tumbuh dari penyatuan mereka yang penuh dengan cinta.
Namun, saat ini dia tidak mungkin berkongsi kebahagiaan ini dengan Alger.
Adythia.., " nama itu meluncur dalam kepalanya.
" Aku mahu kamu hidup bahagia, Yora. Andre mengamanahkan aku untuk memastikan kamu hidup bahagia. Ingat, sentiasa ada aku untuk kamu, " semua yang dikatakan Adythia bermain dalam fikirannya.
" Kita akan pergi jauh dari papa, nak. Dia tidak akan pernah tahu bahawa kamu ada di dalam rahim mama, " Elleora mengusap perutnya sambil sebelah tangan menghantar pesanan kepada Adythia.
Vote dan komen.
Happy reading.Tbc...
Sarawak
YOU ARE READING
When Two Lonely Hearts Meet ✔️
RandomIni adalah kisah tentang Elleora Eunice yang ditinggal pergi buat selamanya oleh tunang tercinta. Dan juga tentang Alger Dmitri yang ditinggal pergi oleh isteri tercinta yang baru beberapa jam dinikahinya. " Bagiku jatuh cinta hanya sekali. Dan aku...